Partai Demokrat dan PDIP saling 'serang' soal kenaikan harga BBM yang belum lama ini diputuskan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tangisan elite PDIP saat menyampaikan penolakan kenaikan harga BBM pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diungkit.
Bermula dari pernyataan Deputi Bappilu DPP Demokrat Kamhar Lakumani soal keputusan partai membebaskan kadernya berdemo menolak kenaikan harga BBM. Dalam rangkaian pernyataan itu, Kamhar meminta kader Demokrat tak menangis saat berorasi menyampaikan penolakan.
"Kader tak perlu menangis dalam menyampaikan argumentasi penolakan kenaikan BBM ini, sebagaimana aksi sandiwara elite-elite PDIP pada saat merespons kenaikan BBM di masa pemerintahan SBY yang lalu, yang ternyata saat ini, ketika berkuasa bisa memahami kenaikan BBM. Padahal tak ada situasi yang benar-benar mendesak jika pemerintah benar-benar peduli dengan rakyatnya," kata Kamhar kepada wartawan Selasa (6/9/2022).
Pernyataan Kamhar itu memicu elite PDIP, Adian Napitupulu, bereaksi. Adian 'membalas' menggunakan data.
Anggota Komisi VII DPR RI itu memaparkan datanya terkait harga BBM pada era SBY dan Jokowi, lalu membandingkannya. Dari data tersebut, besaran kenaikan harga BBM era SBY lebih besar dari era Jokowi.
"Di era SBY, total kenaikan harga BBM (Premium) Rp 4.690. Sementara di era Jokowi total kenaikan BBM jenis Premium atau Pertalite Rp 3.500. Jadi SBY menaikkan BBM lebih mahal Rp 1.190 dari Jokowi," kata Adian kepada wartawan, Rabu (7/9/2022).
Adian lalu menjabarkan data harga BBM dan upah minimum suatu daerah saat SBY menjabat dan Jokowi menjabat. DKI Jakarta jadi contoh daerahnya.
"Di era SBY, upah minimum, contoh DKI, Rp 2,2 juta untuk tahun 2013. Dengan BBM harga 6.500 per liter, maka upah satu bulan hanya dapat 338 liter per bulan. Di era Jokowi, hari ini BBM Rp 10 ribu, tapi upah minimum Rp 4,641 juta per bulan," papar Adian.
Selain data, Adian menyinggung keberadaan Pertamina Energy Trading Limited (Petral) pada era pemerintahan SBY. Adian menyebut bekas anak perusahaan Pertamina itu 'mafia'.
"Di era SBY masih ada 'mafia' terorganisir dan masif, yaitu Petral, yang embrionya sudah ada sejak awal Orde Baru, yaitu tahun 1969 dan beroperasi mulai 1971. Di era Jokowi Petral dibubarkan tahun 2015, hanya 6 bulan setelah Jokowi dilantik," ucap aktivis '98 itu.
Simak pernyataan sikap Demokrat dan PDIP terkait kenaikan harga BBM di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Mobil Dinas Walkot Cilegon Disandera Massa Berujung 6 Orang Tersangka':
(zak/dwia)