Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, mantan Ketua KPK M Busyro Muqoddas, serta Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mendaftarkan permohonan uji materiil Pasal 5 UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Pendaftaran permohonan tersebut diwakili oleh Tim Universalitas Hak Asasi Manusia (U-HAM), yakni Themis Indonesia, LBH PP Muhammadiyah, dan LBH Pers. Pasal 5 UU No 26 Tahun 2000 itu berbunyi:
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.
Pasal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
"Pendaftaran permohonan merupakan upaya internasional yang dilakukan agar HAM dapat terjaga dengan baik dan Indonesia menjadi harus sungguh-sungguh dalam menangani persoalan HAM," kata perwakilan Themis Indonesia, Nanang Farid Syam, sebagaimana dilansir website MK, Rabu (7/9/2022).
Adapun Sasmito Madrim dari AJI mengungkapkan tujuan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut untuk menegaskan semua pelanggaran HAM di dunia bisa diadili di Indonesia.
"Tentu kita berharap menjadi dorongan di Tanah Air masih banyak beberapa kasus pelanggaran HAM di masa lalu belum tuntas penyelesaiannya. Jadi kita berharap ini akan menjadi diskusi di Tanah Air dan kasus-kasus HAM berat di masa lalu bisa terselesaikan di Indonesia. Sehingga ada dua tujuan kami ke sini pertama kejahatan HAM di dunia bisa diatasi di Indonesia dan pelanggaran HAM berat di Indonesia dapat terselesaikan dengan tuntas oleh Pemerintah," papar Sasmito.
Jika ditarik ke belakang, Sasmito menjelaskan perlakuan Junta Militer Myanmar yang mengeksekusi pro-demokrasi-termasuk di dalamnya jurnalis. Menurutnya, hal tersebut merupakan kejahatan HAM. Dengan adanya upaya melalui pengujian UU HAM, maka diharapkan kejahatan HAM tidak terjadi di Indonesia-maupun negara lain di dunia.
"Apa yang dilakukan oleh jurnalis termasuk perjuangan HAM untuk publik agar mendapatkan informasi kejahatan HAM dapat diketahui oleh masyarakat mendunia. Karena itu kita berharap melalui upaya hukum ini penjahat HAM di Myanmar khususnya di negara-negara lain di dunia itu ketika kunjung ke Indonesia (Jakarta) bisa diadili di Indonesia. Kita ingin memastikan kejahatan HAM itu tidak terjadi di seluruh wilayah negara lain di dunia termasuk di Indonesia," ujar Sasmito.
Feri Amsari yang merupakan kuasa hukum Pemohon mengatakan, adanya pendaftaran permohonan tersebut juga sebagai penghormatan tuntutan HAM atas kasus Munir. Ia pun menyebut bahwa Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan agar Indonesia menjadi bagian dari perdamaian dunia.
"Konstitusi kita (UUD 1945) sebenarnya melindungi hak setiap orang makanya ada frasa 'Setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum yang adil, yang sama di hadapan hukum' (Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945) yang kemudian menjadi pertimbangan kita bagaimana setiap orang ini mempunyai hak untuk dilindungi. Lalu kalau kita ingat di dalam preambule dan para bapak bangsa bermimpi negara Indonesia di masa depan yang merdeka ini betul-betul terlibat dalam upaya perdamaian dunia dan penegakan hukum yang adil. Bagi seluruh masyarakat umum tidak hanya masyarakat Indonesia. Karena konstitusi kita azas universalitas perlindungan manusia makanya bahasanya setiap orang tidak hanya setiap warga negara. Oleh karena itu harusnya UU perlindungan HAM atau UU apapun fungsinya melindungi tidak hanya hak warga negara tetapi setiap orang," terang Feri.
Menurut Feri, peran Indonesia dalam melindungi negara 'saudaranya' se-Asia Tenggara sangat penting. Apalagi Jakarta merupakan ibu kota ASEAN yang sering disinggahi para pemimpin negara yang melakukan pelanggaran berat tersebut.
"Peran Indonesia dalam perlindungan HAM universal dapat dilakukan jika frasa 'oleh warga negara Indonesia' dihapus Mahkamah Konstitusi. Itu sebabnya Para Pemohon mengajukan dihapuskannya frasa itu di MK agar HAM warga Myanmar dan warga negara lainnya terlindungi," jelasnya.
Para Pemohon mendalilkan frasa 'oleh warga negara Indonesia' dalam Pasal 5 UU HAM sangat terang benderang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945. Hak asasi manusia yang melekat pada setiap orang dari lahir tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, termasuk oleh keberadaan frasa 'oleh warga negara Indonesia'.
Hal tersebut yang menyebabkan frase quo mengabaikan nilai-nilai yang diyakini rakyat Indonesia dalam UUD 1945. Apalagi atas pengalaman di masa lalu, Indonesia berjanji dalam konstitusinya untuk ikut terlibat dalam perdamaian dunia, sebagaimana dengan tegas dinyatakan dalam preambule UUD 1945, yaitu:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.
Lihat juga video 'Sudah 20 Tahun, UU Pengadilan HAM Dinilai Belum Efektif':
(asp/zap)