Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Indonesia (BEM RI) mendesak pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM agar ke pembangunan yang bisa dinikmati oleh kelompok masyarakat kurang mampu. Koordinator Pusat BEM RI Abdul Muhtar mengatakan pihaknya meminta pemerintah untuk mengevaluasi anggaran subsidi energi.
"Pertama, mendesak pemerintah untuk mengalihkan anggaran subsidi energi yang sangat besar, yakni Rp 502 triliun pada Tahun Anggaran 2022 untuk pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah dan kegiatan produktif. Misalnya pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur energi dan sektor produktif lain yang bersinggungan langsung dengan hajat hidup masyarakat miskin di negeri ini," kata Muhtar dalam keterangan tertulis, Jumat (3/9/2022).
Kedua, BEM RI juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi penetapan anggaran subsidi energi yang besar. Apalagi mengingat sebagian besar anggaran subsidi energi, atau sekitar 80% justru dinikmati masyarakat mampu atau orang-orang kaya.
Lalu yang ketiga, lanjut Muhtar, pemerintah juga harus berani dan tegas melakukan pengurangan subsidi energi dan direalokasi menjadi anggaran yang diperlukan masyarakat miskin seperti Bantuan Sosial (Bansos) atau Bantuan Langsung Tunai, fasilitas Kesehatan dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat.
"Alihkan subsidi dari si kaya ke si miskin yang benar-benar membutuhkan," tegas Muhtar.
Muhtar pun menekankan pentingnya dilakukan riset untuk mengetahui siapa saja yang menggunakan BBM subsidi selama ini.
"Benarkah rakyat kecil, rakyat miskin, yang selama ini digaungkan untuk mendapatkan pembelaan? Faktanya pada BBM bersubsidi, contohnya Pertalite, pengguna terbesarnya hingga sekitar 80% adalah mobil pribadi. Mereka adalah golongan masyarakat kategori menengah ke atas," lanjut Muhtar.
Dia mengatakan apabila kategori rakyat miskin pengguna Pertalite adalah mereka yang hanya bisa memiliki sepeda motor. Faktanya penyerapan Pertalite oleh sepeda motor tidak lebih dari 30%.
"Dengan demikian, subsidi BBM selama ini sebenarnya memang terbanyak dinikmati oleh orang kaya. Makin kaya dia, makin besar kapasitas mesin mobilnya, maka paling banyak dia menikmati subsidi BBM. Makin miskin dia, hanya bisa beli sepeda motor atau bahkan sepeda motor pun tak punya, maka makin sedikit dia menikmati subsidi di negeri ini," paparnya.
Muhtar menyadari kenaikan harga tidak dapat dihindari demi menyelamatkan keuangan negara. Terlebih dana subsidi BBM Tahun Anggaran 2022 juga akan terserap habis pada bulan November 2022 mendatang.
"Jika pemerintah mempertahankan harga BBM dan gas bersubsidi seperti saat ini, yang jauh berada di bawah harga keekonomian, maka pada TA 2023 yang akan datang, pemerintah diharuskan untuk 'top-up' Rp 198 triliun, sehingga total subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp 700 triliun," jelasnya.
Diakuinya kenaikan harga BBM juga akan memicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Hal ini dapat membebani pelaku retail yang tidak ingin kehilangan margin keuntungan karena naiknya ongkos transportasi akibat kenaikan harga BBM. Maka dari itu, kata Muhtar, solusi yang mungkin bisa ditempuh pemerintah adalah meringankan beban kenaikan harga tersebut lewat penyaluran Bansos.
"Yakni dengan mengalihkan anggaran yang diperoleh dari pengurangan subsidi itu pada Bantuan Sosial (Bansos) pada rakyat miskin," pungkasnya.
Lihat juga video 'Gudang Penimbun BBM Subsidi di Lampung Digerebek, Solar 10 Ton Disita':
(prf/ega)