Ilustrasi :Edi Wahyono
Selasa, 25 November 2025Sudah lebih dari dua pekan, Jamal—bukan nama sebenarnya—harus menenggak 16 butir obat Prussian blue setiap hari. Obat ini berfungsi sebagai penawar racun untuk mengeluarkan radionuklida cesium-137 (Cs-137) melalui feses. Jamal diduga terkontaminasi radiasi Cs-137 dari tempatnya bekerja PT Peter Metal Technology (PMT). Pabrik ini sudah ditutup pada Juli 2025.
“Awalnya seminggu pertama itu kan tiga (butir), Bang, satu minum. Sehari sembilan. Udah dari dua minggu apa, itu 16, sekali minum itu enam, Bang,” kata Jamal kepada detikX.
PT PMT diduga sebagai salah satu sumber utama paparan radiasi Cs-137 di Cikande, Serang, Banten. Informasi itu didapat setelah Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs–137 dan Masyarakat Berisiko Terdampak melakukan penelusuran lapangan atas dugaan paparan radiasi pada udang beku milik PT Bahari Makmur Sejati (BMS). Investigasi dilakukan menyusul laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) yang menemukan adanya kontaminasi Cs-137 pada 5 ton udang beku yang diekspor ke AS.
Jamal baru tahu terkontaminasi Cs-137 setelah tim HRD PMT menghubunginya sebulan lalu. Tim personalia itu meminta Jamal mengecek kesehatan supaya perusahaan bisa beroperasi lagi. Jamal dan kelima rekannya sesama mantan pekerja PMT mengiyakan permintaan itu dengan harapan bisa bekerja kembali. Namun ternyata dalih itu hanya kebohongan perusahaan agar Jamal dan rekan-rekannya mau cek kesehatan.
“Soalnya, yang lainnya itu nggak mau, Bang. Kami aja yang di bagian penuangan yang diperiksa,” ungkap Jamal.
PT PMT tidak beroperasi lagi. Sebaliknya, pabrik pengolahan metal ini justru disegel pemerintah setelah temuan Satgas Penanganan Cs-137 soal sumber paparan. Perusahaan juga tidak bertanggung jawab apa pun kepada Jamal dan karyawan lainnya yang kini terpapar Cs-137. Total ada enam karyawan PT PMT yang diduga terkontaminasi Cs-137, atau lebih tepatnya karyawan yang mau dicek kesehatannya dan akhirnya dideteksi terpapar.
Jamal mengaku hanya mendapatkan bantuan dari pemerintah Rp 500 ribu dan beberapa sembako saat awal dideteksi terpapar Cs-137. Setelah itu, tidak ada bantuan apa pun lagi, baik dari pemerintah maupun perusahaan, kecuali pemeriksaan kesehatan gratis ke puskesmas dan obat-obatan penawar radiasi.

Kondisi ketika malam hari warga menyusup ke zona merah wilayah Desa Sukatani, Serang, Banten.
Foto : Istimewa
Meski terdeteksi memiliki radiasi Cs-137 dalam tubuhnya, Jamal tidak ikut direlokasi dari tempat tinggalnya seperti warga lain yang berada dekat dengan titik paparan. Pemerintah Kabupaten Serang berdalih, berdasarkan kesaksian Jamal, lokasi rumah Jamal tidak berdekatan dengan titik paparan, salah satunya di Desa Sukatani.
“Kalau saya di Nambo Udik masuknya, bukan di Sukatani,” kata Jamal.
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Rasio Ridho Sani mengungkapkan ada 12 zona merah paparan radiasi di Cikande. Dua di antaranya berada di area permukiman, tepatnya Kampung Barengkok dan Kampung Sadang, Desa Sukatani.
Sebanyak 3.640 orang yang berada di area zona merah telah dilakukan pemeriksaan kesehatan. Dari total itu, 11 orang, termasuk Jamal, positif terpapar Cs-137. Sebanyak 27 keluarga dengan total 92 jiwa juga sudah direlokasi dari titik paparan.
“Dalam proses relokasi ini, diterapkan protokol keamanan radiasi. Pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Cikande,” ungkap Rasio melalui surel pekan lalu.
Rahmat—bukan nama sebenarnya—termasuk salah satu yang direlokasi. Dia dipindahkan sementara ke Kampung Bunian, Desa Sukatani. Jaraknya sekitar 1 kilometer dari tempat tinggal Rahmat di Kampung Barengkok, Desa Sukatani.
Rahmat mengaku tidak sempat menyiapkan apa-apa ketika direlokasi pada 22 Oktober lalu. Dia hanya diminta ikut pemeriksaan kesehatan oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) setempat ke Puskesmas Cikande, lantaran sekitar 20 meter dari rumah Rahmat terdapat paparan radiasi Cs-137 yang cukup tinggi. Setelah cek kesehatan, Rahmat dan keluarganya tidak diizinkan lagi pulang ke rumah.
“Tidak boleh mengambil apa pun (di rumah). Hanya memakai baju yang dipakai aja. Terus langsung ke kontrakan (lokasi pengungsian),” ungkap Rahmat.
Rahmat bersama istri dan kedua anaknya diminta tinggal di rumah kontrakan dengan satu kamar. Mereka tidur berimpitan. Meski begitu, Rahmat mengaku cukup tenang karena dibekali uang Rp 5 juta, sembako, dan pakaian. Selama sepekan pertama, bantuan dari pemerintah juga terus berdatangan.
Baca Juga : Racun Sunyi di Rumah Warga Cikande
Namun, setelah itu, bantuan tidak lagi datang. Uang santunan Rp 5 juta juga sudah habis. Ditambah lagi, warga baru mendapat kabar bahwa proses relokasi masih akan terus berlanjut dan belum tahu kapan akan selesai. Sementara itu, pemerintah, kata Rahmat, belum memberikan santunan apa pun lagi kepada warga.
“Kontrakan aja yang dilanjutin (bayar). Cuma warga di sini kan bingung mau makan apa. Sedangkan anak juga perlu buat jajan sekolah. Kalau tidak ada uang kerahiman, bagaimana?” ungkap Rahmat.
Situasi ini membuat warga terdampak Cs-137 mulai resah. Terlebih lagi, sebagian dari mereka juga harus kehilangan pendapatan harian setelah direlokasi.
Rahmat mengaku harus meninggalkan pekerjaannya sebagai petani dan peternak setelah direlokasi. Puluhan bebek dan ayam ternaknya mati setelah ditinggal lebih dari dua pekan.
Pemerintah Kabupaten Serang, kata Rahmat, mulanya menjanjikan akan mengganti ternak yang mati. Namun, sampai hari ini, tidak ada sepeser pun uang penggantian yang diterima Rahmat. Terpaksa, beberapa kali Rahmat harus mengendap-endap masuk ke pekarangan rumahnya sendiri untuk menghindari pengawasan polisi.
“Kalau nggak kucing-kucingan mungkin pada mati semua dalam jangka satu minggu ataupun dua hari ayam sama bebek,” kata Rahmat.

Obat khusus yang dikonsumsi orang yang terpapar cesium-137.
Foto : Istimewa
Warga Kampung Barengkok lainnya, Ijul—juga bukan nama sebenarnya—turut melakukan hal serupa. Ijul sembunyi-sembunyi masuk ke pekarangan rumahnya pada malam hari untuk memberi pakan ternak sembari mengambil beberapa telur yang sudah siap jual. Ijul terpaksa melakukan itu lantaran butuh biaya untuk berobat anaknya, yang belakangan harus mengalami muntaber setelah tinggal di pengungsian.
“Habis telur juga dimakan biawak. Naik semua biawak karena nggak ada kehidupan. Itu kan rawa-rawa,” kata Ijul.
detikX menerima video kondisi Kampung Barengkok dari Jamal dan Ijul. Suasananya seperti kampung mati. Tidak ada satu pun manusia yang terlihat di kampung itu. Lampu-lampu rumah warga padam. Beberapa titik paparan ditutup terpal berwarna biru.
Sekretaris Desa Sukatani, Fachri, mengatakan warga memang belum diizinkan kembali ke rumah masing-masing lantaran saat ini proses dekontaminasi masih berlangsung. Saat dimintai konfirmasi terkait santunan dan ganti rugi ternak warga, Fachri mengaku masih menunggu arahan dari pusat.
“Kalau pihak desa itu, Pak, mengikuti arahan dari pemerintah pusat. Pemerintah Kabupaten, dari Kementerian LH, mengikuti apa yang mereka sarankan,” pungkas Fachri.
Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto, Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Dedi Arief Wibisono