Bamsoet Terbitkan Riset Ilmiah Urgensi PPHN, Publik Bisa Kritisi

Bamsoet Terbitkan Riset Ilmiah Urgensi PPHN, Publik Bisa Kritisi

Arief Budiman - detikNews
Kamis, 01 Sep 2022 17:28 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
Foto: Dok. MPR RI
Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menulis artikel riset ilmiah berjudul 'The Urgency of the Staples of State Policy As a Legal Umbrella For The Sustainable Development Implementation to Face The Industrial Revolution 5.0'.

Artikel tentang urgensi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) itu telah dimuat dalam jurnal internasional terindex Scopus, Central Asia and The Caucasus Journal, Volume 23 Issue 1 2022, English Edition. Artikel ini diterbitkan oleh CA and CC Press AB dari Swedia.

Bamsoet menuturkan selain sebagai salah satu syarat dalam menempuh pendidikan doktor di studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, artikel tersebut untuk memperluas khazanah pemikiran tentang urgensi kehadiran Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan berkelanjutan Indonesia dalam menghadapi Revolusi Industri 5.0.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Publik bisa membaca dan mengkritisinya, sehingga ruang dialog semakin terbuka, yang pada akhirnya akan semakin mempertajam pengetahuan tentang urgensi kehadiran PPHN," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (1/9/2022).

Kandidat Doktor Studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran ini menjelaskan riset ilmiah tersebut berisi perjalanan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pada masa dahulu pernah dimiliki Indonesia sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia oleh para pendiri bangsa, Bung Karno dan Bung Hatta dengan nama Pola Pembangunan Semesta Berencana (PPSB) sebagai landasan program pembangunan nasional.

ADVERTISEMENT

"Yang kemudian dilanjutkan pada era Presiden Suharto dengan nama Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan jangka panjang pembangunan nasional. Namun akhirnya dalam amandemen ketiga konstitusi yang dilakukan pada 1-9 November 2001, keberadaan GBHN dihapuskan," ungkapnya.

Perubahan penting lainnya dalam amandemen ketiga tersebut adalah presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh MPR RI, melainkan langsung dipilih oleh rakyat. Sehingga program pembangunan tidak lagi didasarkan pada GBHN yang dibuat oleh MPR RI melainkan pada visi-misi presiden dan wakil presiden terpilih.

"Karena ketiadaan GBHN sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional, pemerintah kemudian membentuk UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025," jelas Bamsoet.

"Namun dalam implementasinya, berbagai peraturan perundang-undangan tersebut masih menyisakan beragam persoalan. Selain kecenderungan eksekutif sentris, dengan model sistem perencanaan pembangunan nasional yang demikian, memungkinkan RPJPN dilaksanakan secara tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan," imbuhnya.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan demikian pula antara sistem perencanaan pembangunan nasional dan sistem perencanaan pembangunan daerah, yang berpotensi terjadi ketidakselarasan. Mengingat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tidak terikat untuk mengacu pada RPJMN, karena visi dan misi Gubernur/Bupati/Walikota sangat mungkin berbeda dengan Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

"Berbagai kelemahan tersebut akhirnya mengantarkan pada gagasan perlunya MPR diberikan kembali kewenangan menetapkan Haluan Negara, yang kemudian dikenal dengan nomenklatur PPHN. Keberadaannya akan menjadi kaidah penuntun (guiding principles) yang berisi arahan dasar (directive principles) tentang bagaimana melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi ke dalam pranata publik. PPHN juga menjadi paket integral dari konsepsi negara kekeluargaan yang dikehendaki Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945," terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan keberadaan PPHN juga sangat diperlukan dalam mempersiapkan Indonesia menghadapi Revolusi Industri 5.0 dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Menciptakan nilai baru melalui perkembangan teknologi canggih yang dapat mengurangi adanya kesenjangan antara manusia dengan masalah ekonomi dan teknologi.

Oleh karenanya, kata dia, keberadaan PPHN sangat penting untuk memuat norma-norma dasar yang mengarah pada cita-cita dan tujuan nasional yang sifatnya memberikan arahan kepada lembaga-lembaga negara. Terutama lembaga penyelenggara pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Tak heran jika banyak pihak seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Rektor Indonesia, Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), Organisasi Kemasyarakatan dan Organisasi Keagamaan mulai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan lain sebagainya menilai kewenangan membentuk PPHN lebih tepat berada ditangan MPR, sebagai lembaga legislatif yang paling representatif karena diisi oleh DPR RI (representasi politis) dan DPD RI (representasi teritorial/daerah)," pungkas Bamsoet.

Sebagai informasi, masyarakat yang ingin membaca tulisan urgensi PPHN tersebut bisa klik tautan ini.

(akd/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads