Sidang kasus korupsi minyak goreng akhirnya digelar setelah sempat ditunda. Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indra Sari Wisnu Wardhana didakwa melakukan korupsi hingga membuat negara merugi Rp 18 triliun.
Sidang perdana kasus minyak goreng ini digelar di di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (31/8/2022). Agenda sidang adalah pembacaan dakwaan.
Berikut fakta-fakta sidang perdana kasus korupsi minyak goreng:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Eks Dirjen Kemendag Didakwa Rugikan Negara Rp 18 T
Indra Sari Wisnu Wardhana didakwa melakukan korupsi hingga membuat negara merugi Rp 18 triliun. Indra didakwa jaksa berkaitan dengan ketersediaan stok dan pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri.
"Bahwa Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 (triliun) dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925 (triliun)," ujar jaksa Kejagung saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (31/8/2022).
Jika ditotal dari jumlah tersebut, kerugian negara senilai Rp 18.359.698.998.325 (triliun).
Jaksa menyebut perbuatan Indra itu dilakukan bersama:
1. Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei selaku penasehat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga selaku Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
2. Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia
3. Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari
4. Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas
2. Eks Dirjen Mendag Didakwa Perkaya Korporasi
Indra juga disebut jaksa memperkaya korporasi terkait pemberian persetujuan ekspor (PE) kepada sejumlah perusahaan. Padahal, perusahaan tersebut, kata jaksa, tidak memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu perbuatan Terdakwa telah memperkaya korporasi, yakni perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau," tutur jaksa.
Adapun perusahaan yang diperkaya adalah yang tergabung di dalam Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau. Jika ditotal jumlah keseluruhan dari data tiga grup perusahaan di atas totalnya Rp 2.444.268.716.884 (triliun).
3. Rincian Perbuatan Melawan Hukum Indra
Selain itu, jaksa mengungkapkan rangkaian perbuatan Indra yang dinilai melawan hukum dalam kasus korupsi minyak goreng ini. Setidaknya ada 7 perbuatan melawan hukum yang dilakukan Indra, sebagai berikut:
1. Memberikan persetujuan atas permohonan persetujuan ekspor (PE) dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yang diurus oleh Stanley MA yaitu: PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palm Oil Lestari, PT Pelita Agung Agri Industri, dan PT Permata Hijau Sawit, yang tidak memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
2. Memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yang diurus oleh Master Parulian Tumanggor, yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bio Energi Indonesia, yang tidak memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
3. Memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yang diurus oleh Pierre Togar Sitanggang yaitu PT. Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Wira Inno Mas, PT Megasurya Mas, dan PT Musim Mas Fuji, yang tidak memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
4. Mengarahkan tim verifikasi Inatrade agar tetap memproses PE yang tidak memenuhi persyaratan
5. Menggunakan data analisis atas realisasi komitmen (pledge) yang dibuat oleh Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dalam memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan eksportir, padahal analisis realisasi komitmen yang dibuat oleh Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei tidak menggambarkan kondisi realisasi distribusi dalam negeri yang sebenarnya.
6. Mengetahui dan menyetujui adanya penerimaan uang dalam rangka penerbitan PE dari Master Parulian kepada Farid Amir selaku Direktur Ekspor Produk Pertanian Dan Kehutanan pada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kemendag yang melakukan tugas verifikasi.
7. Memberikan rekomendasi secara lisan kepada Stanley MA untuk menggunakan PT Bina Karya Prima dalam melakukan pendistribusian DMO, padahal mengetahui bahwa PT Bina Karya Prima merupakan perusahaan eksportir yang juga mengajukan persetujuan ekspor (PE) dan mempunyai kewajiban DMO secara terpisah.
Atas perbuatan itu, Indra dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Simak peran Lin Che Wei pada halaman berikut.
Saksikan Video 'Eks Dirjen Daglu Kemendag Didakwa Rugikan Negara Rp 18 T di Kasus Migor':
4. Peran Lin Che Wei
Pada sidang ini, Jaksa juga mengungkapkan peran Lin Che Wei dalam kasus korupsi minyak goreng. Lin Che Wei disebut jaksa membuat analisis realisasi beberapa perusahaan hingga Indra Sari Wisnu Wardhana selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag memberikan izin ekspor ke beberapa pelaku usaha saat itu.
Dalam dakwaan yang dibaca jaksa, Lin Che Wei merupakan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Namun, meskipun Lin Che Wei merupakan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dia tidak pernah mendapatkan penugasan/penunjukan sebagai advisor atau sebagai analisis pada Kementerian Perdagangan.
Meski begitu, Lin Che Wei diikutsertakan dalam pembahasan kelangkaan minyak goreng oleh Kemendag. Keikutsertaanya itu hanya berdasarkan hubungan pertemanan saja.
"Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei diikutkan dalam pembahasan kelangkaan minyak goreng yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan hubungan pertemanan saja, dan untuk itu ia tidak memperoleh fee dari bantuan yang diberikan tersebut karena sejak awal tidak memiliki kontrak kerja maupun MoU dengan dengan Kementerian Perdagangan," kata jaksa.
Jaksa mengatakan, selain sebagai Tim Asistensi Menko Perekonomian, Lin Che Wei memiliki lembaga konsultan yang bernama IRAI. Jaksa menyebut selaku founder, dan melalui IRAI, Lin Che Wei pernah bertindak sebagai advisor perusahaan-perusahaan yang terkait dengan bisnis sawit dan bisnis minyak goreng yang mengajukan permohonan persetujuan ekspor, yaitu PT Wilmar Bio Energi Indonesia dan PT Musim Mas.
5. Eks Mendag Lutfi Disebut dalam Dakwaan
Peran Lin Che Wei dalam kasus minyak goreng ini dimulai sejak 14 Januari 2022. Dalam rapat itu, Lin Che Wei mengusulkan mengenai besaran DMO 20% melalui diskresi Mendag dengan mengadakan joint konsorsium dan kebun berkewajiban untuk mensuplai CPO sesuai luas lahan. Usulan tersebut diterima oleh Muhammad Lutfi selaku Menteri Perdagangan (Mendag) saat itu.
Dalam rapat tersebut, juga dibicarakan tentang adanya pemberian kemudahan kepada pelaku usaha untuk mengatur sendiri (self regulation) terkait keberimbangan antara ekspor dan minyak goreng yang didistribusikan di dalam negeri. Pertemuan itu menyepakati tiga hal yakni pelarangan dan pembatasan (Lartas) ekspor CPO, tidak dimasukkannya DMO 20% secara tegas dalam kebijakan yang akan diundangkan dan besaran DMO 20% atau diskresi Menteri Perdagangan melalui konsorsium serta; pemberian subsidi melalui BPDPKS.
Setelah rapat itu, Lin Che Wei juga mengikuti Rakortas di Kemenko Perekonomian. Dalam Rakortas itu juga berhasil disepakati beberapa hal di antaranya harga minyak goreng semua kemasan sebesar Rp 14.000/liter diseluruh Indonesia, ukuran kemasan 5 liter dan 25 liter diakomodir terutama untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha UMKM dan juga alokasi anggaran.
Lebih lanjut, peran lain Lin Che Wei adalah menjembatani pengusaha minyak goreng dengan pihak Kemendag. Jaksa mengatakan Lin Che Wei pada 10 Februari 2022 pernah menghubungi Lutfi selaku Mendag untuk menyampaikan beberapa keluhan pengusaha minyak tentang Permendagri 8/2022.
Atas keluhan Lin Che Wei itulah dia menyelenggarakan dua zoom meeting pada siang dan sore hari. Di rapat online tersebut ada Indra Sari Wisnu Wardhana dan sejumlah pengusaha dari Grup Wilmar dan rapat keduanya dengan Oke Nurman, rapat online itu untuk mensosialisasikan Permendagri 8/2022 sesuai usulan Lin Che Wei.
Lin Che Wei menyelenggarakan rapat online dan menjembatani pengusaha dan Kemendag tidak hanya hari itu saja. Tetapi, kegiatan itu terus berlangsung secara terus menerus tiap harinya sebagaimana uraian jaksa hingga 16 Februari 2022 dan seterusnya.
Hingga Indra Sari selaku Dirjen Daglu Kemendag memberikan izin ekspor ke pelaku usaha. Mengapa Lin Che Wei terlibat? Sebab, kata jaksa, Dirjen Daglu mengeluarkan izin ekspor atas rekomendasi Lin Che Wei.
"Meskipun mengetahui realisasi DMO minyak goreng di pasar dalam negeri tidak dipenuhi oleh pelaku usaha, namun Lin Che Wei tetap membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha, dan analisis realisasi pledge tersebut diserahkan kepada Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana yang selanjutnya dijadikan dasar dalam penerbitan persetujuan ekspor kepada pelaku usaha," tegas jaksa.
"Lin Che Wei telah membuat dan memberikan laporan realisasi komitmen (pledge) dalam bentuk tabel meskipun kenyataannya tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya karena sebenarnya minyak goreng di pasar dalam negeri masih terjadi kelangkaan dan jika pun ada harga minyak goreng mahal berada di atas angka HET yang ditetapkan Pemerintah," sambung jaksa.
6. Bagi-bagi Rp 100 Juta yang Ditujukan ke Eks Dirjen
Jaksa mengatakan Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan pada Ditjen Daglu Kemendag Farid Amir menerima uang SGD 10 ribu dari Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Dr Master Parulian Tumanggor. Uang senilai SGD 10 ribu itu, jika dirupiahkan, setara dengan Rp 100 juta.
Jaksa menyebut uang itu sejatinya diperuntukkan buat Indra Sari Wisnu Wardhana. Namun uang itu digunakan oleh Farid Amir.
Penyerahan uang itu, kata jaksa, terjadi pada Februari 2022 di mana saat itu Indra Sari memanggil Farid Amir untuk menghadap ke ruangannya dan di dalam ruangan tersebut sudah ada beberapa tamu, di antaranya Dr MP Tumanggor, Stanley MA (perwakilan Musim Mas), Cherry (Pacific Medan Industry), dan Manumpak Manurung (Apical Group). Jaksa menyebut saat itu MP Tumanggor langsung memisahkan diri dan meminta Farid Amir menemuinya.
"Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana menyampaikan agar Farid Amir bisa menerima Dr MP Tumanggor ke ruangan Farid Amir untuk menghadap. Setelah berada di ruangan Farid Amir, MP Tumanggor kemudian memberikan amplop dan menyampaikan kepada Farid Amir jika Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana meminta Dr MP Tumanggor untuk memberikan uang tersebut kepada tim yang memproses persetujuan ekspor," ungkap jaksa.
Jaksa menyebut saat itu Farid Amir bersedia menerima uang. Sebab, Tumanggor mengatakan itu perintah dari Indra Sari.
"Beberapa hari kemudian Farid Amir melakukan konfirmasi terkait penerimaan uang yang diterimanya dari Dr MP Tumanggor kepada Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana yang kemudian mengatakan 'iya'. Isi amplop tersebut sebesar SGD 10 ribu atau setara dengan Rp 100.000.000 (juta)," jelas jaksa.
Jaksa mengatakan Indra Sari sudah mengetahui adanya penyerahan uang itu. Namun uang itu tidak dinikmati Indra, melainkan dibagi ke tim verifikator perizinan ekspor minyak goreng di Kemendag.
"Selanjutnya uang sejumlah SGD 10 ribu kemudian dibagikan oleh Farid Amir kepada tim verifikator penerbitan PE dalam sistem Inatrade, yaitu Ringgo, Demak Marseulina, Almira, Sabrina, dan Fadro," kata jaksa.
Simak rincian kerugian negara Rp 18 T pada halaman berikut.
7. Rincian Kerugian Negara Rp 18 T
Jaksa mengatakan negara merugi senilai Rp 18 triliun dari kasus ini. Jaksa menyebut Rp 18 T itu terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
"Bahwa Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 (triliun) dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925 (triliun)," ujar jaksa.
Jika ditotal dari jumlah tersebut, kerugian negara senilai Rp 18.359.698.998.325 (triliun).
Adapun angka Rp 12.312.053.298.925 itu dihitung berdasarkan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada tanggal 15 Juli 2022, yang dihitung selama periode 15 Februari hingga 30 Maret 2022. Dengan rincian:
- Kerugian rumah tangga sebesar Rp 1.351.911.733.986,-
- Kerugian dunia usaha sebesar Rp 10.960.141.557.673,-
Sedangkan sisanya, sekitar Rp 6 triliun, didapat dari hitungan Indra memperkaya korporasi. Berikut rincian korporasi yang disebut jaksa diperkaya oleh Indra Sari karena izin ekspor minyak goreng. Berikut rinciannya:
- Perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar seluruhnya sebesar Rp 1.693.219.882.064 (triliun).
- Perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau seluruhnya sebesar Rp 124.418.318.216,- (miliar).
- Perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas seluruhnya sebesar Rp 626.630.516.604,- (miliar).
Jaksa mengatakan dari kegiatan ekspor minyak goreng yang disetujui Indra Sari itu memperoleh keuntungan tidak sah.
"Bahwa keuntungan ekspor yang tidak sah (illegal gain) untuk masing-masing perusahaan tersebut, dihitung berdasarkan selisih harga rata-rata internasional minyak goreng dengan harga rata-rata minyak goreng di pasar domestik dikalikan dengan kekurangan CPO/minyak goreng untuk distribusi dalam negeri/domestic market obligation (DMO)," katanya.
Jaksa mengatakan harga rata-rata internasional minyak goreng pada Februari-Maret 2022 sebesar USD 1.628.243/ton atau senilai Rp 23.609.523 (berdasarkan kurs USD 1 = Rp 14.500). Sementara harga rata-rata minyak goreng di pasar domestik Februari-Maret 2022 sebesar Rp 14.250,500/liter.
"Dengan demikian, terdapat selisih antara harga internasional dengan harga domestik untuk minyak goreng sebesar Rp 8.509,112/liter. Selisih harga tersebut dikalikan dengan total kekurangan CPO/minyak goreng untuk distribusi dalam negeri/domestic market obligation (DMO)," jelas jaksa.
Jaksa kemudian menghubungkan dengan arahan Presiden Jokowi yang memerintahkan jajarannya memberikan BLT ke 20,5 juta PKH dan 2,5 juta PKL. Bantuan itu berupa uang Rp 300 ribu dirapel untuk tiga bulan, jadi sebulan Rp 100 ribu.
Dari arahan itulah Mensos menetapkan anggaran untuk BLT khusus minyak goreng adalah Rp 6.194.850.000.000 (triliun). Angka inilah yang dijadikan jaksa sebagai kerugian negara.
"Akibat perbuatan Terdakwa Indra Sari bersama-sama dengan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Master Parulian Tumanggor, Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang mengakibatkan kerugian Keuangan Negara seluruhnya sejumlah Rp 6.047.645.700.000 (triliun)," ucap jaksa.
"Dari kerugian negara tersebut, terdapat kerugian negara sebesar Rp 2.952.526.912.294,45 (triliun) yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah dari diterbitkannya PE atas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Permata Hijau dan Grup Musim Mas," imbuh jaksa.
Mengapa angka anggaran BLT Rp 6 triliun lebih disebut jaksa masuk sebagai kerugian negara? Sebab, dengan tidak tersalurnya minyak goreng secara utuh, maka negara harus mengeluarkan BLT yang anggarannya senilai Rp 6 triliun.
"Kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO. Dengan tidak disalurkannya DMO dan negara harus mengeluarkan dana BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen," papar jaksa.
"Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan," pungkas jaksa.
8. Lin Che Wei Protes soal Jabatan di Dakwaan
Pada sidang ini, Lin Che Wei mengklaim tidak paham isi dakwaan kasus korupsi terkait pemberian fasilitas dalam ekspor bahan baku minyak goreng. Protes yang dilayangkan Lin Che Wei itu terkait dengan jabatannya.
Mulanya, hakim ketua Liliek Prisbawono Adi bertanya kepada satu per satu terdakwa apakah mengerti terkait dakwaan jaksa penuntut umum. Pertama, hakim bertanya kepada mantan Dirjen Daglu Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana.
"Saudara Wisnu, mengerti apa yang dibacakan?" tanya hakim Liliek saat sidang.
"Mengerti," kata Wisnu.
"Saudara Master Parulian mengerti?" tanya hakim lagi.
"Mengerti," jawab Parulian.
Tibalah giliran Lin Che Wei yang ditanya hakim. Lin Che Wei mengaku tidak mengerti dakwaan jaksa.
"Saudara Lin Che Wei mengerti?" tanya hakim.
"Tidak mengerti, Pak," jawab Lin Che Wei.
Hakim ketua Liliek menyebut apa yang tidak dimengerti oleh Lin Che Wei akan dijelaskan kembali oleh jaksa. Hakim ketua Liliek kembali bertanya apakah Lin Che Wei secara garis besar sudah mengerti apa yang didakwakan jaksa. Lagi-lagi, Lin Che Wei mengaku tidak mengerti.
"Ada beberapa poin yang saya tidak mengerti," kata Lin Che Wei.
"Kalau poin-poinnya Saudara akan dalam pemeriksaan berikutnya, tapi secara garis besar apa yang didakwakan perbuatan Saudara apakah Saudara mengerti?" tanya hakim.
"Tidak mengerti, Pak," jawab Lin Che Wei.
Hakim lalu meminta jaksa kembali membaca kesimpulan dakwaan. Jaksa pun membacakannya lagi.
"Kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas PE, produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO. Dengan tidak disalurkannya DMO dan negara harus mengeluarkan dana BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen. Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT, tambahan khusus minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan," papar jaksa.
Lin Che Wei mengaku masih belum memahami isi dakwaan. Rupanya Lin Che Wei tak terima dengan dakwaan jaksa yang mencampuradukkan jabatannya.
"Itu pada prinsipnya, intinya, tapi nanti dalam pemeriksaan saksi-saksi nanti kami memberikan kesempatan kepada Saudara, bisa Saudara pahami?" tanya hakim.
"Saya tidak paham dengan dakwaan ini, karena pertama, penuntut umum mencampuradukkan kedudukan saya, seperti yang tadi yang saya sebutkan, bahwa jabatan saya adalah tim asistensi yang menjadi mitra diskusi, namun selama ini di dalam identitas dan semua pertanyaan disebutkan bahwa saya konsultan tanpa kontrak," kata Lin Che Wei.
"Nanti kita akan pertimbangkan, dalam pemeriksaan-pemeriksaan berikutnya ya," ujar hakim.
Lin Che Wei pun melalui kuasa hukumnya, mengajukan eksepsi. Sama seperti Lin Che Wei, 4 terdakwa lainnya termasuk mantan Dirjen Daglu Kemendag Indra Sari Wisnu juga mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa.
9. Terdakwa Minta Eks Mendag Lutfi Tanggung Jawab
Pengacara terdakwa Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang, mengklaim kliennya dirugikan karena kebijakan pemerintah dalam kasus ini. Menurut pengacara, pelaku usaha dirugikan oleh kebijakan pemerintah sehingga mereka juga harus bertanggung jawab.
"Pertama, kalau dikatakan memperkaya malahan faktanya sebetulnya kita yang dirugikan karena kebijakan yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan inkonsistensi. Dengan demikian, sebetulnya, yang harus kita mintai pertanggungjawaban adalah Menteri Perdagangan yang membuat kebijakan-kebijakan menjadikan produsen menjadi korban ini yang sangat penting," kata Juniver usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8).
Dia menyebut kliennya hanya menjadi korban kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah. Dia mengaku akan mengajukan eksepsi untuk kliennya yang kini duduk sebagai terdakwa dalam kasus korupsi minyak goreng.
"Nanti akan kami sampaikan di dalam eksepsi apa yang kami mengalami kerugian terhadap kebijakan-kebijakan tersebut," kata Juniver.
"Tidak menutup kemungkinan kami meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah yang mengakibatkan produsen ini, khususnya klien kami mengalami kerugian," imbuhnya.