Perceraian di satu sisi menyelesaikan masalah, tapi di sisi lain juga menyisakan masalah. Salah satunya hak pengasuhan anak. Bagaimana ceritanya?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:
Pagi detik's Advocate
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama-tama saya ucapkan terima kasih detikcom telah membuka rubrik konsultasi hukum. Jadi kami pembaca bisa menanyakan berbagai masalah sehari-hari.
Saya menikah dan memiliki 1 anak putri yang kini berusia 5 tahun. Pada awal 2022, saya sudah resmi bercerai dengan istri saya dengan putusan hak asuh anak jatuh ke mantan istri saya.
Minggu berganti bulan, saya kangen putri saya. Tapi saat mau bertemu, mantan istri tidak membolehkan dengan alasan putusan pengadilan agama menjatuhkan hak pengasuhan anak ke ibu.
Pertanyaan saya, apakah saya masih berhak bertemu anak saya? Semat terpikir membawa kabur anak saya gara-gara tidak diperbolehkan oleh mantan istri.
Demikian pertanyaan saya.
Terima kasih
Agus
Bandung
JAWABAN:
Terima kasih atas pertanyaannya
Semoga masalah Anda dan mantan istri Anda cepat selesai.
Pengasuhan Anak Selepas Perceraian di Mata Hukum
Menurut Pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian memiliki akibat hukum terhadap anak. Baik ibu maupun ayah tetap berkewajiban memelihara, mendidiknya berdasarkan kepentingan anak, serta tetap bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak.
Hal yang harus diutamakan dalam perceraian adalah kepentingan terbaik anak. Jika terjadi perselisihan akibat hak asuh, maka pengadilan yang akan memutuskan anak akan ikut dengan siapa.
Biasanya, pengadilan akan memberikan hak asuh perwalian dan pemeliharaan kepada ibu jika anak masih di bawah umur yang menurut Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yaitu belum berusia 12 tahun. Jika anak sudah bisa memilih, ia diperbolehkan memilih ingin diasuh oleh ayah atau ibunya.
Sedangkan pihak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak adalah ayah. Bila ternyata ayah tak sanggup memenuhi kewajiban tersebut, maka pengadilan akan memutuskan bahwa ibunya ikut menanggung biaya kebutuhan anak.
Tapi, hak asuh anak juga tidak tertutup kemungkinan diberikan kepada sang ayah kalau ibu tersebut memiliki kelakuan yang tidak baik, serta dianggap tidak cakap untuk menjadi seorang ibu, terutama dalam mendidik anaknya.
Simak juga Video: Sederet Kasus Perceraian di Ponorogo Berujung Pembongkaran Rumah
Kasus Konkret
Dalam kasus Anda, karena sudah ada putusan dalam perceraian yang memutuskan hak asuh anak jatuh pada ibu maka sebaiknya saudara meminta izin/menginformasikan kepada istri saudara jika ingin mengajak anak pergi.
Sebab, jika pengadilan telah memberikan putusan bahwa hak asuh jatuh pada ibunya, maka ayah tetap masih memiliki hak sebagai berikut:
1. hak untuk berkunjung menemui anak
2. hak untuk menjadi wali nikah anak perempuan (sesuai Kompilasi Hukum Islam)
3. hak waris.
Bagaimana bila membawa kabur anak?
Jika saudara tetap akan membawa anak saudara tanpa izin dari mantan istri maka saudara dapat dikatakan telah melanggar Pasal 330 KUHP yang berbunyi:
1. Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2. Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Dari penjelasan pasal di atas, maka yang dapat diancam hukuman adalah orang yang dengan sengaja menarik (merebut/melarikan) orang yang belum cukup umur dari kekuasaan orang yang berhak, yaitu pemegang hak asuh anak.
Orang yang belum cukup umur adalah orang yang belum berumur 21 tahun atau belum pernah kawin, baik laki-laki maupun perempuan. Yang terpenting adalah harus dapat dibuktikan pula bahwa pelaku yang menarik (merebut/melarikan) itu, bukan anaknya sendiri (dengan kemauan sendiri) yang melepaskan (lari) dari orang tuanya.
Oleh karena itu, tindakan ayah yang membawa anak yang hak asuhnya sebenarnya berada pada ibunya dapat dikatakan sebagai tindak pidana dalam konteks pasal 330 KUHP di atas.
Kesimpulan:
Yang paling mengerti permasalahan anda dan mantan istri anda adalah saudara sendiri. Oleh sebab itu, jalan keluar terbaik adalah musyawarah mufakat. Selain itu, harus dicari pihak keluarga yang bisa ikut menjadi mediator menyelesaikan masalah tersebut.
Selain itu, harus diberi pengertian juga kepada mantan istri bahwa sebagai ayah, masih boleh berkunjung bertemu anaknya. Karena hubungan biologis tidak bisa terputus.
Adapun masalah hukumnya, anda harus memahami posisi di mata hukum. Jangan ambil risiko hukum jika ingin membawa kabur anak meski anda adalah orang tuannya.
Demikian jawaban kami
Terima kasih
Tim pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
![]() |
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke e-mail: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.