Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih kerap terjadi di berbagai daerah. Lalu apakah seorang suami yang tidak memberi nafkah kepada istrinya bisa dikenai pidana?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate:
Halo detik's Advocate
Saya mau konsultasi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mama saya kerap juga tidak diberi nafkah bulanan dengan alasan Papa tidak ada pekerjaan yang pasti. Papa juga pernah memvideokan ucapan yang menjelek-jelekkan Mama. Tapi Mama belum berani mengambil langkah hukum, baik menceraikan atau lapor ke kepolisian.
Lalu sebetulnya bagaimana secara hukum dalam kasus Mama-Papa saya?
Pembaca detikcom juga bisa mengirim pertanyaan serupa dengan dikirim ke e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut jawabannya:
Terima kasih atas pertanyaannya.
Dwi
Sulsel
Pertama, hubungan rumah tangga diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Keduanya memberikan kewajiban kepada suami untuk memberikan segala kebutuhan berumah tangga.
Dalam KHI Pasal 80 ayat (2) dan ayat (4) huruf a, b, c menyatakan:
"Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Suami juga dibebani untuk menanggung;
a. nafkah, kiswah, tempat kediaman bagi isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak"
Dengan demikian, peraturan perundang-undangan hanya membebankan nafkah dan penghidupan kepada suami. Namun, UU Perkawinan tidak memberikan sanksi pada suami apabila suami tidak menjalankan kewajiban sebagaimana disebutkan di atas.
Tapi UU Perkawinan memberikan ruang bagi istri untuk mengajukan gugatan perceraian dengan alasan suami tidak memberi nafkah dan menjalankan kewajibannya.
Ancaman pemidanaan terhadap orang yang meninggalkan orang yang perlu ditolong. Pasal 304 menyatakan:
'Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah'
Sedangkan kekerasan dalam rumah tangga/KDRT, Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Sedangkan perbuatan penelantaran sendiri mulai diakui sebagai delik pidana pada tahun 2002 melalui UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 77 huruf b dan c UU Perlindungan Anak menyatakan:
"Setiap orang yang melakukan tindakan penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial; dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)."
Ketentuan itu selanjutnya dilengkapi melalui UU tentang Perlindungan Anak. Pasal Pasal 76B menyatakan:
"Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran."
Berdasarkan UU Perlindungan Anak, perbuatan penelantaran terhadap anak diancam dengan ancaman pidana penjara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77B sebagai berikut:
"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76B, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)."
Penelantaran dalam UU Perlindungan Anak hanya ditujukan untuk melindungi orang berusia anak, yaitu yang belum berumur 18 tahun. Sementara penelantaran dalam UU PKDRT memperluas jangkauannya tidak hanya untuk anak tetapi juga istri dan untuk siapapun orang yang berada dalam lingkup rumah tangga.
Adapun UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Pasal 9 mengatur:
Ruang lingkup penelantaran rumah tangga adalah sebagai berikut:
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Simak juga 'Di-ghosting Pasangan, Bolehkah Saya Nikah Lagi?':
Sementara itu, Pasal 49 UU PKDRT mengatur ketentuan pidana atas perbuatan penelantaran rumah tangga sebagai berikut:
"Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2)."
Mencermati Pasal 9 ayat (1) itu, seseorang akan dianggap menelantarkan rumah tangga jika menurut hukum yang berlaku baginya diwajibkan untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan. Merujuk pada Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan, maka kewajiban pemenuhan itu ada pada suami/ayah, karena yang memiliki kewajiban memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan dalam sebuah keluarga adalah suami/ayah.
Aturan tentang Pencemaran Nama Baik
Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE disebutkan bahwa pelaku pelanggaran dapat dihukum berat. Setidaknya kurungan 6 tahun di balik jeruji menanti pelaku dengan denda paling banyak Rp 100 miliar. Jika isi video tersebut berisi muatan porno, maka penyebaran konten pornografi.
Dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE, disebutkan bahwa salah satu perbuatan yang dilarang dalam penyebaran sebuah konten adalah penyebaran atas konten yang bermuatan asusila. Bunyi Pasal 27 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Ancaman pidana terhadap pelanggar diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016, yaitu:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Apabila dalam kasus ini terdapat unsur pengancaman dari pelaku, maka dengan menggunakan KUHP, pelaku yang mengancam Anda tersebut dapat dituntut pidana berdasarkan Pasal 369 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Langkah Hukum
1. Sebagai langkah awal Anda dapat meminta pertemuan keluarga besar untuk membahas bersama mencari solusi.
2. Anda dapat mengadukan orang tersebut melalui laman Aduan Konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
3. Anda dapat melaporkan kejadian tersebut kepada penyidik cyber crime Polri atau melaporkan langsung ke penyidik dan Anda akan diminta membuat laporan kejadian disertai dengan bukti awal.
4. Anda bisa melaporkan ke Polri di kantor Polres terdekat terkait KDRT yang dialami ibu anda.
Terima kasih
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
![]() |
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.