Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar akan menjalani sidang etik terkait dugaan penerimaan fasilitas MotoGP Mandalika hari ini. Berbagai isu juga bermunculan menjelang sidang etik Lili digelar. Lantas, di manakah saat ini Lili berada?
Berdasarkan informasi yang dihimpun detikcom, Lili disebut hadir pada saat KPK menggelar kegiatan Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk Partai Golkar, Selasa (28/6). Kegiatan tersebut dilaksanakan di Ruang Auditorium Randi-Yusuf Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.
Namun, hingga saat ini belum diketahui keberadaan Lili menjelang pelaksanaan sidang etik. Selain itu, dari informasi yang dihimpun detikcom, Lili diketahui tengah berdinas ke luar kota pada Jumat (1/7), tapi setelah itu belum diketahui lagi di mana Lili berada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, diketahui Lili berada di Bali terkait dengan Pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20. Dari foto yang didapat, tampak Lili bersama dengan Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata tengah berada di acara tersebut.
Redaksi detikcom sudah mencoba melakukan konfirmasi perihal keberadaan Lili ke KPK. Namun Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dan Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kurding belum memberikan respons.
Isu Lili mundur dari KPK sempat mencuat menjelang digelarnya sidang etik. Namun, KPK tidak menjawab secara pasti apakah benar atau tidak Lili Pintauli mundur.
"Informasi yang kami peroleh sampai dengan saat ini, Pimpinan KPK Ibu Lili Pintauli Siregar belum mengonfirmasi perihal tersebut dan masih berkonsentrasi menjalankan tugasnya serta agenda-agenda penugasan lainnya untuk beberapa waktu ke depan," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (1/7/2022).
Selain itu, Lili diisukan sempat ingin memberi suap demi lolos dari sidang etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas KPK mengaku tidak mendengar desas-desus itu.
"Saya tidak dengar tuh, baru tahu sekarang. Apa ada infonya yang akurat tolong disampaikan," ujar Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, Senin (4/7/2022).
Sementara itu, anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, juga mengaku tidak tahu mengenai isu Lili ingin menyuap Dewas KPK terkait sidang etik. Dia juga mengatakan sidang etik terhadap Lili tetap digelar.
"Pastinya saya tidak tahu," ujarnya.
Simak halaman selanjutnya
KPK Yakin Dewas Profesional
Pihak KPK menegaskan Dewas bakal profesional tanpa terpengaruh hal yang seharusnya tidak mempengaruhi independensi mereka.
"Pada prinsipnya KPK menghormati seluruh proses di Dewas sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37B UU KPK. KPK menyakini, setiap tahapan dilakukan secara profesional sesuai fakta dan penilaian Dewas," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (4/7/2022).
Ali mengatakan pihaknya percaya Dewas KPK akan mengumumkan hasil sidang etik Lili kepada masyarakat secara transparan. Ali meminta seluruh pihak menghormati proses yang tengah dilakukan Dewas KPK.
"Hasilnya pun akan disampaikan kepada masyarakat sebagai prinsip akuntabilitas dan transparansi. Oleh karenanya, mari kita hormati proses yang sedang berlangsung ini, karena penegakan kode etik oleh Dewas adalah bagian untuk memperkuat pemberantasan korupsi KPK," kata Ali.
Tak Ada Opsi Sanksi Pecat
Ancaman menanti jelang sidang etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terkait dugaan penerimaan fasilitas MotoGP Mandalika. Dalam sidang etik ini, tidak ada opsi sanksi pemecatan untuk Lili.
Sebagaimana diketahui, persidangan etik untuk Lili itu akan digelar secara tertutup, kecuali pembacaan putusannya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Dewas KPK (Perdewas) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Lebih tepatnya aturan itu termaktub pada Pasal 8 ayat (1), yang isinya sebagai berikut:
Majelis menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik secara tertutup, kecuali pembacaan putusan yang dilakukan secara terbuka.
Terkait sanksi etik untuk Lili pun sudah tertuang dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 3 Tahun 2021. Aturan ini merupakan yang terbaru menggantikan aturan sebelumnya.
Pasal 9
(1) Tingkat Sanksi terdiri dari:
a. Sanksi Ringan;
b. Sanksi Sedang; dan
c. Sanksi Berat.
(2) Dalam hal suatu peristiwa Pelanggaran Etik terdapat beberapa perbuatan dengan tingkat sanksi yang berbeda-beda maka Sanksi yang dijatuhkan adalah Sanksi yang
terberat:
(3) Dalam hal terjadi pengulangan Pelanggaran Etik oleh Insan Komisi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dihitung sejak penjatuhan Sanksi, maka Insan Komisi dimaksud dijatuhkan Sanksi satu tingkat di atasnya.
Pasal 10
(1) Jenis Sanksi Ringan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf a untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Lisan; atau
b. Teguran Tertulis.
(2) Jenis Sanksi Sedang sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf b untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) selama 6 (enam) bulan; atau
b. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 20% (dua puluh persen) selama 6 (enam) bulan.
(3) Jenis Sanksi Berat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf c untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 40% (empat puluh persen) selama 12 (dua belas) bulan; atau
b. Diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas atau Pimpinan.
(4) Format surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Bila merujuk pada pasal-pasal di atas, bisa disimpulkan bahwa sanksi terberat yang bisa mengancam pimpinan KPK ataupun pimpinan Dewas KPK adalah 2 hal, yaitu teguran tertulis serta pemotongan gaji 40 persen selama setahun dan diminta mengundurkan diri. Tidak ada sanksi yang menyebutkan pimpinan KPK atau pimpinan Dewas KPK melakukan pelanggaran etik berat bisa diberhentikan tidak dengan hormat.