Selain keris, Tjahjo Kumolo gemar mengoleksi buku. Ribuan buku memenuhi jejeran rak panjang di ruang kerjanya sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB). Buku-buku itu merupakan koleksinya selama menjadi Menteri Dalam Negeri, 2014-2019. Selain politik dan filsafat, biografi sejumlah tokoh dunia menghiasi rak bukunya.
Setelah mewawancarainya untuk program Blak-blakan detikcom, 8 Juni 2020, kami diizinkan untuk melihat-lihat koleksi buku, lukisan, dan foto-foto yang dipajang berderet di beberapa dinding kamar kerjanya. Melihat saya membuka-buka buku legendaris, 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat' karya Cindy Adams, dia tersenyum. "Kalau tertarik silakan ambil saja, Mas. Saya masih ada beberapa," ujarnya. Tjahjo juga tak keberatan ketika saya memintanya membubuhkan tanda tangan di buku tersebut.
Selain ribuan buku, dua bilah keris menjadi penghias meja kerjanya. Salah satunya berukiran huruf Arab. Sejak menjadi mahasiswa di Semarang Tjahjo mengaku biasa berburu keris dan berbagai senjata ke pelosok daerah di Nusantara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lelaki kelahiran Solo, 1 Desember 1957, itu mengaku sebagian merupakan pemberian orang lain. Percaya atau tidak, ada keris yang dikoleksinya muncul begitu saja secara gaib. Tempat-tempat keramat juga menjadi lokasi yang lazim dikunjungi Tjahjo. Ia suka bersemedi di makam para sunan (Wali Songo). "Paling banyak ya di makam Sunan Kalijaga (di Kelurahan Kadilangu, Kabupaten Demak) karena saya masih trahnya," tutur Tjahjo.
![]() |
Koleksi keris di kediamannya ada lebih dari seratus buah yang berasal dari Kerajaan Kediri, Singosari, Mataraman (Yogyakarta dan Solo), hingga Madura dan Bali. Ada keris pegangan raja, patih, para menteri, panglima perang, dan lainnya. Tiga keris asal Bali dan Jawa, serta golok berbahan baja sepanjang lebih dari satu meter yang badannya bertuliskan doa-doa berbahasa Arab pernah disertakan dalam Pameran Keris Nusantara di Gedung DPR-RI, 20 Mei 2015.
Toh begitu Tjahjo merasa jumlah koleksinya masih kalah banyak dibandingkan dengan politisi Partai Gerindra, Fadli Zon. "Dia punya keris Minangkabau dan daerah lain di Sumatera. Saya punya juga keris (dari) Makassar," ujarnya.
Sebelum resmi menjadi koleksi pribadinya, pada 4 Juni 2018, Tjahjo Kumolo pernah melaporkan keris komando bertakhta intan dari masa Majapahit di abad ke-14 ke KPK. Bersama koleganya sesama kolektor, setiap 1 Suro dia biasa menggelar acara khusus untuk membersihkan keris.
Selain keris, yang menjadi koleksi di rumahnya di kawasan Jalan Potlot, Kalibata, adalah foto-foto jadul, lukisan, hingga patung berunsur hewan, dari gajah sampai harimau. Tjahjo Kumolo juga mengoleksi batu dari Gunung Lawu pada 1985.
Simak video 'Istri Tjahjo: Saya Ingat Bapak Ingin Meninggal Dalam Tugas':
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
Saya mulai mengenal nama Tjahjo Kumolo saat dia memimpin KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), 1990-1993. Sebelum hijrah ke PDI Perjuangan, alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada 1985 itu berkiprah di Golkar. Tapi, di awal reformasi, ketika Golkar berubah menjadi Partai Golkar lewat Munas Luar Biasa, 1998, dia tak ikut bergabung. Dalihnya, tak merasa cocok dengan Akbar Tandjung, yang memimpin partai itu.
Tjahjo kemudian sempat hendak merapat ke Partai Keadilan dan Persatuan (PKP). Partai itu disiapkan Jenderal (Purn) Edi Sudradjat setelah kalah suara dari Akbar Tandjung memperebutkan Golkar.
Belum resmi bergabung, Tjahjo Kumolo ditawari Panda Nababan bergabung ke PDI Perjuangan. Wartawan kawakan yang juga pendiri PDI Perjuangan itu segera mengajaknya bertemu Megawati dan Taufiq Kiemas di Kebagusan.
"Saya ikut mobil Tjahjo. Saya masih ingat mobil dia saat itu Volvo tua, sudah butut," tulis Panda dalam otobiografinya, 'Lahir Sebagai Petarung'. Dia mengaku kemudian belasan kali membawa Tjahjo agar bisa dekat dengan Mega dan Taufiq.
Cerita berbeda diungkap dalam buku, 'Tanpa Rakyat Pemimpin Tak Berarti Apa-Apa: Jejak Langkah 60 Tahun Taufiq Kiemas'. Di situ disebutkan bila Tjahjo berusaha masuk PDI Perjuangan melalui pengurus DPD PDI DKI Jakarta seperti Santayana Kiemas dan Audi Tambunan. Gayung bersambut, karena PDI pun sejatinya tengah mencari figur-figur politikus berpengalaman.
Saat bertemu di Kebagusan, Tjahjo pun langsung diminta membantu PDI Megawati. "Yo, lu masuk bantu partai, ya!" kata Taufiq. Dengan jam terbang yang dimiliki sebelumnya, di 'Kandang Banteng' Tjahjo langsung dipercaya sebagai Direktur SDM Litbang DPP PDIP, 1999-2002. Di DPR dia menjadi Ketua Fraksi selama dua periode, 2004-2009, 2009-2014. Pada Kongres III PDIP, Megawati menunjuk Tjahjo sebagai Sekretaris Jenderal PDIP (2010-2015) menggantikan Pramono Anung yang menjadi Wakil Ketua DPR (2014-2019).
Saat Jokowi menjadi Presiden, Megawati menitipkan suami dari Erni Guntarti itu untuk menjadi Menteri Dalam Negeri, 2014-2019. Di periode kedua, Tjahjo diminta membenahi birokrasi dengan menjadi Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Kinerjanya sebagai MenPAN-RB tergolong baik. Lembaga Klimatologi Politik pernah mencatatkan soal ini. Tjahjo disebutkan mampu menerapkan aturan-aturan yang baik di lingkungan kementerian. Khusus menjelang pilkada, langkah-langkah yang telah dilakukannya juga dianggap bagus, mengingat Kementerian Dalam Negeri bersama Kementerian PAN-RB sedang mengampanyekan gerakan netralitas PNS menghadapi pilkada serentak.
Saat PDI Perjuangan menggelar rakernas, 21-23 Juni, sosok Tjahjo Kumolo tak terlihat di deretan elit partai itu. Rupanya sejak sepekan sebelumnya dia menjalani perawatan intensif di RS Abdi Waluyo. Selain keletihan, belakangan diketahui dia mengidap sakit paru-paru, diabetes, dan asam urat.
Di hari baik, Jumat (1/7/2022), Tjahjo Kumolo mengembuskan napas terakhir, meninggalkan Rahajeng Widyaswari, Karunia Putripari Cendana, dan Arjuna Cakra Candrasa. Tjahjo Kumolo dimakamkan di TMP Kalibata. Selamat jalan menuju keabadian, Mas Tjahjo....