Usai komplain menyeruak soal kondisi jalanan sekitar Tebet Eco Park yang berjubel, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup sementara ruang terbuka hijau di Jakarta Selatan ini. Penutupan tersebut rupanya mendapat respons positif.
Salah seorang karyawan yang bekerja di kawasan taman, Tari (26), mengatakan di satu sisi dirinya menyayangkan taman yang ditutup sementara tersebut.
Sebab, kata dia, kini masyarakat tidak bisa beraktivitas di area dalam taman. Akibatnya, pengunjung ke tempat dia bekerja pun menjadi berkurang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya sedih ya karena kan biasanya banyak orang. Tadinya kita bisa jalan-jalan juga di dalam. Apalagi saya kerja di sini (kafe), jadi banyak pelanggan yang datang juga," kata Tari saat ditemui, Sabtu (18/6/2022).
Namun, di satu sisi, dirinya senang dengan penutupan sementara tersebut. Sebab, kata dia, suasana akhir pekan di kawasan Tebet Eco Park sangat ramai. Bahkan dia sempat telat masuk bekerja karena akses jalan yang terhalang.
"Tapi di satu sisi kalau sudah weekend kita hectic banget, sampe mau ke sini pun susah karena banyak orang kan ke sini puluhan ribu katanya," kata dia.
![]() |
Selanjutnya, kata warga sekitar:
Simak Video 'Maaf, Tebet Eco Park Tutup Sementara hingga Akhir Juni':
Kata Warga Sekitar
Yusuf (36), salah seorang warga sekitar, senang dengan penutupan sementara Tebet Eco Park. Sebab, pada akhir pekan sering terjadi kemacetan luar biasa di sana.
"Buat saya, warga yang sering lewat sini kasihan juga buat yang pada pengin merasakan taman ini. Tapi lebih penting di sini kan ada orang lokalnya juga yang pasti sering lewat di sini jalurnya jadi terhambat," kata Yusuf.
Bahkan kata Yusuf, jarak tempuh dari rumahnya menuju pasar yang sebelumnya bisa dijangkau selama 5 menit pada akhir pekan menjadi 30 menit lamanya. Yusuf mengatakan situasi tersebut terjadi juga di hari kerja.
"Harusnya dari rumah ke pasar cuma 5 menit kemudian bisa menjadi setengah jam (30 menit) atau 20 menit. Kan jadi hal yang nggak biasa kita rasakan. Itu di pagi atau di sore hari, hari biasa juga lumayan. Akhir pekan lebih parah," ujarnya.
Yusuf menuturkan hal tersebut terjadi karena akses jalan yang terhambat. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya pengunjung taman memarkirkan kendaraannya sembarangan.
"Misalnya kita lewat sini, banyak yang berhenti. Itu misal lima mobil, satu mobilnya 3 menit saja, lima mobil sudah 15 menit. Itu yang sara rasakan," tuturnya.
![]() |
Selain parkir liar pengunjung taman, Yusuf menambahkan, alasan lainnya adalah pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan sembarangan. Bahkan kata dia, PKL bisa menggunakan setengah ruas jalan.
"Nah itu (penyebabnya) termasuk (PKL). Jadi si pedagangnya ambil jalan bisa sampai setengah. Memang rame banget," jelasnya.
Selain itu, Yusuf menyambut baik pemberlakuan zona emisi rendah. Sebab, dengan diberlakukannya hal tersebut, tidak sembarangan orang bisa melintas dan juga berjualan di sekitar kawasan taman.
"Saya bisa jalan nih, bisa nikmati lagi dulu suasananya begini. Paling 100 (orang) tapi kan tersebar gitu. Harusnya kita bisa lari pagi atau sore seminggu bisa dua sampai tiga kali, sekarang dengan jumlah pengunjung yang banyak kemarin kita nggak mungkin bisa olahraga," jelasnya.
![]() |
Ke depannya, Yusuf berharap pemerintah segera membenahi permasalahan yang ada di Tebet Eco Park. Mulai ketersediaan lahan parkir hingga penertiban pedagang kaki lima.
Bahkan, jika perlu, Yusuf menuturkan perlu dibuat peraturan terkait hari operasional pengunjung di Tebet Eco Park tersebut.
"Harusnya di-manage tuh traffic-nya, buka tutupnya harus begini jelas. Misal dalam satu minggu dibuka untuk bener-bener umum mobil masuk untuk parkir atau pedagang itu cuma tiga kali seminggu, weekend aja, Jumat-Sabtu-Minggu deh," kata dia.
"Kebersihan dan traffic sudah pasti. Hari operasionalnya diatur sedemikian rupa. Misal bukan warga sekitar nggak boleh parkir atau gimana-lah," pungkasnya.