Dengan berbagai alasan, karyawan bisa saja membuat kelalaian sehingga perusahaan merugi. Sehingga perusahaan memilih memecat karyawan itu. Meski bukan tindak pidana, apakah karyawan itu tetap dapat pesangon?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:
Si A melakukan kesalahan tanpa sengaja/lalai dalam bekerja sehingga menyebabkan kerugian perusahaan puluhan juta, lalu di PHK tanpa pesangon, patut diketahui kesalahan yang dilakukan oleh si A bukan merupakan tindak pidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu bagaimana secara hukum?
Apakah si karyawan harusnya dapat pesangon?
Jaya
Jakarta
Untuk menjawab masalah di atas, tim detik's Advocate meminta pendapat hukum advokat Putra Tegar Sianipar, S.H., LL.M. Berikut jawaban lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan. Sejatinya segala tindakan Pemutusan Hubungan Kerja ("PHK") dengan alasan apapun yang dilakukan oleh Perusahaan kepada Pekerja pastinya menimbulkan hak bagi Pekerja yang telah dilindungi oleh undang-undang. Hak yang timbul dari adanya PHK tersebut adalah adanya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang harus dibayarkan oleh Perusahaan kepada Pekerja. Namun Saudara tidak memberikan informasi-informasi lebih detail mengenai kelalaian yang diperbuat oleh Si A maupun Kontrak Kerja dan/atau Peraturan Perusahaan terkait. Oleh karena itu akan kami mencoba menjawab pertanyaan Saudara dengan asumsi-asumsi yang ada.
Merujuk pada Pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja ("PP 35/2021") yang menyatakan sebagai berikut:
Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut maka Pekerja/Buruh berhak atas:
a. uang pesangon sebesar 0.5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);
b.uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
c.uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).
Kami akan mencoba mengasumsikan bahwa tindakan lalai yang dilakukan oleh si A telah melanggar pasal-pasal yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Dengan asumsi tersebut maka sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) PP 35/2021, hak dari si A adalah sebagai berikut:
"Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama maka Pekerja/Buruh berhak atas:
a.uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan
b. uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama."
Penjelasan Pasal 52 (2) PP 35/2021 menjelaskan lebih rinci apa saja pelanggaran yang bersifat mendesak yang diuraikan sebagai berikut:
"Pelanggaran bersifat mendesak yang dapat diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama sehingga Pengusaha dapat langsung memutuskan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh, misalnya dalam hal:
a.melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik Perusahaan;
b.memberikan keterangan palsu atau dipalsukan sehingga merugikan Perusahaan;
c.mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d.melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e.menyerang teman sekerja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik Perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi Perusahaan;
f.membujuk teman sekerja atau Pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g.dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik Perushaan yang menimbulkan kerugian bagi Perusahaan;
h.dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau Pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i.membongkar atau membocorkan rahasia Perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara; atau
j.melakukan perbuatan lainnya di lingkungan Perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih."
Dengan asumsi yang ada maka kami merujuk pada huruf G penjelasan Pasal 52 (2) PP 35/2021 sebagai alasan dari pelanggaran yang bersifat mendesak yang dilakukan oleh si A. Namun untuk memastikan lebih lanjut maka kami sarankan Saudara untuk melihat kembali ke dalam Perjanjian kerja dan/atau Peraturan Perusahaan tempat si A bekerja. Begitu juga harus dipastikan lebih lanjut apakah prosedur Perusahaan dalam melakukan PHK tersebut sudah melalui tahapan yang diatur oleh undang-undang yaitu adanya Surat Peringatan 1, Surat Peringatan 2, dan Surat Peringatan 3.
Apabila sudah diketahui secara jelas diatur atau tidaknya tindakan lalai yang dilakukan oleh si A dalam Perjanjian Kerja dan/atau Peraturan Perusahaan, maka dapat diketahui hak-hak apa yang seharusnya diterima oleh si A selaku Pekerja yang terkena PHK oleh Perusahaan.
Demikian jawaban ini kami sampaikan dengan segala asumsi-asumsinya.
Apabila ada pertanyaan lebih lanjut dapat mengunjungi website kami di www.sianiparandpartners.com
Terima kasih atas perhatiannya.
![]() |
Putra Tegar Sianipar, S.H., LL.M.
Gedung Jaya lt 9
Jl MH Thamrin
Menteng, Jakarta Pusat
Dasar Hukum:
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Lihat juga video 'Menaker Buka Suara soal Aturan PHK-Pesangon di Omnibus Law Ciptaker!':