KPK menyatakan berkas perkara Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik (PNRI) Isnu Edhi Wijaya dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi telah lengkap. Mereka segera diadili terkait kasus korupsi pengadaan e-KTP.
"Hari ini (Kamis, 2/6) tim jaksa menerima penyerahan Tersangka dan barang bukti (tahap II) Tersangka ISE dan Tersangka HSF dari tim penyidik karena menurut tim jaksa dari seluruh kelengkapan formil dan materiil berkas perkara telah terpenuhi dan lengkap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (2/6/2022).
Ali mengatakan tim jaksa KPK melanjutkan masa penahanan terhadap Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi selama 20 hari ke depan hingga Selasa (21/6). Mereka ditahan di Rutan KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tim jaksa kembali melanjutkan masa penahanan para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari ke depan, terhitung 2 Juni 2022 sampai 21 Juni 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," jelas Ali.
Selanjutnya, Ali menyebut jaksa KPK akan menyusun surat dakwaan selama 14 hari. Jaksa akan melimpahkan berkas dakwaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera dilaksanakan tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja ke Pengadilan Tipikor," ujar Ali.
"Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Pusat," sambungnya.
Untuk diketahui, salah satu perkara lawas yang diusut KPK kembali muncul ke permukaan dengan penahanan terhadap dua orang tersangka, yaitu korupsi pengadaan paket penerapan KTP elektronik atau e-KTP. Korupsi besar-besaran ini setidaknya membuat negara rugi sekitar Rp 2,3 triliun.
Lihat juga video 'KPK Tahan Tersangka Kasus Korupsi e-KTP Isnu Edhy-Husni Fahmi':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Adalah Isnu Edhy Wijaya dan Husni Fahmi, dua tersangka yang baru pada Kamis, 3 Februari 2022, ditahan penyidik KPK. Isnu diketahui sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia atau PNRI, sedangkan Husni sebagai Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP.
Dua orang itu merupakan angkatan kesembilan tersangka yang dijerat KPK. Deretan tersangka dalam perkara ini memang sebegitu panjangnya hingga terbagi menjadi setidaknya sembilan angkatan.
Jeda penetapan tersangka hingga penahanan terhadap dua orang ini cukup lama: 2 tahun. Namun setidaknya skandal e-KTP kembali mencuat selepas dua tersangka itu ditahan KPK kini.
"Perkara e-KTP memang sudah cukup lama. Kerja KPK ini membuktikan bahwa KPK berkomitmen untuk menyelesaikan perkara korupsi hingga tuntas," ucap Ketua KPK Firli Bahuri.
"Para tersangka korupsi tidak ada tempat untuk bersembunyi. Kami juga mengingatkan terkait masa kedaluwarsa perkara korupsi. Siapa pun jika cukup bukti dipastikan akan dimintai pertanggungjawaban tanpa pandang bulu. Itu prinsip kerja KPK," imbuhnya.
Sejatinya, selain Isnu dan Husni, ada dua nama lain yang 'seangkatan' menjadi tersangka e-KTP, yaitu Miryam S Haryani dan Paulus Tannos. Miryam sendiri sebelumnya merupakan anggota DPR yang sudah lebih dulu dijerat terkait perkara memberikan keterangan palsu dalam sidang perkara korupsi e-KTP sebelumnya.
Untuk Tannos, KPK sepertinya kesulitan membawanya ke sel tahanan karena berada di Singapura. Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, yang dalam akta perjanjian konsorsium, disebutkan perusahaan itu bertanggung jawab atas pekerjaan pembuatan, personalisasi, dan distribusi blangko e-KTP.
Atas hal itu, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura menjadi angin segar berkaitan dengan penyidikan e-KTP ini. Tannos, yang berada di Singapura, disebut Karyoto akan lebih mudah dijangkau.
"Artinya begini, kita sangat gembira dengan adanya perkembangan yang terakhir adalah celah dibuka perjanjian ekstradisi kesepakatan kedua belah negara. Nah, ini yang jadi masalah mudah-mudahan perlintasan sudah mulai dibuka," kata Karyoto, Kamis (3/2/2022).