Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Universitas Riau (Unri) mendatangi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hari ini. Mereka menyampaikan kekecewaan atas vonis bebas dosen FISIP Unri Syafri Harto terkait kasus pelecehan seksual.
"Kita bersama penyintas bertemu Mas menteri (Mendikbud Nadiem Makarim), Ibu Chatarina, dan juga Prof Nizam di dalam kita membicarakan terkait kasus pelecehan seksual di Unri," kata perwakilan Komahi kepada wartawan di Kemendikbud, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (14/4/2022).
"Di situ penyintas juga mengungkapkan kekecewaannya atas vonis bebas yang diberikan oleh hakim agung dan penyintas meminta adanya keadilan dari Kemendikbud dan bagaimana sebenarnya pengimplementasian dari Permendikbud Riset nomor 30 tahun 2021, terkait kasus kekerasan seksual yang dialami penyintas ini," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perwakilan Komahi mengatakan Kemendikbud akan terus berada di belakang penyintas. Selain itu, akan memberikan dukungan untuk membuka kebenaran yang terjadi di lingkungan kampus.
"Mas Nadiem dan jajarannya menjanjikan bahwa mereka akan terus berada di belakang penyintas mereka akan terus mendukung gerakan mahasiswa juga untuk membuka kebenaran yang terjadi di lingkungan kampus," katanya.
Komahi mengatakan sikap Rektor Unri menanggapi kasus tersebut dinilai kurang tegas. Oleh karena itu, Komahi meminta Kemendikbud membantu pengungkapan kasus.
"Sejauh ini sikap yang diberikan oleh Rektor Unri tidak tegas dalam hal ini dan itu terjadi di universitas lain ada beberapa ketakutan yang mungkin rektor pertimbangkan ya, dan juga mungkin ada intervensi dan sebagainya, yang tidak kita ketahui, tapi untuk itu Kemendikbud menjamin bahwa rektor di bawah naungan Kemendikbud akan bekerja di bawah naungan Kemendikbud," katanya.
Komahi sangat menyayangkan Unri belum memberikan kepuasan terkait status pelaku di lingkungan universitas. Mereka berharap setelah menemui Kemendikbud akan ada kejelasan terkait kasus itu.
"Untuk sekarang semenjak divonis bebas sayang sekali Unri tidak ada memberikan satu pun statement mengenai status yang dimiliki terdakwa yang divonis bebas ini ya, sampai sekarang bagaimana status tenaga pengajarnya sebagai dosen dan sebagai dekan belum dirilis oleh Unri," katanya
"Harapan kami seperti itu (dicopot) tapi kami lihat aja prosesnya bagaimana," lanjutnya.
Diketahui, kasus dugaan pencabulan ini mencuat setelah video pengakuan seorang mahasiswi, LM, soal pelecehan seksual di kampus Unri viral. Mahasiswi itu mengaku menjadi korban pelecehan yang diduga dilakukan Dekan FISIP Unri Syafri Harto.
Wanita dengan wajah yang disamarkan itu mengaku sebagai mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2018 yang sedang menjalani bimbingan skripsi. Dia mengaku mengalami pelecehan pada akhir Oktober lalu di lingkungan kampus.
Mahasiswi itu mengaku dicium dan dipeluk Syafri saat bimbingan. Kasus ini kemudian dilaporkan ke polisi korban LM didampingi lembaga bantuan hukum (LBH) Pekanbaru.
Polisi lalu menetapkan sang dekan sebagai tersangka. Syafri dijerat dengan Pasal 289 dan 294 ayat (2) KUHP tentang pencabulan. Syafri bersikukuh membantah tudingan itu.
Dia kemudian melaporkan balik mahasiswi tersebut ke Polda Riau terkait pencemaran nama baik dan UU ITE. Selain itu, Syafri Harto mengancam akan menuntut korban Rp 10 miliar.
Dalam perjalanan kasus, Rektor Unri Prof Aras Mulyadi menonaktifkan Syafri Harto dari jabatan dekan dan tenaga pendidik. Penonaktifan ditandatangani Rektor Aras Mulyadi, Selasa (21/12/2021) lalu.
Kemudian, Syafri Harto divonis bebas pada kasus dugaan asusila terhadap mahasiswi bimbingannya, LM. Vonis bebas dibacakan ketua majelis Estiono di ruang Prof Oemar Adji Jalan Teratai.