Muncul dorongan dari sejumlah kalangan yang ingin Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sanksi kepada menteri yang menggaungkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Akan kah Jokowi memberi sanksi pencopotan kepada 'pembantunya' di kabinet Indonesia Maju terkait wacana tersebut?
Dorongan terbaru muncul dari mantan Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Meski tidak menyebut secara gamblang siapa menteri yang dimaksud, namun dia meminta agar menteri yang dimaksud dipecat karena telah berbicara mengenai penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Seperti penundaan pemilu dan (jabatan presiden) tiga periode itu jelas melanggar konstitusi. Seharusnya mata airnya, pangkalnya, itu dihentikan," kata Din Syamsuddin saat ditemui wartawan usai mengisi ceramah di Masjid Kampus UGM, Selasa (12/4).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Din juga mempertanyakan mengapa akar masalah itu tidak dipotong. Dia minta semuanya tidak bermain-main dengan konstitusi.
"Kenapa nggak itu yang dipotong, akar tunjang. Maka jangan bermain-main dengan konstitusi dan jangan bermain-main dengan aspirasi rakyat," ujar Din dengan nada tegas.
Saat wartawan menanyakan maksud pernyataannya 'dipotong' itu, Din menjelaskan 'potong' bisa berarti dipecat atau diganti.
"Pecat, potong, apa ganti, segala macam. Tapi jelas harus diakui itu sumber, sumber dari malapetaka, dan ini belum tentu berhenti lho," kata Din.
"Itu hak prerogratif presiden. Tapi presidennya kan semakin memberi jabatan kan. Maka saya nggak tahu lah. Saya tidak berada pada pikiran politik," pungkasnya.
KM ITB Minta Jokowi Sanksi Menteri Pro-perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tegas menyikapi menteri-menterinya yang mendukung perpanjangan periode masa jabatan presiden. Mereka sebelumnya telah berdemonstrasi 11 April kemarin.
"Meminta Presiden Jokowi untuk menjatuhkan sanksi kepada menteri-menterinya yang terbukti mendukung dan mengupayakan perpanjangan masa jabatan dan penambahan masa jabatan presiden," kata KM ITB dalam keterangan pers tertulis yang disampaikan Menteri Koordinator Kabinet KM ITB, Reza Rahmaditio, Rabu (13/4).
KM ITB mengidentifikasi menteri-menteri pelempar ide perpanjangan masa jabatan Presiden itu adalah Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan.
Permintaan itu adalah salah satu sikap KM ITB yang disuarakan lewat aksi 11 April lalu. Demonstrasi itu mereka lakukan bersama dengan Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB). Mereka telah menyampaikan aspirasi di Gedung Sate, Bandung, Senin (11/4) lalu. KM ITB menyatakan unjuk rasa itu masih relevan meski Jokowi telah tegas menolak penundaan Pemilu 2024.
"Aksi ini masih relevan, sebab pernyataan Presiden Jokowi (10/04) hanya menetapkan tanggal penyelenggaraan pemilu pada 14 Februari 2024. Namun, tidak menutup celah akan adanya amendemen UUD yang memperpanjang masa jabatan presiden. Artinya, masih terdapat kemungkinan Presiden Jokowi mencalonkan diri kembali pada Pemilu 14 Februari 2024 untuk periode jabatan yang ketiga," kata KM ITB.
Simak Video: Sebut Perpanjangan Jabatan Presiden Gosip Politik, Faldo: Kita Taat Konstitusi
Pencopotan Dinilai Sulit Terealisasi
Sementara, pendiri lembaga survei KedaiKOPI Hendri Satrio menyampaikan analisisnya. Hendri melihat permintaan mencopot menteri-menteri dimaksud sulit terealisasi.
"Sulit kalau kita minta menteri dipecat, walaupun itu boleh-boleh aja, aspirasi namanya. Tapi kejadiannya itu akan sulit, karena yang kita bisa itu memberi masukan kepada presiden tentang kinerja menteri dan bagaimana tentang tingkah pola si menteri di mata masyarakat," kata Hendri kepada wartawan, Rabu (13/4).
Hendri mengingatkan urusan pecat-memecat menteri adalah hak prerogatif presiden. Dosen Fisip Universitas Paramadina itu pencopotan sulit terjadi jika Presiden Jokowi sendiri nyaman dan puas kepada menteri-menteri yang menggaungkan perpanjangan masa jabatan presiden itu.
"Tapi kalau urusan pecat-memecat emang tergantung presiden. Jadi selama presiden itu merasa nyaman dengan menteri itu, apalagi puas dengan menteri itu atau tidak merasa terganggu dengan adanya menteri itu, itu yang paling simpel, dia nggak akan dipecat juga sama presiden," sebutnya.
Namun Hendri menuturkan tak ada larangan untuk memberikan masukan ke presiden. Terlebih, menurut pria yang kerap disapa Hensat itu, Jokowi adalah presiden yang ingin memiliki kesan tak bisa diatur.
"Jadi, menurut saya, ya masukan-masukan itu boleh aja sih, apalagi Presiden Jokowi ini ingin sekali dicitrakan nggak bisa diatur, kesannya tuh apa yang dilakukan itu mau-maunya dia," ucap Hensat.
Hensat pun menyebut Jokowi tak akan melakukan sesuatu yang diusulkan jika terus-terusan diminta. Namun Hensat meminta masyarakat tetap terus memberikan masukan kepada Presiden Jokowi.
"Jadi kalau diatur-atur, diminta-minta, itu nggak akan kejadian biasanya. Jadi, kalau menurut saya sih, ya masukan-masukan ini harus terus dilakukan, tapi kita sambil Presiden Jokowi itu sambil dengerin aspirasi dari masyarakat," pungkasnya.