Developer Mangkir Bikin Sport House, Bagaimana Cara Menagihnya?

Developer Mangkir Bikin Sport House, Bagaimana Cara Menagihnya?

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 13 Apr 2022 08:08 WIB
Handika Febrian
Jakarta -

Developer selalu memberi janji manis ke konsumen dalam menawarkan unit ke konsumen. Dari kemudahan pembayaran, diskon hingga fasilitas komplek. Lalu bagaimana bila si developer mangkir?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:

Dear redaksi detikcom

Bagaimana legal standingnya jika pengembang menjanjikan sport house di perumahan tapi setelah bertahun-tahun pembangunan sport house mangkrak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa dapat digugat secara perdata? di lain sisi untuk penagihan IPL terakhir menggunakan semacam jasa debt collector.

Dilihat dari sisi lain perumahan kurang terurus karena kurangnya pegawai kebersihan sedangkan untuk nagih pembayaran paling utama.

ADVERTISEMENT

Mohon tanggapannya

Andre

Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Handika Febrian, S.H. Berikut penjelasan lengkapnya:

Salam sejahtera pak Andre semoga dalam keadaan sehat selalu.

Dilihat dari pertanyaan terkait belum adanya realisasi janji pembangunan sport house dari pihak pengembang atau developer, hal tersebut dapat diajukan gugatan secara hukum apabila telah masuk kualifikasi ingkar janji atau wanprestasi ataupun dapat digugat karena melakukan perbuatan melawan hukum.

Terkait mangkraknya pembangunan sport house di lingkungan rumah bapak, pertama yang harus dilakukan adalah menanyakan terlebih dahulu secara tertulis kepada pihak developer terkait proses pembangunan dan target realisasinya. Jika yang bersangkutan membalas, hal tersebut menjadi pegangan bapak terkait penyelesaian yang dijanjikan.

Apabila tidak ada jawaban ataupun lewat jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan oleh developer bapak dapat mengirimkan somasi atau peringatan dengan memberikan jatuh tempo kepada developer sebagai dasar mengingatkan kembali secara resmi, setelah itu baru dapat mengajukan gugatan baik secara wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum berdasarkan bukti-bukti pendukung yang dikumpulkan. Seperti iklan marketing, brosur, maket contoh dari pihak developer serta bukti lain yang menyatakan bapak adalah pemilik yang membeli rumah di lingkungan tersebut.

Apabila tidak ada realisasi sebagaimana yang dijanjikan, developer dalam hal ini dapat melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf f Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang pada intinya melarang pelaku usaha memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang tersebut. Di mana dalam pasal 62 UU 8/1999 developer dapat terkena sanksi pidana paling lama 5 tahun serta denda maksimal Rp 2 miliar.

Selain itu yang mengatur terkait pemenuhan sarana prasarana yang dijanjikan oleh pihak developer adalah Pasal 134 UU Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman yang menyatakan:

"Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan."

Di mana sanksi terhadap pelanggaran tersebut terdapat dalam Pasal 151:

1. Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.

Terkait mekanisme pembayaran IPL serta metode penagihan hal tersebut harusnya dikomunikasikan dan disepakati bersama oleh seluruh warga yang tentunya dengan cara-cara yang patut dan tidak menimbulkan keresahan di lingkungan, karena pada prinsipnya hal ini adalah hubungan keperdataan yang berlandaskan kesepakatan para pihak.

Bapak dapat menolak cara-cara penagihan seperti itu dengan mengajukan komplain secara tertulis atau meminta pihak keamanan setempat untuk tidak menerima atau memberi akses masuk ke lingkungan perumahan kepada debt collector yang dimaksud.

Selanjutnya kurangnya pegawai kebersihan yang dimaksud dapat diajukan komplain secara tertulis kepada pengurus IPL untuk dapat mengalokasikan pembiayaan lebih untuk menambah petugas kebersihan untuk peningkatan kualitas kebersihan lingkungan.

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga berguna. Terima kasih.

Handika Febrian, S.H.
Advokat, tinggal di Jakarta

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

detik's advocate

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Halaman 2 dari 3
(asp/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads