Handi diduga dibuang ke sungai dalam kondisi masih hidup. Jasad kedua korban ditemukan di Sungai Serayu. Dari ketiga tersangka, diketahui Kolonel Priyanto-lah yang menolak membawa Handi-Salsa ke rumah sakit setelah kecelakaan akibat tabrakan dengan mobilnya. Dia juga yang memiliki ide membuang tubuh Handi-Salsa ke sungai.
Dalam sidang pemeriksaan terdakwa di PN Militer Tinggi II Jakarta, pada Kamis (7/4), Kolonel Inf Priyanto menceritakan tentang detik-detik saat dia membuang jasad jenazah dua sejoli itu ke sungai. Berikut ini sejumlah cerita keji Kolonel Priyanto saat membuang jenazah Handi-Salsa.
Jenazah sejoli Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) ditemukan terpisah 30 kilometer di aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah. Mereka dibuang oleh trio keji Kolonel Inf Priyanto, Kopda Dwi Atmoko, dan Koptu Achmad Sholeh.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa terhadap Priyanto, mengemuka tentang alasan jenazah Handi-Salsa dibuang ke sungai. Apa?
"Sempat ada pengin meninggalkan di jalan tapi ujung-ujungnya kita ke Sungai Serayu itu untuk membuang (Handi-Salsa)," ucap Priyanto dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Pada akhirnya Handi-Salsa dibuang Kolonel Priyanto dan anak buahnya ke Sungai Serayu. Ketua majelis hakim Brigjen Faridah Faisal kemudian menanyakan alasannya.
"Kenapa ke sungai?" tanya hakim.
"Memang sudah muncul (niat) membuang di sungai karena saya lihat yang kita lewati ini tidak ada tempat pembuangan kecuali sungai.
"Kenapa nggak dibuang ke semak-semak, di hutan?" tanya hakim lagi.
"Karena saya berpikir kalau di sungai kan bisa ke laut kemudian dimakan ikan atau apa hilang sama sekali," imbuhnya.
Handi Saputra (18) diketahui masih hidup meski tidak sadarkan diri ketika dibuang ke sungai oleh Kolonel Inf Priyanto bersama Kopda Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh. Namun kala itu Priyanto meyakini bila Handi telah tewas.
"Izin, Yang Mulia, kami mengangkat betul-betul sudah tidak gerak, sudah lemas semua. Kayak angkat karung, bukan lagi angkat orang hidup," kata Priyanto saat menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).
Handi dibuang bersama Salsabila (14) seusai insiden tabrakan di Nagreg. Priyanto dkk panik karena mengira Handi-Salsa sudah meninggal dunia. Menurut Priyanto, saat itu kondisi Handi-Salsa sudah lemas tak berdaya.
"Siap, menurut kami korban itu secara visual kita lihat meninggal. Makanya kami kenapa panik karena meninggal itu," ujarnya.
Sebelum dibuang ke sungai, kondisi Handi-Salsa disebut Priyanto dalam keadaan kaku. Bahkan, kata Priyanto, salah satu jenazah itu dalam posisi tertekuk.
"Bahkan saat kami buang ke sungai sudah dalam keadaan kaku. Kakinya pada saat ditemukan posisi miring sama dengan saat kami angkat juga dalam posisi menekuk salah satu," ujarnya.
3. Kolonel Priyanto Sebut Ada Niat Tolong Handi-Salsa Tapi Anak Buah Panik
Kolonel Inf Priyanto mengklaim berniat menyelamatkan nyawa Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) sebelum akhirnya membuang sejoli itu ke Sungai Serayu, Jawa Tengah (Jateng). Priyanto berdalih salah seorang anak buahnya panik sehingga keputusan membuang Handi-Salsa diambil.
"Ada niat untuk menolong dia, kemudian panik, kemudian Kopda Dwi Atmoko juga panik. Dia bingung juga," ucap Priyanto sewaktu menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4/2022).
"Akhirnya saya ambil keputusan, 'Sudah kita hilangkan, kita buang saja'. Dari situ mulai tercetus," imbuh Priyanto.
Saat itu Priyanto bersama dua anak buahnya atas nama Kopda Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh tengah dalam perjalanan menggunakan mobil ketika bertabrakan dengan Handi-Salsa, yang mengendarai motor. Kopda Dwi Atmoko yang memegang setir disebut Priyanto panik lantaran Handi-Salsa tampak tidak bergerak pasca-insiden itu.
"Kami mengangkat (Handi-Salsa) betul-betul sudah tidak gerak. Sudah lemas semua, kayak angkat karung, bukan lagi angkat orang hidup," ucap Priyanto.
"Menurut kami, korban itu secara visual kita lihat meninggal. Makanya kami kenapa panik, karena meninggal itu," imbuhnya.
4. Kolonel Priyanto Menyesal Buang Handi-Salsa: Entah Setan Mana
Kolonel Inf Priyanto menyesal telah membuang jenazah Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) ke Sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah. Priyanto mengakui tindakannya itu salah.
"Siap, kami menyesal, tindakan yang saya lakukan memang salah. Saya akui dan saya menyesal, siap, siap," kata Priyanto saat menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).
Priyanto tak tahu setan mana yang merasuki kepalanya untuk bertindak membuang Handi-Salsa ke sungai. Priyanto mengakui saat itu dirinya memang tengah panik karena takut ketahuan orang banyak.
"Mungkin yang saya lakukan, saya tidak tahu ada setan dari mana yang masuk ke kepala saya, saya juga tidak tahu, panik, kalap, dan ada yang masuk tiba-tiba saya tidak tahu bagaimana. Itu yang terjadi," kata Priyanto.
Priyanto berharap dapat meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban. Dia mengaku sangat menyesali perbuatannya itu.
"Harapan saya, saya bisa minta maaf kepada keluarganya yang pertama, dan saya juga menyesal, sangat-sangat menyesal," kata Priyanto.
"Mudah-mudahan nanti kalau sudah selesai ada waktu yang ini, kami akan mencoba meminta maaf," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
5. Cerita Kolonel Priyanto Pernah Ngebom Rumah Tak Ketahuan
Kolonel Inf Priyanto sempat membanggakan diri pernah melakukan pengeboman rumah tanpa ketahuan di hadapan anak buahnya. Priyanto menyampaikan itu untuk meyakinkan anak buahnya melakukan kejahatan, yaitu membuang jenazah Handi Saputra dan Salsabila.
Bila merujuk pada surat dakwaan, Priyanto bersama 2 anak buahnya, yaitu Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, menabrak Handi-Salsa di Nagreg, Jawa Barat. Dwi Atmoko yang memegang setir merasa bersalah sehingga memohon pada Priyanto agar membawa Handi-Salsa ke puskesmas.
Namun Priyanto disebut menolaknya sembai sesumbar pernah melakukan kejahatan lain, yaitu pengeboman rumah tanpa ketahuan. Hal inilah yang kemudian ditanya lagi oleh majelis hakim dalam sidang lanjutan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
"Nah ini, kok kasihan sama anggota tidak kasihan sama korban? Padahal sudah diingatkan. Kemudian, terdakwa juga mengatakan tadi kepada saksi 'Kamu jangan cengeng, saya pernah ngebom', itu di mana kejadian ngebom itu?" tanya hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Kamis (7/4/2022).
"Siap waktu di Timur, waktu tugas operasi, Timor Timur," jawab Priyanto.
Hakim lalu bertanya tujuan Kolonel Priyanto melakukan pengeboman itu. Priyanto menjawab pengeboman itu dilakukan saat referendum untuk menentukan masa depan Timor Timur yang hasilnya lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Ya pada saat itu kan Timor Timur merdeka terakhir, pada saat kita embarkasi untuk pulang," ujarnya.
Priyanto mengaku melakukan pengeboman itu di sebuah rumah. Namun dia tidak tahu ada orang atau tidak di dalam rumah tersebut.
"Itu satu keluarga dibom?" tanya hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir.
"Siap," jawab Priyanto.
"Ada anak-anak?" tanya hakim Surjadi.
"Saya tidak tahu orang di dalam ada atau tidak," ujarnya.
Menurut Priyanto, insiden tabrakan Handi-Salsa dengan pengeboman yang dilakukan di Timor Timur berbeda. Priyanto mengatakan, pada insiden tabrakan itu, dia melihat langsung korban, sedangkan ketika pengeboman tidak.
"Kalau pernah ngebom, tapi kan kami tidak ngelihat, ngebom kami tinggal, tapi tidak lihat, tapi ini yang kami alami langsung depan mata di bawah kolong satunya depannya meninggal, otomatis meninggal," ujarnya.
Hakim mempertanyakan Kolonel Priyanto apakah kasihan dengan korban. Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
6. Hakim Pertanyakan Kolonel Priyanto Tak Kasihan dengan Korban
Hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir tak habis pikir terhadap terdakwa Kolonel Priyanto melakukan perbuatan keji dengan membuang sejoli Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) ke sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah. Hakim Surjadi menilai Priyanto, yang sudah malang melintang di dunia militer, seharusnya bisa berpikir jernih.
"Kalau panik, sebagai seorang kolonel yang malang melintang di dunia militer, tugas operasi, bahkan sempat danramil, seharusnya kan berpikiran jernih, berpikir waras saat itu, apalagi Dwi Atmoko sempat mengatakan ini dicari nanti orang tuanya," kata hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir saat sidang pemeriksaan terdakwa Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).
Hakim Surjadi heran Kolonel Priyanto lebih kasihan kepada anak buahnya ketimbang korban. Hakim bertanya apakah di lubuk hati Priyanto tidak ada rasa kasihan kepada korban.
"Tidak muncul itu rasa kok malah kasihan sama anggota daripada kasihan sama korban? Tidak punya rasa kasihan sama korban?" tanya hakim.
Kolonel Priyanto berdalih saat itu dia berpikir kedua korban sudah meninggal dunia. Hakim bertanya lagi apakah saat Handi-Salsa meninggal, rasa iba itu juga hilang. Priyanto membenarkan hal itu dan menyebut saat itu dia sudah panik.
"Siap, saya berpikir korban sudah meninggal," ujar Priyanto.
"Jadi, walaupun sudah meninggal, tidak punya pikiran juga?" tanya hakim.
"Siap, karena saya sudah panik," jawab Priyanto.
"Jadi Terdakwa tidak memikirkan kondisi korban saat itu? Tidak memikirkan ya?" tanya hakim lagi.
"Siap," tegas Priyanto.
Priyanto lalu berkata seandainya Handi-Salsa masih hidup saat insiden tabrakan waktu itu, mungkin akan lain lagi ceritanya. Priyanto mengira Handi-Salsa meninggal di tempat.
"Kami karena panik itu, sudah panik, kalau sudah tidak punya lagi pikiran sudah, otak ini sudah bukan otak normal Yang Mulia, mungkin dalam situasi yang normal misalnya tidak..., tabrakan masih hidup atau masih berdiri, mungkin lain lagi, tapi ini meninggal, mati di bawah kolong otomatis kaget, stres. Saya tidak pernah ngalamin seperti itu," ungkapnya.
7. Kolonel Priyanto Buka-bukaan Tidur Bareng Wanita Sebelum Insiden Handi-Salsa
Kolonel Inf Priyanto blak-blakan mengenai sosok wanita yang bersamanya sebelum insiden tabrakan dengan Handi Saputra (18) dan Salsabila (14). Siapa sebenarnya wanita itu?
Dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4/2022), Priyanto menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa. Priyanto mengaku awalnya berangkat dari Gorontalo ke Yogyakarta untuk kemudian menuju ke Jakarta untuk mengikuti rapat di Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad) pada 6 Desember 2021. Dari Yogyakarta ke Jakarta, Kolonel Priyanto berangkat bersama dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh.
"Kami berangkat menuju Jakarta, waktu itu disopiri oleh Dwi Atmoko dan Achmad Sholeh secara bergantian. Kami sempat mampir ke Bandung," ujar Priyanto dalam persidangan.
Priyanto lantas menceritakan sempat mampir ke Cimahi. Ketua majelis hakim Brigjen Faridah Faisal menanyakan pada Priyanto tentang kesaksiannya yang menyebut berangkat dari Yogyakarta bertiga tetapi dari Cimahi kemudian berempat.
"Berangkat dari Jogja bertiga? Berangkat dari Cimahi berempat? Menjemput siapa di Cimahi? Saudara Nirmala Sari?" tanya hakim.
"Siap," jawab Priyanto.
"Oh ini yang Lala ya?" tanya hakim memastikan.
"Siap," jawab Priyanto.
Priyanto mengaku Lala sebagai teman yang dikenalnya sejak 2013. Kala itu Priyanto bertugas di Pusat Pendidikan Pengetahuan Militer Umum (Pusdik Pengmilum) di Cimahi.
"Statusnya apa ini Nurmala Sari?" tanya hakim lagi.
"Janda," jawab Priyanto.
Setelahnya, Priyanto dkk itu tiba di Jakarta. Mereka lantas menginap di Holiday Inn dekat dengan Pusziad di Jakarta.
"Terdakwa sekamar dengan siapa?" tanya hakim
"Siap, dengan Saudara Lala ini," ungkap Priyanto.
Setelah mengikuti rapat, lalu Priyanto dkk kembali ke Yogyakarta, tetapi mampir ke Cimahi untuk mengantar Lala pulang. Namun sebelumnya, Priyanto mengaku sempat menginap lagi di Cimahi bersama Lala.
"Jam 4 sore, kita menginap di Hotel Ibis," sebut Priyanto.
Kemudian saat hendak kembali ke Yogyakarta, Priyanto dkk terlibat dalam insiden tabrakan dengan Handi-Salsa di Nagreg, Jawa Barat. Bukannya menolong korban, Kolonel Priyanto cs malah membawa mereka hingga keluar dari Jawa Barat (Jabar) dan membuang tubuh kedua korban ke anak Sungai Serayu. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia.
Handi diduga dibuang ke sungai dalam kondisi masih hidup. Jasad kedua korban ditemukan di Sungai Serayu. Dari ketiga tersangka, diketahui Kolonel Priyanto-lah yang menolak membawa Handi-Salsa ke rumah sakit setelah kecelakaan akibat tabrakan dengan mobilnya. Dia juga yang memiliki ide membuang tubuh Handi-Salsa ke sungai.