Tindakan nonverbal semacam itu relatif mudah dimengerti. Tapi sayangnya, tidak semua komunikasi nonverbal dapat diinterpretasikan semudah itu, apalagi di jagat politik.
Seperti yang terjadi dalam sepekan ini, Presiden Jokowi mengekspresikan kemarahan dan menyentil para menterinya. Pada Jumat ( 25/03/2022), Presiden bereaksi terhadap banyaknya produk impor yang masih menjadi pilihan primadona para menterinya.
"Soal alkes (alat kesehatan). Menteri Kesehatan, ini tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat di Yogyakarta ada, Bekasi dan Tangerang ada. Beli impor mau diterus-teruskan? Mau saya umumkan kalau saya jengkel," kata Jokowi.
Kemarahan Jokowi semakin menjadi-jadi ketika data yang ia dapatkan menjelaskan berbagai jenis alat Kesehatan diimpor dari level kementerian Kesehatan hingga RSUD.
Bukan hanya kepada Menteri Kesehatan, kemurkaan Jokowi atas banyaknya belanja barang dari luar negeri juga menyasar Menteri Pertanian, yang masih membeli traktor buatan luar negeri. Juga terhadap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang anggaran belanjanya masih terlalu kecil.
Kemarahan Jokowi seketika menjadi perbincangan dan menyulut kembali isu perombakan (reshuffle) kabinet. Publik pun seakan terbelah dalam membaca sikap Presiden.
Bukan hanya itu, semiotika politik juga dilancarkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Merespons kelangkaan minyak goreng, Mega bersama jajarannya melakukan demo masak tanpa minyak. Aksi ini dilakukan setelah pernyataannya tentang ketergantungan ibu-ibu terhadap minyak goreng menuai kontroversi.
"Saya itu sampai mikir. Jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng. Sampai begitu rebutannya, apa tidak ada cara untuk merebus, lalu mengukus atau seperti rujak?" Ungkap Megawati dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (17/03/2022).
Terakhir, panggung semiotika elite politik juga diramaikan oleh sikap Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Hal itu ia tunjukkan dengan perbedaan sikapnya saat menerima kunjungan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Menurut Ahmad Ali, Wakil Ketua Umum Partai NasDem, sikap Surya Paloh yang tidak mendampingi AHY dalam jumpa pers setelah lawatan politiknya ke NasDem Tower disebabkan oleh usia AHY yang jauh di bawah Surya Paloh.
Sikap elite acap kali tak lepas dari taktik politiknya. Maka tak heran muncul pertanyaan publik: apa pesan tersembunyi dari sikap mereka? Apakah kemarahan Jokowi adalah ajang cuci tangan atas kesalahan para pembantunya? Apakah demo masak Mega adalah dukungan terhadap kekurangan pemerintah? Dan apakah sikap Surya Paloh terhadap AHY adalah isyarat jaga jarak dengan Partai Demokrat?
Adu Perspektif kali ini akan mengulas secara semiologi berbagai tindakan para elite dalam konteks situasi politik negara saat ini. Program ini akan menghadirkan Effendi Gazali (pakar komunikasi politik UI), Emrus Sihombing (pakar komunikasi politik UPH), Acep Iwan Saidi (pakar semiotika ITB), dan Panda Nababan (politikus senior PDI Perjuangan). Inilah Adu Perspektif, 'Ada Apa di Balik Pesan Nonverbal Elite Politik?' Saksikan secara live Rabu, 30 Maret 2021, di detikcom.
(vys/ids)