Mantan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengajukan gugatan terhadap Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor yang mengatur sanksi bagi pelaku perintangan penyidikan kasus korupsi. Hasto meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah hukuman maksimal dalam pasal itu dari 12 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara.
Dilihat dari situs resmi MK, Rabu (6/8/2025), gugatan Hasto itu teregistrasi dengan nomor 136/PUU-XXIII/2025. Berikut petitumnya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Menyatakan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun maupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak pantas dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah)'.
- Menyatakan frasa 'penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan' dalam pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa frasa tersebut memiliki arti kumulatif dalam arti tindakan mencegah, merintangi atau menggagalkan harus dilakukan dalam semua tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.
Hasto mengatakan dirinya mengalami kerugian konstitusional berupa ditetapkan sebagai tersangka dan didakwa melakukan perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam pasal 21 UU Tipikor. Belakangan, majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan KPK dalam mengusut kasus suap untuk pergantian antarwaktu Anggota DPR bagi Harun Masiku.
Hasto juga beralasan pasal 21 UU Tipikor tidak mempunyai batas yang jelas tentang perbuatan merintangi penyidikan tersebut. Dia mengatakan pasal itu dapat membuat upaya praperadilan juga bisa digolongkan sebagai merintangi atau menggagalkan penyidikan.
"Merujuk 'karet'-nya bunyi Pasal 21 UU Tipikor, maka tindakan yang sah secara hukum pun tidak akan luput dari jeratannya sebab pasal tersebut tidak mensyaratkan adanya unsur 'melawan hukum' atau memberikan 'batasan yang jelas maupun tegas' dalam suatu perbuatan yang dikatakan sebagai 'mencegah, merintangi atau menggagalkan'," ujarnya.
Dia juga menyebut hal yang diatur dalam pasal 21 bukan termasuk perbuatan korupsi. Dia menganggap ancaman pidana dalam pasal itu tidak proporsional. Hasto membandingkannya dengan ancaman hukuman maksimal bagi pemberi suap dalam pasal 5, yakni paling singkat 1 tahun penjara dan paling lama 5 tahun penjara. Dia juga mengungkit ancaman hukuman dalam pasal 13 UU Tipikor yang mengatur larangan memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri, yakni maksimal 3 tahun.
"Oleh karena itu ancaman hukuman yang layak terhadap pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor harus dimaknai sama dengan ancaman hukuman terendah dari UU Tipikor, yaitu Pasal 13 UU Tipikor, yakni dengan ancaman hukuman paling lama 3 tahun," ujarnya.
Sebelumnya, Hasto divonis 3,5 tahun penjara karena memberi suap kepada eks komisioner KPU RI Wahyu Setiawan agar Harun Masiku bisa dijadikan anggota DPR lewat mekanisme PAW. Majelis hakim menyatakan Hasto tak terbukti melakukan perintangan penyidikan.
Hasto kemudian bebas dari penjara setelah mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Pemberian amnesti itu membuat Hasto tak perlu menjalani hukuman yang dijatuhkan kepadanya.
Simak juga Video: Detik-detik Hasto Pekikkan Merdeka Saat Bebas dari Rutan KPK