Ketua paguyuban korban penipuan emas skema Ponzi di Tangerang, Nasril, mengungkapkan cara terdakwa penipuan Budi Hermanto menggaet korban. Nasril menyebut korban penipuan itu ada berada dalam satu organisasi dengan Budi.
Nasril adalah Ketua Paguyuban Ikatan Keluarga Kecamatan IV Koto Aur Malintang (Ikako Amal). Paguyuban ini isinya warga Kecamatan IV Koto Aur Malintang, Padang Pariaman, Sumatera Barat, yang merantau ke Jabodetabek.
"Kalau paguyuban kita anggotanya banyak, cuma korban giro ini perkiraan saya lebih 200 orang," ujar Nasril saat dihubungi, Jumat (18/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasril merupakan salah satu korban dan penggugat Budi Hermanto yang kini menjadi terdakwa kasus penipuan emas di Pengadilan Tangerang. Budi didakwa melakukan penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Nasril mengaku kerugiannya dalam kasus ini sekitar Rp 300 juta. Penipuan skema ponzi ini terungkap ketika terdakwa tidak mampu membayar keuntungan ke korban.
"Terjadi gagal bayar, dari gagal bayar tuh timbul permasalahan bahwa banyak yang terkena musibah, dan dibandingkan dengan aset yang ada sepertinya nggak seimbang, akhirnya kita buat analisa bahwa yang bersangkutan putar uang tak sesuai dijanjikan kepada konsumennya, misalnya janji 10 persen ternyata di lapangan nggak sampai segitu, akhirnya lama-lama utangnya," katanya.
Nasril mengatakan, dari kerugian 200 korban, jika dihitung, mencapai Rp 1 triliun. Jumlah kerugian masing-masing korban, katanya, bervariasi.
"Mungkin sama keuntungan dijanjikan mungkin (kerugian) sampai Rp 1 T (triliun), tapi kalau kerugian pokoknya saya pikir Rp 500 atau Rp 600 miliar. Jadi banyak korban, besar, kecil, banyak," tuturnya.
Pelaku Penipuan Orang Dikenal
Nasril mengungkapkan Budi Hermanto itu sama-sama ikut gabung di Ikako Amal. Karena itu, banyak korban Budi dari Ikako Amal karena merasa investasi emas dengan Budi aman.
"Satu kampung, jadi pelaku ini boleh dikatakan anggota paguyuban saya memang, paguyuban Ikako, kita satu kecamatan, satu kampung. Kita memang sering ketemu di acara organisasi atau pesta. Dasar dari situ mungkin teman-teman percaya, jadi bukan orang asing lagilah," ucapnya.
Terdakwa Budi juga disebut sempat memiliki empat toko emas. Keluarga Budi juga dinilai sebagai orang terpandang.
Meski begitu, Nasril mengatakan korban Budi bukan hanya di Ikako Amal saja. Tetapi juga dari luar Ikako Amal.
"Di luar anggota kita yang kena juga ada, tapi mayoritas warga Ikako Amal," katanya.
Duduk Perkara
Budi Hermanto dijerat Pasal 378 KUHP juncto Pasal 372 KUHP juncto Pasal 379a KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
Disebutkan total ada 13 korban dalam perkara itu dengan nilai kerugian mencapai Rp 1 triliun. Namun belakangan perkara ini mencuat karena adanya gugatan ganti rugi atau restitusi dari korban lainnya.
Rasamala Aritonang dari Visi Law Office mengaku sebagai kuasa hukum dari delapan orang korban. Dua dari delapan korban itu, disebut Rasamala, sudah masuk dalam daftar 13 korban dalam perkara, yang kemudian mengajukan gugatan penggabungan perkara karena enam orang lainnya belum termasuk dalam daftar korban. Bahkan Rasamala mengklaim sebenarnya korban dalam kasus ini lebih dari 100 orang.
Versi Rasamala, Budi Hermanto, yang duduk sebagai terdakwa, awalnya menawarkan jual-beli emas kepada para korbannya dengan pembayaran bilyet giro berjangka di mana semakin lama pembayarannya maka keuntungannya akan semakin tinggi. Janji keuntungan itu, disebut Rasamala, membuat para korban tergiur.
"Kasus ini awalnya pada 2019, dari sisi korban kami ini mulai mendapat informasi adanya jual-beli emas kepada Saudara Budi Hermanto. Atas informasi itu, para korban ini tertarik dengan janji keuntungan dan seterusnya menitipkan, menyerahkan emasnya untuk dijual oleh Budi Hermanto," kata Rasamala saat ditemui di PN Tangerang selepas persidangan, Rabu (16/3).
"Nah, dengan penyerahan emas itu, Budi Hermanto si terdakwa hari ini menyerahkan bilyet giro sebagai pembayaran. Jatuh temponya 3 bulan, 6 bulan. Dengan jatuh tempo itu, variasi marginnya itu berbeda-beda. Makin jauh jatuh temponya, makin besar keuntungannya. Bisa lebih dari 10 persen, 15 persen bahkan," sambungnya.
Setelah beberapa lama, lanjut Rasamala, pembayaran terhenti. Usut punya usut, menurut Rasamala, terkuak skema Ponzi di mana investor baru tidak ada sehingga pembayaran untuk investor lama tidak terpenuhi.