Cerita Salah Satu Korban di Kasus Penipuan Emas Skema Ponzi Rp 1 Triliun

Cerita Salah Satu Korban di Kasus Penipuan Emas Skema Ponzi Rp 1 Triliun

Nahda Rizki Utami - detikNews
Rabu, 16 Mar 2022 16:41 WIB
Sidang perkara dugaan penipuan investasi emas dengan skema ponzi kerugian Rp 1 triliun atas nama Budi Hermanto
Sidang di PN Tangerang (Foto: Dok. Istimewa)
Jakarta -

Perkara penipuan emas skema Ponzi mengemuka sebab ternyata tengah diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Salah seorang korban ikut angkat bicara sebab merasa tertipu hingga Rp 12 miliar.

Sejatinya kasus ini mulai disidang sejak Desember 2021 di PN Tangerang dengan terdakwa Budi Hermanto. Dia dijerat Pasal 378 KUHP juncto Pasal 372 KUHP juncto Pasal 379a KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

Disebutkan total ada 13 korban dalam perkara itu dengan nilai kerugian mencapai Rp 1 triliun. Namun belakangan perkara ini mencuat karena adanya gugatan ganti rugi atau restitusi dari korban lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rasamala Aritonang dari Visi Law Office mengaku sebagai kuasa hukum dari 8 orang korban. Dua dari 8 korban itu disebut Rasamala sudah masuk dalam daftar 13 korban dalam perkara, yang kemudian mengajukan gugatan penggabungan perkara karena 6 orang lainnya belum termasuk dalam daftar korban. Bahkan Rasamala mengklaim sebenarnya korban dalam kasus ini lebih dari 100 orang.

"Korban sendiri dari hasil interview pemeriksaan investigasi kecil kami juga lebih dari 100 orang korbannya dan mungkin masih ada yang lain juga yang lagi berproses juga di luar perkara ini," kata Rasamala saat ditemui di PN Tangerang selepas persidangan, Rabu (16/3/2022).

Untuk 8 korban yang memberikan kuasa kepadanya, Rasamala menyebut angka kerugiannya sekitar Rp 53 miliar. Rasamala yang mengajukan gugatan ganti rugi berdasarkan Pasal 98 KUHAP pun berharap dapat diakomodasi kepentingannya dalam sidang itu.

ADVERTISEMENT

"Sementara belum dia putuskan (gugatannya), tetapi kita sudah diberikan kesempatan sebagai pihak, makanya saya tadi bisa duduk di samping jaksa karena hakim menetapkan boleh kita kabulkan permohonan ini untuk menjadi sebagai pihak apakah nanti dikabulkan berapa yang akan diberikan kepada para korban, itu nanti di bagian akhir putusan akan digabungkan sekaligus dengan putusan pidananya," ujar Rasamala.

"Jadi dengan nanti dalam putusan pidana, dia akan buat putusan pertimbangan selain soal peristiwa fakta persidangannya, juga dia pertimbangkan soal gugatan dan berapa petitumnya, amar putusannya, itu nanti dibuat sekaligus," tuturnya.

Duduk Perkara

Versi Rasamala, Budi Hermanto yang duduk sebagai terdakwa awalnya menawarkan jual beli emas ke para korbannya dengan pembayaran bilyet giro berjangka di mana semakin lama pembayarannya maka keuntungannya akan semakin tinggi. Janji keuntungan itu disebut Rasamala membuat para korban tergiur.

"Kasus ini awalnya pada tahun 2019 dari sisi korban kami ini mulai mendapat informasi adanya jual beli emas kepada saudara Budi Hermanto. Atas informasi itu, para korban ini tertarik dengan janji keuntungan dan seterusnya menitipkan, menyerahkan emasnya untuk dijual oleh Budi Hermanto," kata Rasamala.

"Nah dengan penyerahan emas itu, Budi Hermanto si terdakwa hari ini menyerahkan bilyet giro sebagai pembayaran. Jatuh temponya 3 bulan, 6 bulan. Dengan jatuh tempo itu, variasi marginnya itu berbeda-beda. Makin jauh jatuh temponya, makin besar keuntungannya. Bisa lebih dari 10 persen, 15 persen bahkan," sambungnya.

Setelah beberapa lama, lanjut Rasamala, pembayaran terhenti. Usut punya usut, menurut Rasamala, terkuak skema Ponzi di mana investor baru tidak ada sehingga pembayaran untuk investor lama tidak terpenuhi.

"Nah dengan janji tipu muslihat itu kemudian banyak lagi korban yang menyerahkan (emasnya). Pada Oktober tahun 2021 pertengahan, ada Februari tiba-tiba pembayaran itu berhenti, macet. Skema ponzi itu selalu rasio pembayaran kewajiban investor baru itu harus lebih besar investor baru," tutur Rasamala.

"Dengan situasi itu, maka bilyet giro dengan jumlah yang begitu banyak itu tidak dapat dibayarkan lagi oleh terdakwa yang hari ini disidangkan. Total macet bilyet giro Rp 500 miliar lebih. Dari sisi kami tercatat Rp 53 miliar. Itu yang tidak dapat dicairkan," tambahnya.

Lihat juga video 'Heboh Konsumen Ditipu Sales Mobil, DP Rp 91 Juta Melayang':

[Gambas:Video 20detik]



Selengkapnya halaman berikutnya.

Cerita Salah Satu Korban

Di tempat yang sama, salah seorang korban bernama Afrizal angkat bicara. Dia mengaku mengalami kerugian hingga Rp 12 miliar.

"Saya kayak pengacara tadi, bahwa ada berita di luaran, ada bukan investasi ya. Ada penerima emas dengan keuntungan sekian, sekian, sekian. Saya lihat di situ keuntungannya sedikit dari normal. Kami semua ikut jual ke saudara terdakwa Budi Hermanto," kata Afrizal.

"Saya di tanggal 25 Februari 2021 itu, giro saya yang saya titipkan di bank, diinformasikan tidak bisa dicairkan. Menurut orang bank, konfirmasi ke si pemilik giro. Saya coba konfirmasi ke pemilik giro, dalam hal ini Budi Hermanto, dia bilang 'oh iya jangan dicairkan. Nanti cairkan ke saya saja, ke toko'. Dia minta waktu seminggu," imbuh Afrizal.

Di sisi lain Afrizal mengaku mendapatkan informasi bila 3 dari toko emas Budi Hermanto tutup. Dia pun semakin curiga.

"Setelah itu di tanggal 25-nya, itu tadi tanggal 24, tanggal 25-nya, saya dapat informasi toko saudara Budi Hermanto ini tutup tiga, kosong, tokonya, dari empat toko. Nah paginya saya hubungi Budi Hermanto karena di tanggal 25, 26, itu ada giro saya akan cair Rp 1,6 miliar. Itu saya suruh dia untuk mencairkan, saya tagih itu dulu. Yang akan datang ada lagi giro-giro yang akan cair berikutnya, saya sampaikan ke dia, saya push terus," tutur Afrizal.

"Ternyata saudara Budi Hermanto ini minta janji, janji, akhirnya saya lihat di situ dia nggak akan bisa mencairkan giro saya. Akhirnya dia sampaikan, minta waktu," tambahnya.

Lebih lanjut, Afrizal mengatakan total kerugiannya mencapai Rp 12 miliar. Afrizal pun berharap majelis hakim mengabulkan gugatan atas kerugian yang diderita olehnya.

"Iya. Jadi nggak langsung total Rp 12 miliar ya, ada 27 lembar, nominalnya bervariasi. Nah di tanggal 25, 26, itu jatuh tempo nominalnya Rp 1,6 miliar. Sementara lain-lainnya ya itu (sampai Rp 12 miliar)," ujar Afrizal.

"Harapan kami sebagai korban supaya hakim mengabulkan permintaan kami ya, pemulihan kerugian kami seluruhnya," tambahnya.

Di sisi lain sidang perkara penipuan ini masih berlangsung. Mengenai gugatan restitusi itu detikcom telah berupaya menghubungi pengacara Budi Hermanto perihal ini. Dia mengaku segera memberikan tanggapan dalam waktu dekat.

Halaman 2 dari 2
(dhn/yld)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads