Sosok Harmoko yang Dibawa-bawa Fahri Hamzah di Kasus Wadas

Sosok Harmoko yang Dibawa-bawa Fahri Hamzah di Kasus Wadas

Haris Fadhil - detikNews
Jumat, 11 Feb 2022 16:38 WIB
Harmoko (Kemendikbud)
Harmoko (Kemendikbud)
Jakarta -

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah membawa-bawa nama mantan Menteri Penerangan era Presiden Soeharto, Harmoko, saat bicara soal insiden Wadas. Bagaimana rupanya sikap Harmoko hingga Fahri menyebut 'kalau Harmoko bilang tidak ada apa-apa, memang tidak ada apa-apa'?

Harmoko merupakan pria kelahiran Nganjuk, 7 Februari 1939. Semasa hidupnya, Harmoko pernah menjabat Menteri Penerangan di era kepemimpinan Presiden Soeharto.

Sebagai Menteri Penerangan, Harmoko bertindak bak jubir Soeharto. Hampir setiap hari wajah Harmoko muncul di TVRI untuk menyampaikan pengumuman penting atas nama Soeharto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Menurut petunjuk Bapak Presiden' menjadi kalimat khas yang selalu diucapkan Harmoko.

Hampir 14 tahun kalimat 'Menurut petunjuk Bapak Presiden' diucapkan Harmoko ketika menyampaikan pengumuman di media. Harmoko pun dianggap menjadi orang kepercayaan Soeharto.

ADVERTISEMENT

Sebagai sumber informasi dari pemerintah, Harmoko disebut menjadi sosok di balik pembredelan media massa yang dinilai kritis di era Orde Baru. Harmoko disebut sebagai orang yang mengusulkan agar majalah Tempo dibredel.

Hal tersebut berawal dari laporan majalah Tempo soal pembelian kapal bekas armada Jerman Timur. Dikutip dari buku 'Cerita di Bali Dapur TEMPO', laporan tersebut secara tak langsung direspons oleh Presiden Soeharto pada 9 Juni 1994.

Soeharto saat itu baru saja meresmikan Pelabuhan Teluk Ratai. Dia menegaskan pembelian kapal bekas itu adalah inisiatif pribadinya dan dilakukan diam-diam atas permintaan pemerintah Jerman. Di akhir pidato, Soeharto melontarkan kemurkaannya.

"Ada pers yang mengeruhkan situasi dan mengadu domba. Ini gangguan pada stabilitas politik dan nasional. Kalau tak bisa diperingatkan, akan kita ambil tindakan karena mengganggu pembangunan sebagai tumpuan kita," ujar Soeharto kata itu.

Pidato tersebut menggegerkan meja redaksi majalah Tempo. Pasalnya, yang dimaksud Soeharto jelas majalah Tempo. Sebab, hanya majalah Tempo yang menulis laporan terkait kapal bekas itu.

Para menteri kemudian melakukan rapat intensif membahas 'pers yang mengadu domba' itu. Di sanalah peran Harmoko muncul. Harmoko disebut mengusulkan agar Tempo dibredel saja.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Saksikan juga 'Bupati Purworejo Minta Pihak Luar Tak Perkeruh Situasi di Wadas':

[Gambas:Video 20detik]



Meskipun usul itu mendapat penolakan dari Menteri Koordinator Politik dan Kemananan Soesiolo Soedarman, vonis bredel tetap terjadi. Suratnya terbit pada 21 Juni 1994.

Majalah Tempo ditutup bersama tabloid Detik dan Editor. Untuk tabloid Detik dan Editor, tak diketahui secara jelas apa alasan pembredelannya. Namun kedua media itu juga dinilai terlalu kritis kepada pemerintah.

Ada peran Harmoko dalam pembredelan ini. Sebab, sehari sebelumnya, Harmoko bersama Mensesneg Moerdino sempat dipanggil Soeharto di Jalan Cendana. Kini, Harmoko telah tiada. Harmoko wafat pada 4 Juli 2021.

Diungkit Fahri Hamzah

Sosok Harmoko diungkit oleh Fahri Hamzah. Dia menyinggung sikap Istana terhadap persoalan di Desa Wadas, Jawa Tengah.

"Kalau harmoko bilang gak ada apa2 ya sudah memang gak ada apa2," cuit Fahri lewat akun Twitternya @Fahrihamzah, seperti dilihat, Jumat (11/2/2022).

Cuitan Fahri Hamzah ini membalas pemberitaan detikcom yang berjudul 'YLBHI Kritik Narasi Pemerintah; Seolah Tak Ada Apa-apa di Wadas'. Fahri kemudian menjelaskan maksud cuitannya yang membawa-bawa sosok Harmoko.

Mantan Wakil Ketua DPR itu awalnya berbicara terkait tradisi otoriter, ketika negara selalu meminta dipercaya dan apa yang dikatakan pemerintah itu selalu benar. Hal tersebut, menurut Fahri, sempat terjadi di era Soeharto.

Fahri Hamzah mengakui hal itu terjadi lantaran pemerintah bisa mendikte seluruh elemen seperti aparat hingga media. Maka, menurutnya, terkadang apa pun yang dikatakan Istana, meski salah, harus dibenarkan oleh jajarannya.

Fahri Hamzah kemudian menyindir pernyataan pemerintah, salah satunya Menko Polhukam Mahfud Md yang menyebut tidak terjadi apa-apa di Wadas. Dia beralasan seharusnya pemerintah terlebih dulu menginvestigasi apa yang terjadi di Wadas sebelum memberi pernyataan.

"Seharusnya pernyataan Istana terlebih dahulu adalah 'kita akan membentuk tim investigasi' atau bikin rapat yang mengajukan laporan lengkap dari banyak pihak, jangan sepihak mengatakan nggak ada masalah, padahal ternyata banyak masalah," tuturnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads