Sempat-sempatnya Eks Dirjen Kemendagri Pantau Suap Padahal Isoman Corona

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 03 Feb 2022 09:46 WIB
Mochamad Ardian Noervianto (Foto: dok Kemendagri)
Jakarta -

Dugaan mengejutkan terungkap di balik transaksi suap terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Salah seorang tersangka, yaitu M Ardian Noervianto, disebut KPK aktif memantau aliran uang haram, padahal tengah isolasi mandiri (isoman) karena terpapar virus Corona atau COVID-19.

Ardian diketahui melakukan perbuatan itu semasa aktif sebagai Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bina Keuda Kemendagri). Duit suap yang diberikan ke Ardian itu berasal dari Bupati Kolaka Timur atau Koltim Andi Merya Nur melalui seorang bernama Laode M Syukur Akbar, yang aktif sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna.

Perkara ini merupakan pengembangan penyidikan yang dilakukan KPK. Sebelumnya, Andi Merya sudah lebih dulu dijerat KPK terkait perkara suap lainnya.

Belakangan, KPK mengetahui adanya kongkalikong Andi Merya dengan Ardian. Andi Merya disebut meminta bantuan Ardian terkait permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar.

"Sekitar Mei 2021, tersangka LMSA (Laode M Syukur Akbar) mempertemukan tersangka AMN (Andi Merya Nur) dengan tersangka MAN (M Ardian Noervianto) di kantor Kemendagri, Jakarta, dan tersangka AMN mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar tersangka MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya," ucap Deputi Penindakan KPK Karyoto beberapa waktu lalu.

Ardian pun meminta imbalan 3 persen dari nilai pengajuan, yaitu Rp 350 miliar, yang apabila dihitung maka sekitar Rp 10,5 miliar. Namun, menurut KPK, suap itu baru terealisasi sekitar Rp 2 miliar.

"Tersangka AMN memenuhi keinginan tersangka MAN, lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA," ucap Karyoto.

"Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar, yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta, dan tersangka LMSA menerima sebesar Rp 500 juta," imbuhnya.

Karyoto menyebut Ardian pun memproses permohonan peminjaman dana PEN itu. Ardian membubuhkan paraf pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.

Namun belakangan diketahui realisasi dana PEN yang diajukan, yaitu Rp 350 miliar, adalah Rp 150 miliar. Bila dihitung 3 persen dari Rp 150 miliar, imbalan yang dijanjikan ke Ardian sekitar Rp 4,5 miliar.

Buntutnya, Ardian, Andi Merya, dan Laode M Syukur dijerat KPK sebagai tersangka. Andi Merya dijerat sebagai pemberi suap dengan sangkaan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor).

Sedangkan Ardian dan Laode dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Laode lebih dulu ditahan, sedangkan Ardian menyusul kemudian.

Dalam konferensi pers penahanan Ardian pada Rabu, 2 Februari 2022, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan adanya dugaan terbaru terkait Ardian. Apa itu?

"Mengenai uang yang diterima oleh tersangka MAN, diduga tersangka MAN aktif memantau proses penyerahannya walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri," kata Alexander.

Alexander menyebutkan Ardian memiliki orang kepercayaan yang berkomunikasi dengan Laode. Sebab, Andi Merya mengangsurkan uang suap ke Laode untuk diteruskan ke Ardian.

Namun, dalam prosesnya, Ardian Noervianto terpapar COVID-19, yang mengharuskannya menjalani isoman. Saat isoman itulah Ardian memantau aktif pergerakan uang dari Laode ke orang kepercayaannya.

"Di antaranya dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan tersangka LMSA," kata Alexander.

Di tempat yang sama, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Tumpak Simanjuntak menyebutkan perkara Ardian ini merupakan aksinya sendiri. Inspektorat Jenderal atau Itjen, yang sepatutnya menjadi pengawas para pejabat, disebut Tumpak tidak mampu menjangkau apa yang dilakukan Ardian.

"Namun kasus ini merupakan kasus individual yang di luar jangkauan Itjen Kemendagri," kata Tumpak di KPK.

Tumpak mengatakan Kemendagri akan kembali memperkuat pencegahan korupsi di lembaganya. Dia menyebut pihaknya juga masih kerap terlibat dalam upaya mendorong strategi nasional (stranas) pencegahan.

"Selanjutnya, dari kejadian ini, kami dari Kemendagri akan memperkuat strategi pencegahan korupsi ke depan meskipun saat ini kami juga sama-sama dengan deputi pencegahan terlibat di dalam stranas penanggulangan korupsi sebagaimana Perpres 54 2018 dan juga bersama BPKP akan ikut terlibat di dalam pengelolaan MCP (monitoring center for prevention)," jelas dia.

"Jadi mudah-mudahan, dengan adanya kejadian ini, pencegahan korupsi, khususnya di lingkungan Kemendagri, akan bisa semakin baik lagi kami lakukan ke depan," sambungnya.

Sedangkan soal kasus Ardian, Tumpak mengatakan Kemendagri menghormati proses hukum yang berlangsung. Pihaknya juga merasa prihatin atas kejadian ini.

"Kami sampaikan bahwa pimpinan dan jajaran Kemendagri sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan, terutama terkait kasus ini. Yang kedua ini merupakan keprihatinan bagi kami, meskipun ini merupakan kasus individual karena ini juga sekaligus input bagi jajaran Kemendagri untuk lebih memperkuat mitigasi ke depan," katanya.

Simak video 'Eks Dirjen Kemendagri Jadi Tersangka Suap Kasus Dana PEN':






(dhn/dnu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork