3 Sindiran PDIP ke Anies dalam Sepekan: 'Firaun'-Pemimpin Santai

3 Sindiran PDIP ke Anies dalam Sepekan: 'Firaun'-Pemimpin Santai

Haris Fadhil - detikNews
Sabtu, 29 Jan 2022 16:37 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui massa buruh di depan gedung Balai Kota DKI Jakarta. Anies menyampaikan keberatan atas UMP yang diterapkan Kemenaker.
Anies Baswedan (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

PDIP kembali menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Setidaknya ada tiga kali PDIP menyindir Anies dalam sepekan terakhir.

Sindiran itu disampaikan PDIP terkait kinerja Anies. Berikut tiga sindiran PDIP terhadap Anies Baswedan dalam sepekan:

1. Sindir soal 'Firaun' Usai Anies Pamer JIS

Anies Baswedan memamerkan proyek Jakarta International Stadium (JIS) saat berkunjung ke Sulawesi Selatan (Sulsel). Anies menjelaskan alasan JIS dibangun di Jakarta Utara

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa (JIS) dibangun di Jakarta Utara, mau ngirim pesan Jakarta itu mulainya di utara, namanya di Sunda Kelapa," katanya.

Anies mengatakan perkembangan zaman membuat pembangunan Jakarta mengarah ke pusat hingga selatan dan membuat makin banyak masalah sosial di Jakarta. Anies menilai pemindahan ibu kota negara terjadi karena banyaknya masalah yang harus diemban Jakarta. Padahal, bagi Anies, masalah itu seharusnya diselesaikan, bukan malah ditinggalkan dengan memindahkan ibu kota negara.

ADVERTISEMENT

"Kita ini kalau ada masalah, bukannya diselesaikan, (tapi) ditinggalkan. Jakarta Utara ditinggalkan ke selatan, Jakarta Selatan sudah mulai padat, sudah mulai penuh pindahnya ke luar Jakarta," ujar Anies.

"Karena itu, kita bangun stadion di Jakarta Utara ingin kirim pesan kepada semua, mari kita kembalikan wilayah utara sebagai salah satu pusat perekonomian di Jakarta," sambungnya.

PDIP kemudian menyindir Anies yang pamer soal JIS di Sulsel. PDIP menilai tidak ada yang bisa dibanggakan lagi oleh Anies selain JIS.

"Karena kalau membanggakan yang lain soal pengentasan, kemacetan, kan nggak juga, pengentasan soal persoalan yang mendasar bagi warga Ibu Kota nggak. Terutama pengentasan banjir nggak. Pengentasan tentang penyediaan rumah juga nggak kan gitu. Pengentasan kebutuhan dasar tentang air bersih nggak," kata Sekretaris DPP PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono kepada wartawan, Sabtu (22/1).

Dia mengatakan masih banyak yang kesusahan air bersih di Jakarta. Gembong kemudian menyinggung pernyataan Anies soal 'Firaun' yang pernah dilontarkan saat menjadi calon Gubernur DKI. Menurutnya, Anies telah termakan oleh omongannya sendiri

"Jadi apa lagi yang mau dibanggakan, yang dibanggakan yang sudah terbangun yang sejak awal beliau katakan Firaun juga bisa, kan gitu loh. Jadi kemakan omongan sendiri," ujarnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Lihat juga Video: Ibu Kota Pindah, Anies: Tak Ada Efeknya pada Kemacetan Jakarta

[Gambas:Video 20detik]



2. Sentil soal Macet Tak Berkurang Meski Ibu Kota Pindah

Anies Baswedan menyebut pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim) tak akan memberi efek pada kemacetan Jakarta. Alasannya, kemacetan di Jakarta sebagian besar terjadi karena aktivitas perekonomian warga, bukan pemerintahan.

"Jadi tidak akan ada efeknya pada kemacetan di Jakarta karena kemacetan di Jakarta itu oleh kegiatan rumah tangga, kegiatan dunia usaha. So it doesn't make that difference," kata Anies Baswedan dalam YouTube Pemprov DKI Jakarta yang dilihat, Kamis (27/1).

Dia mengatakan kemacetan Jakarta didominasi aktivitas masyarakat umum dan dunia usaha. Jadi Anies memandang yang perlu diupayakan ialah memastikan seluruh sektor, mulai sektor usaha hingga rumah tangga, berjalan optimal setelah tak lagi menyandang status ibu kota negara.

"Jadi, kalau ditanya jajaran ini melayani pemerintah pusat, jarang, tapi melayaninya adalah kebutuhan rumah tangga dan dunia usaha, jadi sebenarnya dari sisi kita malah banyak ruang yang harus kita manfaatkan," ujarnya.

Anies pun mendapat sindiran dari PDIP gara-gara ucapannya tersebut. Menurut PDIP, Anies tak punya terobosan mengatasi macet.

"Karena memang belum disentuh, belum dilakukan eksekusi terhadap persoalan dasar itu. Misalnya kemacetan, kan belum ada terobosan pengentasan persoalan kemacetan," kata Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono kepada wartawan, Jumat (28/1/2022).

Gembong menyebut persoalan dasar lain di Jakarta adalah banjir. Menurutnya, dua persoalan dasar Jakarta itu tak otomatis selesai sekalipun ibu kota pindah ke Kaltim jika Pemprov DKI tak punya terobosan.

"Banjir juga demikian. Kalau persoalan dasar ibu kota dieksekusi secara permanen, kepindahan ibu kota akan berdampak mengurai kemacetan dan banjir," ucapnya.

3. Sindiran Pemimpin Santai

Terbaru, PDIP membandingkan Anies dengan gubernur-gubernur DKI sebelumnya. PDIP pun menyinggung soal pemimpin santai dan hanya meminta bawahan bekerja.

Sindiran itu disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Dia awalnya menyebut Anies lebih banyak mengurusi kawasan Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin.

"Hal-hal yang berada di pinggiran Jakarta itu tidak mendapatkan sentuhan yang membawa perubahan secara sistemik bagi kemajuan daerah," kata Hasto kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Sabtu (29/1/2022).

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Hasto menyebut Anies melupakan kebijakan positif era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) hingga Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Salah satunya ialah perawatan taman dan danau di DKI Jakarta yang dipelopori Jokowi dan Ahok.

"Contoh sederhana dalam membuat taman, di dalam merawat danau, di dalam membersihkan sungai yang dahulu dipelopori Pak Jokowi dan Pak Ahok yang secara spektakuler yang mampu mengubah Waduk Ria Rio, sekarang bisa lihat di sana. Kita juga bisa lihat di Tanah Abang bagaimana pengaturannya, apakah ada taman-taman kota yang dirawat dengan baik?" ujarnya.

Hasto juga menyebut banyak pasukan oranye yang duduk-duduk dan ekskavator Pemprov DKI yang terparkir di aliran Kali Cideng. Dia lalu membandingkan cara kerja Jokowi-Ahok.

"Berbeda di era Jokowi dan Ahok. Semua ekskavator berjalan. Masyarakat harus menjadi pengawas agar program bisa dijalankan sebaiknya," ucapnya

Hasto juga membandingkan kemampuan Jokowi, Ahok, hingga Djarot Saiful Hidayat yang saat itu sempat memimpin Jakarta mengubah kultur pelayanan masyarakat. Contohnya layanan pemadam kebakaran.

"Itu dulu sebelum Pak Jokowi. Ketika menjabat, Pak Jokowi mengubah kultur itu. Rakyat yang jadi korban, pemadam otomatis memadamkan. Tidak perlu negosiasi. Itu perubahan kultural. Ini contoh pemimpin mengalirkan disiplin dan ketegasan yang membuat birokrasi satu nafas. Kepemimpinan diukur apabila gubernur berwibawa sampai petugas di lapangan bertugas disiplin, itu namanya kultural organisasi," kata Hasto.

"Jadi tidak bisa pemimpin santai, kerjanya meminta yang di bawah bekerja," pungkasnya.

Halaman 2 dari 3
(haf/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads