Masa kampanye Pemilu 2024 masih memunculkan perbedaan pendapat antara KPU dan pemerintah. KPU mengusulkan 120 hari sedangkan pemerintah menilai 90 hari sudah cukup. Lantas berapa lama, sih, masa kampanye yang ideal dalam pemilu?
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan masa kampanye yang ideal dapat dilihat dari dua aspek, yakni Optimalisasi penjangkauan pemilih dan teknis penyelenggaraan tahapan-tahapan.
"Dalam desain masa kampanye yang layak bisa dilihat dari dua aspek. Pertama soal optimalisasi penjangkauan pemilih oleh para calon dengan berorientasi pada pendekatan program dan gagasan. Kedua, terkait dengan kelayakan teknis dalam penyelenggaraan tahapan dan penuntasan masalah-masalah hukum yang bisa muncul pada tahapan-tahapan pilkada," kata anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, kepada wartawan, Selasa (25/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Titi mengatakan hal yang kedua itu berkaitan dengan durasi yang cukup untuk mengadakan dan mendistribusikan kebutuhan logistik pemungutan dan penghitungan suara. Sebab, logistik pemilu untuk hari H, terutama surat suara, baru bisa diadakan setelah KPU menetapkan daftar calon tetap (DCT) untuk pemilu legislatif dan presiden.
"Sementara UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam Pasal 276 ayat (1) menyebutkan bahwa kampanye pemilu dilaksanakan sejak 3 hari setelah ditetapkan Daftar Calon Tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasangan Calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya Masa Tenang. Kemudian, dalam ayat (2) Pasal yang sama, diatur bahwa kampanye pemilu berakhir sampai dengan dimulainya Masa Tenang," ujarnya.
"Jadi masa kampanye ini berkaitan juga dengan durasi waktu yang tersedia untuk menyediakan logistik pemilu hari-H pemilu. Apalagi biasanya setelah penetapan daftar calon tetap, biasanya ada saja sengketa yang muncul mengikutinya. Umumnya, keberatan dari caleg yang batal ditetapkan masuk DCT," lanjut Titi.
Karena itu, Titi menilai durasi kampanye yang terlalu pendek akan berisiko mengganggu ketersediaan logistik pemilu. Dia berharap semua pihak, baik pemerintah maupun penyelenggara pemilu, dapat mempertimbangkan secara matang pelaksanaan teknis pemilu.
"Dalam konstruksi UU Pemilu saat ini, durasi kampanye bila terlalu pendek bisa berisiko mengganggu ketersediaan logistik pemilu untuk hari-H pemilu. Oleh karena itu, mengingat UU Pemilu sampai hari ini tidak diubah, maka semua pihak perlu mempertimbangkan dengan serius simulasi dan kalkulasi teknis yang dilakukan oleh KPU. Sebab, KPU pasti telah menghitung berdasarkan kerangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan setiap tahapan dan program pemilu dengan baik dan berkualitas," ucapnya.
Jika memang bisa diperpendek tanpa mengganggu teknis pelaksanaan pemilu, Titi mengatakan perlu ada perubahan UU Pemilu. Terutama terkait ketentuan yang menyebut kampanye pemilu dilaksanakan sejak 3 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT).
"Kalau mau memperpendek waktu kampanye tanpa mengganggu kalkulasi teknis, maka pembuat UU bisa saja mengaturnya melalui perubahan UU Pemilu. Khususnya mengubah ketentuan yang menyebut kampanye pemilu dilaksanakan sejak 3 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT)," ujarnya.
Usulan KPU dan pemerintah terkait masa kampanye.