Gempa Magnitudo (M) 6,2 yang mengguncang Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) sudah setahun berlalu. Namun masih ada ratusan warga yang tetap bertahan hidup di pengungsian setelah rumah-rumah mereka luluh lantah diguncang gempa.
Ratusan pengungsi itu merupakan warga Dusun Rui dan Dusun Aholeang, Desa Mekatta, Kecamatan Malunda. Mereka terpaksa masih menjalani hidup di tenda pengungsian yang terletak di tengah areal perkebunan sawit warga.
Para pengungsi bertahan hidup dengan kondisi memprihatinkan karena harus tinggal di bawah tenda darurat yang sudah mulai lapuk hingga robek. Terkadang, mereka harus tidur dalam kondisi kedinginan hingga kehujanan. Tidak jarang, tenda tempat warga bernaung terbongkar akibat diterjang angin kencang.
Pengungsi kemudian berharap Pemerintah memberikan bantuan tempat tinggal yang layak berupa hunian permanen. Tinggal di tenda pengungsian semakin tak memungkinkan.
"Biar sederhana yang penting ada, daripada tinggal di tenda pengungsian seperti ini, kalau hujan kehujanan, ada angin kedinginan, kalau siang kepanasan," ujar salah seorang pengungsi, Adiat kepada wartawan, Jumat (14/1/2022).
Selain hunian permanen, Adiat dan pengungsi lainnya tetap mengharapkan bantuan logistik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Logistik warga selama ini hanya bertumpu pada hasil kebun yang jaraknya sangat jauh dari lokasi pengungsian.
"Kalau tidak ada bantuan logistik, mau tidak mau kami harus ke kebun mengambil hasil bumi seperti singkong, meski jaraknya jauh kami ke sana untuk mengambilnya," kata Adiat sambil meneteskan air mata.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
(hmw/mud)