Ketua DPR RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendorong presidential threshold (PT) nol persen. Hal ini ternyata mendapat dukungan dari empat senator DPD RI asal Sulawesi Selatan (Sulsel) yaitu Andi Muh. Ihsan, Lily Amelia Salurapa, Tamsil Linrung, dan Ajiep Padindang.
Dukungan tersebut diberikan saat mengikuti rapat paripurna DPD RI di Senayan, Selasa kemarin. Keempatnya sepakat presidential threshold 20% harus dihapus. Tamsil Linrung mengatakan siap memperjuangkan hal ini.
DPD RI secara kelembagaan maupun perorangan pun akan segera mengajukan judicial review (JR) terhadap UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, terutama yang berkaitan dengan persentase ambang batas PT 20 persen menjadi 0 persen.
"Jadi, perlu dipertegas, PT 0 persen untuk kepentingan kualitas demokrasi di negeri ini, untuk bangsa ini," ucap Tamsil Linrung dalam keterangan tertulis, Rabu (12/1/2022).
Ia menambahkan, PT 20 persen dalam pemilihan presiden (pilpres) tampak jelas memberikan stratifikasi kelas antar warga negara di negeri ini. Menurutnya, warga negara yang non parpol seperti digolongkan sebagai rakyat kelas dua.
Kemudian, pada pasal 6A Ayat 2 ditafsirkan warga yang tidak terafiliasi parpol hanya punya hak untuk memilih, bukan dipilih atau mencalonkan diri sebagai kandidat calon presiden dan calon wakil presiden. Sebab, Undang-Undang (UU) Pemilu mengatur pencalonan harus lewat parpol. Itupun dengan ambang batas dukungan minimal 20% kursi di DPR.
"Dalam prinsip demokrasi, pembagian kelas dan limitasi-limitasi tersebut jelas melanggar hak asasi manusia (HAM). Karenanya, ketentuan itu tidak adil dan bertabrakan dengan konstitusi. Bahkan, bisa disebut membajak demokrasi. Jika negeri ini konsisten dan konsekuen menerapkan sistem presidensial, seharusnya semua warga negara diberi kesempatan maju dalam kontestasi pilpres untuk mewujudkan kepemimpinan nasional yang kuat," tegasnya.
Tamsil pun menjelaskan, inilah yang membuat pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 perlu diubah. Minimal dengan mengujikan ketentuan PT 20 persen. Tamsil juga mengajak elemen masyarakat, termasuk kalangan kampus, untuk bersama-sama dan bahu-membahu melakukan perubahan yang lebih baik melalui penataan sistem presidensial itu.
(fhs/ega)