Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia menemui Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti di Ruang Ketua DPD RI di Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta. Pada kesempatan itu, PPI membahas darurat kekerasan seksual yang belakangan marak terjadi di Tanah Air.
Dalam pertemuan tersebut, LaNyalla didampingi oleh Senator Aceh, Fachrul Razi. Perwakilan PPI Dunia antara lain Koordinator Faruq Ibnul Haqi, Surya Gentha Akmal (PPI Ceko), Hafidz Alharomain Lubis (PPI Mesir), Achyar Al Rasyid (PPI Tiongkok), Wakil Koordinator Kawasan Amerika dan Eropa Febi Eka Putri, Wakil Koordinator Kawasan Timur Tengah dan Afrika Ali Mas'uf Imron dan Wakil Koordinator Kawasan Asia dan Oseania Muhammad Latif Mukti.
Faruq menjelaskan PPI Dunia telah melakukan kajian akademis secara intensif mengenai isu kekerasan seksual di Indonesia. Ia mengaku organisasinya telah melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) yang menghasilkan tujuh pernyataan sikap PPI Dunia terhadap kasus kekerasan seksual di Tanah Air.
"Lahir tujuh pernyataan sikap dari PPI Dunia mengenai darurat kekerasan seksual di Tanah Air," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (11/1/2022).
Pertama, PPI Dunia menyatakan bahwa Indonesia berada pada situasi darurat kekerasan seksual. Hal tersebut merupakan fenomena yang melanggar martabat kemanusiaan dan seharusnya tidak terjadi di sebuah negara hukum yang menjunjung tinggi keadilan kemanusiaan, sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan nilai-nilai agama di Indonesia.
"Kedua, PPI Dunia mendorong agar pemerintah dapat memberikan korban kekerasan seksual hak-haknya atas penanganan, perlindungan dan pemulihan," lanjut Faruq.
Ketiga, PPI Dunia mengecam keras pelaku kekerasan seksual dan seluruh pihak yang terlibat dalam upaya melindungi pelaku kekerasan seksual di Tanah Air, serta mendorong pemerintah untuk menindak pelaku secara adil.
"Keempat, PPI Dunia mendorong seluruh korporasi dan perusahaan untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja," ungkapnya.
Kelima, PPI Dunia mengapresiasi partisipasi aktif lembaga negara dan kementerian, lembaga hak asasi manusia, lembaga bantuan hukum, lembaga swadaya masyarakat dan seluruh elemen masyarakat, termasuk perguruan tinggi di Indonesia yang telah berpartisipasi aktif untuk mengawal dan mengadvokasi penghapusan kekerasan seksual.
Keenam, PPI Dunia mendesak seluruh perguruan tinggi untuk segera mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dengan membentuk satuan tugas, sebagaimana yang termaktub dalam Bab IV Peraturan Menteri tersebut.
"Terakhir, PPI Dunia mendesak agar sesegera mungkin dibahas dan disahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai payung hukum untuk memberikan rasa dan ruang aman terhadap korban kekerasan seksual dan seluruh masyarakat Indonesia," tutur Faruq.
Menanggapi pernyataan PPI Dunia, Fachrul memberikan dukungan penuh terhadap langkah mereka dalam mendorong percepatan penanganan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual.
"Saya kira memang sudah sepatutnya negara memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Keberpihakan kita harus jelas dalam hal ini," tegasnya.
Sementara itu, LaNyalla menilai kekerasan seksual sudah semestinya mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sebab, korban seringkali merasakan trauma mendalam dan berkepanjangan.
"Maka perlu treatment khusus untuk korban kekerasan seksual. Biasanya, mereka memiliki trauma berkepanjangan dan perlu penanganan khusus," pungkasnya.
(akn/ega)