Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi atau Pepen ditetapkan KPK sebagai tersangka suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan. Pepen terancam hukuman 20 tahun penjara.
Ketua KPK Firli Bahuri Firli mengatakan ada 14 orang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) Rabu, 5 Januari 2022. Ke-14 orang itu terdiri atas Pepen, kepala dinas, hingga makelar tanah. Dari 14 orang itu, KPK menetapkan sembilan orang sebagai tersangka, empat orang sebagai pemberi dan lima orang sebagai penerima, termasuk Pepen. Berikut rincian penerima suapnya:
1. Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi;
2. M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi;
3. Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari;
4. Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna; dan
5. Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelima orang penerima suap ini dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ancaman hukumannya 20 tahun penjara.
Pasal 12 huruf a dan b serta dan 11 merupakan terkait tindak pidana suap, berikut penjelasannya:
Firli mengatakan Pepen diduga meminta uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi sebagai bentuk komitmen. Salah satunya menggunakan sebutan untuk 'sumbangan masjid'.
"Selanjutnya pihak-pihak menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang yang merupakan kepercayaan, yaitu Saudara JL (Kadis Perumahan Bekasi) yang menerima uang sejumlah Rp 4 miliar dari LBM (swasta)," ujar Firli.
"WY (Camat Jatisampurna) yang menerima uang sejumlah Rp 3 miliar dari MS (Camat Rawalumbu) dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga RE, sejumlah Rp 100 juta dari SY (swasta)," sambung Firli.
Berikut bunyi pasal yang menjerat suap Pepen dkk:
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00;
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 250.000.000,00 pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Simak video 'Korupsi Rahmat Effendi: dari 'Sumbangan Masjid', Berakhir di Tangan KPK':
Sementara itu, Pasal 12 huruf f merupakan terkait dengan pungutan liar, Firli menyebut Pepen juga menarik pungutan ke sejumlah pegawai. Hal itu sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diemban pegawainya.
Pungutan tersebut diterima langsung oleh Pepen. Pungutan itu, jelas Firli, dipergunakan untuk kegiatan operasional Rahmat Effendi.
"Pungutan juga uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional tersangka RE yang dikelola oleh MY (Lurah Katisari) yang pada saat dilakukan tangkap tangan tersisa uang sejumlah Rp 600 juta," jelasnya.
Pasal yang menjeratnya Pasal 12 huruf f, bunyinya:
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
Sedangkan Pasal 12 B ialah mengenai gratifikasi, bunyinya:
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.
Saat melakukan OTT, KPK mengamankan uang senilai Rp 5 miliar. Uang cash senilai Rp 3 miliar dan Rp 2 miliar berupa buku tabungan.
"Perlu diketahui, jumlah uang bukti kurang-lebih Rp 5,7 miliar dan sudah kita sita Rp 3 miliar berupa uang tunai dan Rp 2 miliar dalam buku tabungan," kata Firli.