Kisah Pasutri Lansia di Polman, Hidup Memprihatinkan di Tengah Hutan

Kisah Pasutri Lansia di Polman, Hidup Memprihatinkan di Tengah Hutan

Abdy Febriadi - detikNews
Rabu, 05 Jan 2022 23:24 WIB
Pasutri lansia hidup di tengah hutan di Polman, Sulbar
Pasutri lansia hidup di tengah hutan di Polman, Sulbar. (Abdy F/detikcom)
Polewali -

Sepasang suami istri (pasutri) berusia lanjut di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, hidup memprihatinkan di tengah kawasan hutan. Sehari-hari, keduanya harus bertahan hidup dalam belitan kemiskinan dan tinggal di gubuk reyot berukuran 3,3 meter yang nyaris ambruk.

Kisah memilukan ini dijalani Kallotong (80) bersama istrinya, Mulia (70), warga Desa Arabua, Kecamatan Tutar.

Tinggal di tengah kawasan hutan yang jauh dari pemukiman warga diputuskan dengan harapan dapat memperbaiki kondisi hidup. Namun sayang, takdir berkata lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah lebih 20 tahun tinggal di sini, sejak tahun 1998. Kami memilih tinggal di sini karena kita pergi cari penghidupan, tapi ternyata kondisi kami tidak banyak berubah hingga seperti sekarang ini," ujar Kallotong kepada wartawan yang berkunjung, Rabu (5/1/2022) siang.

Pasutri lansia hidup di tengah hutan di Polman, SulbarPasutri lansia hidup di tengah hutan di Polman, Sulbar (Abdy F/detikcom)

Pasutri lansia ini sebenarnya memiliki sepetak lahan. Ditanami Kakao dan Ubi Kayu sebagai tumpuan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sayangnya, sejak beberapa tahun, buah kakao yang ditanam kerap diserang hama tikus. Pun demikian dengan tanaman ubi yang justru menjadi sasaran babi hutan.

ADVERTISEMENT

Kallotong yang sudah renta, mengaku tidak dapat lagi berbuat banyak untuk mengantisipasi serangan kedua hama itu. Dia hanya dapat pasrah lantaran tenaganya tidak sekuat dulu lagi.

"Mau bagaimana lagi, saya hanya bisa pasrah. Buah kakao yang ada habis dimakan tikus, tanaman ubi juga selalu diserang hama babi," ungkapnya lirih.

Beruntung, sejak masa pandemi COVID-19, Kallotong terdaftar sebagai penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Uang tersebut hanya dipakai untuk membeli beras untuk mengisi perut serta solar sebagai bahan bakar pelita di rumahnya saat malam hari.

"Untung ada dana BLT yang pakai untuk beli beras, dan solar untuk pelita kalau malam. Terkadang kami hanya makan nasi tanpa lauk, karena tidak ada ikan. Kalaupun ada lauk, paling hanya sayur daun ubi," terang Kallotong.

Beban hidup yang dipikul Kallotong kian berat lantaran harus mengambil seluruh peran dalam rumah tangga, termasuk memasak, membersihkan, hingga mengurus gubuk reot yang ditempatinya. Sudah tiga tahun lamanya, sang istri, Mulia, menderita kebutaan.

"Sudah tiga tahun dia (Mulia) buta pada kedua matanya. Tidak pernah diperiksakan ke dokter karena tidak (ada) uang," tutur Kallotong.

Agar memudahkan Mulia ketika hendak turun dari rumah, Kallotong membuat pegangan dari bambu dan memasang papan kayu di tanah. Papan yang diletakkan di tanah menjadi petunjuk bagi Mulia saat melangkahkan kaki.

Karena harus menjalani hidup di rumah reyot yang nyaris ambruk membuat pasutri malang ini kerap dihantui rasa takut. Pasalnya, rumah mereka sudah terancam roboh lantaran sebagian tiangnya sudah patah karena lapuk.

Sering kali Kallotong harus menguras sisa tenaganya, memikul kayu berukuran besar, untuk menopang tiang rumah dan kayu penyangga lantai yang sudah patah. Tidak jarang keduanya juga harus menghabiskan malam dalam kondisi basah kuyup lantaran sebagian atap rumahnya sudah bocor.

Kallotong dan Mulia sebenarnya memiliki tiga anak. Kedua anak wanitanya sudah berkeluarga dan tinggal di tempat lain. Sementara seorang anak lelakinya, sudah lama merantau di Malaysia.

Diakui, salah satu anak sudah sering kali meminta agar keduanya meninggalkan gubuk reyot tersebut. Baik Kallotong dan Mulia menolak lantaran merasa gubuk reot yang ditempatinya menyimpan banyak kenangan. Apalagi anak yang memintanya pindah juga dalam kondisi pas-pasan.

"Kami tidak mau tinggalkan tempat ini, kami juga tidak punya tempat tinggal lain. Anak saya sudah sering meminta pindah, tapi kami kasihan, kondisi mereka juga susah," terang Kallotong.

Kendati harus menjalani hidup dalam kondisi memprihatinkan akibat belitan kemiskinan, Kallotong dan Mulia tetap merasa bersyukur. Dalam setiap sujudnya, keduanya selalu berdoa, meminta kepada Tuhan agar senantiasa memberi kekuatan menjalani cobaan hidup di usia senja.

Halaman 2 dari 2
(lir/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads