Jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung menanggapi duplik pengacara Heru Hidayat. Kejagung menyatakan putusan hakim yang bersifat ultra petita dibenarkan hukum, seperti vonis Susi Tur Andayani, kurir suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer mengatakan putusan hakim yang bersifat ultra-petita dibenarkan berdasarkan hukum acara pidana Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP, yang mengatur musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
"Artinya, berdasarkan ketentuan tersebut, majelis hakim dalam memutus suatu perkara tidak semata-mata hanya berdasarkan pada surat dakwaan, namun juga berdasarkan atas segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang," kata Leonard dalam keterangan tertulis, Selasa (21/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Leonard menjelaskan, rasio logis yang dianut KUHAP adalah hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas mempertimbangkan segala sesuatunya yang terkait dengan perkara yang sedang diperiksa tersebut.
"Oleh karena itu, sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik, maka putusan Hakim harus berani mengakomodir nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat, termasuk di dalamnya berani menerapkan asas hukum yang dianggap memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan kepada masyarakat dan negara," ujarnya.
Diketahui, dalam perkara tersebut, terdakwa Heru Hidayat didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan pada saat di persidangan ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu di dalam perkara PT ASABRI (Persero), terdakwa Heru Hidayat telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang menimbulkan kerugian keuangan negara sangat besar dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 22.788.566.482.083,00 (Rp 22 triliun). Di mana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati Terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp 12.643.400.946.226 (Rp 12 triliun).
Lebih lanjut, Leonard mengatakan dalam praktik peradilan, hakim memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan kepada Terdakwa adalah bukan sesuatu hal yang baru. Salah satu contohnya adalah vonis Susi Tur Andayani.
Susi merupakan kurir suap Akil Mochtar dalam jual beli perkara kasus sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusannya, majelis hakim memvonis Susi melanggar pasal di luar dakwaan jaksa penuntut umum.
"Terkait putusan perkara atas nama Susi Tur Andayani hanyalah salah satu contoh sebagai penegasan bahwa putusan hakim diberikan kebebasan untuk memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa," ujar Leonard.
Selain itu, putusan hakim lainnya yang menggambarkan kebebasan memutus dapat dilihat, antara lain dalam putusan hakim pada Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 02/Pid.B/2007/PN.Bi dengan Terdakwa I Agus Santoso dan Terdakwa II Yusroni (Pengeroyokan Psl 170 KUHP), dan juga Putusan Mahkamah Agung Nomor: 810 /K.Pid.sus/2012 (Narkotika) dengan Terdakwa Idris Lukman bin Lokman Hendrik.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.