MK: Pasal Pencabulan Anak di KUHP Bisa Diadukan oleh Ortu/Kuasa

MK: Pasal Pencabulan Anak di KUHP Bisa Diadukan oleh Ortu/Kuasa

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 15 Des 2021 12:02 WIB
Dua orang ahli dihadirkan untuk menjadi saksi dalam sidang lanjutan Uji Formil UU KPK. Dua orang ahli itu yakni Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti.
Sidang MK (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pasal 293 KUHP tentang Pencabulan Anak dapat diadukan oleh orang tua, wali, atau kuasanya. Sebelumnya, pengaduan hanya bisa dilakukan oleh korban.

Pasl 293 ayat 1 dan 2 berbunyi:

1. Barangsiapa dengan mempergunakan hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang berkelebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya ada atau dengan tipu, sengaja membujuk orang yang belum dewasa yang tidak bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum dewasa, akan melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan dilakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang dikenai kejahatan itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menyatakan ketentuan norma Pasal 293 ayat 2 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'pengaduan dapat dilakukan tidak hanya oleh korban, akan tetapi dapat pula dilakukan oleh orang tua, wali atau kuasanya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube, Rabu (15/12/2021).

MK beralasan, syarat pengaduan oleh korban menjadi dilema, yaitu setiap korban termasuk keluarga korban, menghendaki adanya laporan. Di sisi lain, pidana yang dimaksud Pasal 293 ayat 2 adalah tindak pidana yang serius dan tidak dapat dibenarkan. Baik dari sisi agama, kesusilaan, maupun ketertiban umum.

ADVERTISEMENT

"Maka ketiadaan pelaporan dari korban anak di bawah umur tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mengungkap peristiwa pidana tersebut," papar hakim MK Saldi Isra.

Sebagaimana diketahui, permohonan judicial review itu diajukan Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga. Menurutnya, dalam pasal a quo, pelaporan hanya dapat dilakukan oleh orang yang menjadi korban perbuatan cabul itu artinya merupakan delik aduan absolut.

"Delik aduan absolut dalam Pasal 293 ayat (2) KUHP tersebutlah yang menjadi penghambat korban dapat menuntut hak-haknya secara hukum untuk menjerat pelaku. Karena orang lain yang bukan menjadi korban perbuatan cabul tidak dapat melaporkan ke pihak berwajib," ujar pemohon.

Menurut pemohon, permasalahan yang timbul dalam Pasal 293 KUHP bukan hanya terkait dengan penuntutan hanya dapat dilakukan hanya atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan tersebut. Selain itu, Pasal 293 KUHP tidak jelas memberikan pernyataan umur berapa yang dimaksud dalam kategori belum dewasa.

"Sangat aneh bila dalam Pasal 293 ayat (2) KUHP ketentuan untuk melaporkan terjadinya perbuatan cabul, yang melaporkan harus korban sebagai bentuk delik aduan absolut. Ini sangat berbeda dengan pasal yang mengatur serupa tentang percabulan seperti Pasal 291, Pasal 292, Pasal 294 KUHP, di mana dalam pasal-pasal tersebut merupakan delik biasa bukan delik aduan. Sudah sangat tepat dikatakan delik aduan yang tercantum dalam Pasal 293 ayat (2) KUHP bertentangan dengan kepentingan korban sendiri dan seharusnya sebagai bentuk delik biasa," beber pemohon.

(asp/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads