Jenderal Dudung Beri Pengawalan ke Anggota DPR Termuda

Jenderal Dudung Beri Pengawalan ke Anggota DPR Termuda

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 03 Des 2021 20:41 WIB
Kepala Staf TNI AD (KSAD), Jenderal TNI Dudung Abdurachman (dok Puspen TNI)
Kepala Staf TNI AD (KSAD), Jenderal TNI Dudung Abdurachman (Dok. Puspen TNI)
Jakarta -

Permintaan anggota DPR RI Hillary Brigitta Lasut agar mendapat pengamanan TNI ternyata sempat disetujui KSAD Jenderal Dudung Abdurachman. Hal itu dibuktikan dengan surat telegram yang dikeluarkan Dudung.

Surat telegram tersebut bernomor ST/3274/2021 perihal pengiriman satu prajurit bintara untuk diseleksi menjadi ajudan pribadi Hillary. Disebutkan, dalam surat tersebut, Hillary mengirimkan surat pada 3 November 2021 tentang permohonan penugasan anggota TNI menjadi ajudan pribadi.

Surat tersebut ditandatangani Asper KSAD Mayjen Wawan dan ditujukan kepada Pangkostrad dan Danjen Kopassus. Surat itu ditembuskan kepada KSAD, Wakil KSAD, Irjenad, Aspers Panglima TNI, Asintel KSAD.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam suratnya juga disebutkan bahwa 7 syarat calon ajudan pribadi Hillary. Salah satu syaratnya ialah berpangkat sertu dengan usia 24-27 tahun.

Berikut ini syarat ajudan pribadi Hillary sebagaimana Surat Telegram bernomor ST/3274/2021:

ADVERTISEMENT

1. Pangkat sertu berusia 24-27 tahun
2. Belum pernah menikah
3. Memiliki motivasi, inisiatif tinggi
4. Bekerja tanggap, cekatan, solutif, dan cakap bekerja sama dalam tim
5. Sehat jasmani dan rohani
6. Tidak sedang menjalani proses hukum
7. Melampirkan RH terbaru

detikcom sudah meminta konfirmasi kepada Jenderal Dudung perihal surat telegram tersebut. Namun belum mendapat respons.

Ketua Komisi I DPR buka suara soal ini, simak halaman berikutnya.

Simak juga Video: Anggota DPR Hillary Minta Pengamanan TNI, MKD Mengizinkan

[Gambas:Video 20detik]



Ketua Komisi I DPR Buka Suara

Pengamanan itu tidak lama. Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengungkapkan Jenderal Dudung memutuskan menarik kembali pengamanan yang diberikan kepada Hillary.

"Sudah (bicara ke KSAD). KSAD sampaikan pengamanan sementara ditarik dulu untuk dipelajari urgensinya," ungkap Meutya kepada wartawan, Jumat (3/12).

Selain itu, Meutya menekankan permintaan pengamanan tersebut tidak terkait Komisi I DPR. Dia mengaku, selama memimpin Komisi I DPR, belum pernah menerima permintaan seperti yang diminta Hillary.

"Tugas kedewanan kadang memerlukan pengamanan tambahan dalam isu-isu tertentu, namun selaku Ketua Komisi I selama periode ini dan selama memimpin periode sebelumnya juga belum pernah menerima permintaan dari anggota Komisi I terkait hal itu. Jadi Mbak Hillary secara pribadi," jelas Meutya.

Fraksi NasDem DPR saat itu juga sudah menjelaskan soal Hillary minta pengamanan TNI. Ketua Fraksi NasDem Ahmad Ali menyebut Jenderal Dudung merespons permintaan Hillary.

"Saya tidak tahu kemudian tiba-tiba ada permintaan itu. Yang saya kaget juga, KSAD merespons itu," kata Ketua Fraksi NasDem Ahmad Ali saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/12).

Menurut Ahmad Ali, Hillary meminta bantuan pengamanan Kopassus dan Kostrad. Fraksi NasDem menilai permintaan bantuan pengamanan TNI ini tidak patut, meski Hillary anggota komisi yang bermitra dengan TNI.

"Kalau saya lihat surat itu, telegramnya itu, Kopassus dan Kostrad, kan," terang Ahmad Ali.

"Jadi mungkin secara aturan dibolehkan, tapi secara asas kepatutan, menurut saya, tidak. Pertanyaan publik kan, dasarnya apa? Kalau dasar sebagai mitra komisi, kalau besok dipindahkan, kalau besok dia tidak lagi Komisi I umpamanya?" imbuh Wakil Ketua Umum NasDem itu.

Hillary ini merupakan anggota DPR dari Fraksi NasDem yang kini duduk di Komisi I. Komisi ini membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen.

Selengkapnya di halaman berikutnya.

Hillary Batalkan Permintaan Pengawalan

Hillary Brigita akhirnya juga membatalkan permintaan pengawalan TNI. Permintaan itu dibatalkan setelah dia ditegur oleh Fraksi NasDem.

"Apabila fraksi berpendapat tindakan saya tidak etis, tentunya saya akan taat dan mengakui tindakan saya sebagai suatu yang tidak etis, dan berkomitmen untuk menjauhi tindakan serupa karena selama ini saya selalu memastikan dulu perbuatan saya ada dasar hukumnya atau tidak tapi tidak punya tolok ukur jelas soal mana yang etis dan mana yang tidak," ujarnya dalam keterangan yang diunggah di akun Instagram-nya.

Hillary merasa lebih tepat meminta pengamanan TNI dibandingkan polisi. Menurutnya, ada beberapa kasus masyarakat yang didampinginya yang bersinggungan dengan Polri.

"Saya pikir karena banyak kasus masyarakat Sulut yang saya kawal di kepolisian, saya merasa takutnya jangan sampai ada conflict of interest, yang nanti bisa membatasi saya mengurus kepentingan masyarakat saya, nanti kelihatannya tidak etis," katanya.

Dia pun telah mengkaji bahwa penjagaan oleh TNI tidak melanggar aturan. Namun dia tidak membahas apakah itu hal yang etis dalam politik.

"Menurut tim hukum, tindakan saya adalah yang yang tidak menyalahi aturan, tapi saya tidak membahas soal etis atau tidaknya sehingga saya sekarang sudah tahu mana yang etis dan tidak," katanya.

"Jadi memang saya masih harus banyak belajar, mengetahui yang mana yang etis mana yang tidak di dunia politik," ujarnya.

Hillary lalu membandingkan dengan orang yang bukan pejabat tapi disebutnya mendapat pengawalan dari TNI.

"Banyak bapak-bapak berbadan besar yang kuat, sehat, dan capable secara fisik, bukan pejabat publik, dan bukan aset negara, dikawal dengan patwal dan angkatan bersenjata tapi tidak dipermasalahkan," ujarnya.

Halaman 2 dari 3
(zap/eva)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads