Ketua Komnas HAM: Kekerasan Seksual di Kampus dari Dulu, Harus Dibenahi

Ketua Komnas HAM: Kekerasan Seksual di Kampus dari Dulu, Harus Dibenahi

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Sabtu, 13 Nov 2021 17:42 WIB
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik bersama para anggota meninjau terkait tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
Ketua Komnas HAM Taufan Damanik (Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta -

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengaku pernah melihat sendiri kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Taufan menyebut ada beberapa sikap permisif yang menganggap lumrah sikap kekerasan seksual di lingkungan kampus.

"(Kekerasan seksual di kampus) sejak dulu, dari dosen terhadap mahasiswa, nggak usah kita tutup-tutupi itu terjadi, saya melihat sendiri," kata Taufan dalam diskusi virtual bertajuk 'Pro Kontra Permen PPKS', Sabtu (13/11/2021).

"Tapi sulit diatasi karena tadi, sensitivitas kita soal pelecehan misalnya, ya, kecuali kekerasan, langsung semua sensitif. Perundungan itu kita nggak sensitif," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Taufan mengatakan salah satu tindakan yang dianggap normal oleh banyak orang adalah membicarakan bagian fisik. Padahal, kata Taufan, tindakan tersebut bukan hal normal dan merendahkan martabat seseorang.

"Misalkan ada orang membicarakan bagian fisik mahasiswinya, kan itu dianggap sebagai hal yang normal ya, padahal itu nggak normal, itu perendahan martabat," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, banyak mahasiswa yang mengeluhkan tindakan kekerasan seksual. Dia juga mengatakan kekerasan seksual itu bisa mengganggu psikologi dan kondisi belajar-mengajar.

"Banyak mahasiswa yang ngeluh kepada kita karena itu dianggap biasa dan normal. Sebetulnya katakanlah mengganggu psikologinya dan mengganggu kondisi belajarnya. Bukan saja dosen, tapi antarmahasiswa, senior," tuturnya.

Lebih lanjut Taufan mengatakan kekerasan seksual di lingkungan kampus kerap terjadi saat perpeloncoan. Dia tak menampik bahwa kampus tidak steril dari kekerasan seksual sehingga perlu ada koreksi.

"Dalam perpeloncoan sering terjadi, kita nggak usah nutup-nutupi bahwa kampus bukan hal yang steril dari kesalahan. Saya orang kampus 34 tahun, saya merasa kampus harus berani mengoreksi dirinya bahwa ada banyak kekeliruan yang harus kita benahi sebagai lembaga pendidikan bagi generasi kita ke depan," imbuhnya.

Seperti diketahui, Permendikbud PPKS menuai pro dan kontra. Pasal yang menjadi kontroversi ada dalam Pasal 3, yang menjelaskan soal kekerasan seksual.

Pasal ini dianggap berpedoman pada konsep 'consent' atau persetujuan korban. Bagian 'consent' ini dianggap melegalkan zina. Salah satu pihak yang keberatan adalah PKS. Ketua PKS Mardani Ali Sera, melalui akun Twitternya, menuding aturan itu melegalkan kebebasan seks di kampus.

"Itu jelas sekali berisi "pelegalan" kebebasan sex. Kita anti kekerasan seks namun tidak mentolelir kebebasan sex #CabutPermendikbudristekNo30 Permendikbudristek ini berpotensi merusak norma kesusilaan," kata Mardani, Rabu (10/11).

(zap/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads