KPK telah memeriksa mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait pengaturan cukai pada 2016-2018 di Bintan. Nurdin Basirun ditanya KPK soal persetujuannya atas usulan Bupati Bintan Apri Sujadi (AS) untuk menentukan pihak yang bergabung di BP Bintan.
"Tim penyidik mengkonfirmasi antara lain terkait dengan peran saksi yang turut menyetujui usulan tersangka AS dalam menentukan pihak-pihak yang tergabung dalam BP Bintan," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding kepada wartawan, Jumat (12/11/2021).
Ipi mengatakan Nurdin Basirun diperiksa di Lapas Sukamiskin, Bandung, pada Kamis (11/11). Nurdin Basirun diketahui terseret dalam kasus gratifikasi dan divonis 4 tahun penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, KPK memeriksa Wali Kota Tanjungpinang H Lis Darmansyah; Asisten II Bidang Ekonomi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Sekretaris Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan-Karimun, Syamsul Bahrum; dan swasta, Norman. Mereka didalami soal perusahaan yang mendapat persetujuan cukai dan soal aliran dana yang diterima oleh Apri Sujadi.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan beberapa perusahaan yang mendapatkan izin kuota rokok dan minuman alkohol di BP Bintan yang diduga telah mendapat persetujuan dari tersangka AS dkk serta dugaan aliran uang yang diterima oleh tersangka AS atas persetujuan dimaksud," katanya.
Para saksi itu diperiksa pada Kamis (11/11) di kantor Polres Tanjungpinang, Jalan A Yani, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Bintan Apri Sujadi (AS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengaturan cukai dan minuman alkohol di wilayah Kabupaten Bintan pada 2016-2018. Selain itu, KPK menetapkan Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bintan Mohd Saleh H Umar sebagai tersangka.
KPK menduga perbuatannya tersebut merugikan negara sekitar Rp 250 miliar. Apri diduga menerima Rp 6,3 miliar dalam kasus ini.
Akibat perbuatannya, AS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.