Pro dan kontra Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pecegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi terus berlanjut. Komisi X DPR RI akan memanggil Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.
"Tapi, karena merespons banyak tuntutan masyarakat begitu, kita sedang mencari waktu, tapi bukan hari Jumat," kata Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih kepada wartawan, Rabu (10/11/2021).
"Aspirasi dari masyarakat betul (terkait Permendikbud PPKS)," imbuh Fikri menegaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kala Nadiem Bikin Ryamizard Kecewa |
Awalnya, Nadiem akan dipanggil pada Jumat (12/11) pekan ini. Namun, agenda tersebut batal. Fikri tidak menjelaskan lebih rinci alasan pembatalan.
"Mestinya tanggal 12 (November) betul, iya rencananya, tapi kan nggak bisa, ternyata nggak bisa," ujar Fikri.
Komisi X, kata Fikri, belum mengagendakan kembali pemanggilan Nadiem, namun akan direncanakan dalam waktu dekat Permendikbud PPKS dibahas di DPR. Komisi X saat ini tengah mengejar dua RUU untuk dituntaskan.
"Belum diagendakan, belum nemu tanggalnya. Karena kan lagi ngejar UU SKN sama UU Praktek Psikologi," imbuhnya
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Demokrat Dede Yusuf Macan menilai niat Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 bisa menghapus kekerasan seksual di kampus. Namun, ada masalah di narasi aturan tersebut.
"Menurut saya, aturan yang niatnya baik. Tapi penggunaan narasi yang kurang bijak jadi multitafsir," kata Dede Yusuf kepada wartawan, Rabu (10/11/2021).
Publik terbelah soal Permendikbud PPKS ini. Ada pihak yang mendukung, ada pula yang mendesak untuk dicabut. Dede Yusuf mendorong permendikbud tersebut direvisi.
"Baiknya segera direvisi saja. Dengan mempertimbangkan sudut pandang sosial, agama, dan budaya di Indonesia," ujarnya.
Apa saja yang perlu direvisi dari Permendikbud PPKS? Menurut Dede, salah satunya terkait diksi 'persetujuan'.
"Iya, itu harus. Kalau pasal-pasalnya saya tidak baca semua," ucapnya.
Dede Yusuf menegaskan kekerasan dan seksual di lingkungan pendidikan, khususnya kampus, tak bisa ditoleransi. Namun perlu dibangun narasi yang tepat untuk mengaplikasikannya.
"Intinya, kekerasan seksual atau pelecehan seksual tidak boleh dilakukan di dunia pendidikan atau di mana pun," imbuhnya.
Simak video 'Eks Menhan Ryamizard Mengaku Kecewa ke Nadiem, Ini Alasannya':
Pro dan Kotra Permendikbud PPKS
Pasal yang menjadi kontroversi ada dalam Pasal 3 yang menjelaskan soal kekerasan seksual. Pasal ini dianggap berpedoman pada konsep 'consent' atau persetujuan korban. Bagian 'consent' ini dianggap melegalkan zina.
Salah satu pihak yang keberatan adalah PKS. Ketua PKS Mardani Ali Sera, melalui akun twitternya, menuding aturan itu melegalkan kebebasan seks di kampus.
"Itu jelas sekali berisi "pelegalan" kebebasan sex. Kita anti kekerasan seks namun tidak mentolelir kebebasan sex #CabutPermendikbudristekNo30 Permendikbudristek ini berpotensi merusak norma kesusilaan," kata Mardani, Rabu (10/11/2021).
Dia mengatakan ada celah moral yang bisa melegalkan seks di lingkungan kampus dalam Permendikbud itu.
"Ada celah moral yang legalkan kebebasan seks di lingkungan perguruan tinggi," tuturnya.
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP, My Esti Wijayati, membela Mendikbudristek Nadiem Makarim dengan adanya permendikbud tersebut.
"Bahwa pada saat ini sedang dilakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di Badan Legislasi DPR RI yang tentu saja membutuhkan waktu di dalam pembahasannya dan karena masih berupa RUU, maka belum bisa diimplementasikan sehingga langkah Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim di dalam mengeluarkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi mestinya harus diapresiasi," kata My Esti kepada wartawan.
My Esti menepis anggapan bahwa Permendikbud PPKS sebagai upaya pelegalan hubungan seks di kampus. Kata Esti, Permendikbud PPKS juga tak bisa secara mudah dimaksudkan untuk menyuburkan LGBT.
"Jadi permendikbudristek ini tidak bisa diartikan sebagai bentuk pelegalan terhadap terjadinya hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan maupun pelegalan LGBT," ujarnya.
Kemendikbud Bantah Permendikbud Legalkan Zina
Plt Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek Nizam mengatakan tujuan utama peraturan ini adalah memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan. Peraturan ini muncul atas keresahan mahasiswa hingga dosen soal kekerasan seksual di perguruan tinggi.
"Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 hadir sebagai langkah awal kita untuk menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi kita," kata Nizam.
Nizam menggarisbawahi fokus Permendikbud-Ristek PPKS adalah soal pencegahan kekerasan seksual.
"Fokus Permen PPKS adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual, sehingga definisi dan pengaturan yang diatur dalam permen ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual," tegasnya.
Saat ini, kata Nizam, beberapa organisasi dan perwakilan mahasiswa menyampaikan keresahan dan kajian atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi.