Jaksa Ungkap Nurdin Abdullah Tak Laporkan LHKPN yang Sebenarnya

Hermawan Mappiwali - detikNews
Sabtu, 06 Nov 2021 07:49 WIB
Foto: Terdakwa Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah didampingi pengacaranya menghadiri sidang secara virtual. (Hermawan/detikcom)
Makassar -

Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah mengaku ada pendapatan di luar pekerjaan sebagai gubernur yang tidak dilaporkan dalam Laporan Harga Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jaksa KPK lantas mencecar Nurdin karena tidak melaporkan LHKPN yang sebenarnya.

Hal ini terungkap saat Nurdin Abdullah diperiksa sebagai terdakwa kasus gratifikasi di Pengadilan Tipikor Makassar pada Jumat (5/11/2021) malam. Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino awalnya mengulas sejumlah pendapatan Nurdin.

Nurdin mengaku pernah menjadi Presiden Direktur PT Maruki Internasional Indonesia sebelum menjabat sebagai Gubernur Sulsel, yang mana Nurdin mengaku memiliki gaji 50 ribu USD. Tapi jabatan itu tak lagi diembannya dan Nurdin kini hanya merupakan pemilik saham.

Selanjutnya hakim mulai mendalami apa saja yang menjadi pendapatan Nurdin Abdullah, termasuk menanyakan soal gaji pokok.

"Gaji pokok di sini Rp 8 juta masih menerima?" tanya hakim.

Nurdin pun membenarkannya. Nurdin juga membetulkan saat hakim menanyakan dana operasional Nurdin rata-rata Rp 340 juta perbulan.

"Betul yang mulia," katanya.

Kemudian Nurdin juga memiliki pendapatan dari insentif senilai Rp 300-400 juta. Nurdin juga mengaku memiliki honorarium hingga Rp 150 juta per bulan.

"(Soal honorarium) Itu kalau diundang sebagai pembicara. Ada biaya perjalanan dinas Rp 90 juta per bulan," kata Nurdin.

Jaksa Cecar Nurdin Abdullah Soal LHKPN

Atas pengakuan itu, Jaksa KPK Siswandono lantas mencecar terdakwa Nurdin Abdullah terkait sejumlah pendapatannya.

"Pak Nurdin, terkait dengan tadi saudara sampaikan ke yang mulia bahwa penghasilan saudara tadi sudah dijelaskan kan, gaji pokok Rp 8 juta per bulan, kemudian dana operasional rata-rata operasional Rp 340 juta, kemudian insentif rata-rata Rp 300-400 juta per bulan. Kemudian honorarium rata-rata Rp 150 juta per bulan, uang perjalanan dinas Rp 90 juta perbulan," kata Siswandono.

"Yang saya tanyakan Pak, apakah terkait dengan penerimaan-penerimaan saudara ini, saudara melaporkan dalam LHKPN?" lanjut dia.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.




(hmw/nvl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork