Batu yang awalnya dianggap batu biasa, bahkan menjadi tempat duduk calon penumpang angkot saat menunggu di Pasar Rebo, Jakarta Timur ternyata bernilai sejarah. Batu yang diperkirakan dibuat pada abad 17 itu telah dievakuasi agar tidak rusak.
Petugas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) lah yang memindahkan batu tersebut. Batu itu dievakuasi ke Cagar Budaya Condet, Jakarta Timur.
Batu itu diangkat dari di Jl TB Simatupang, Pasar Rebo. Batu bersejarah tersebut diketahui memiliki bobot 326 kilogram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Berdasarkan postingan Instagram @humasjakfire, pemindahan batu dilakukan oleh petugas Damkar pada Kamis (28/10) siang lalu. Batu tersebut mulanya ditemukan seorang warga terpendam setengah bagian di sebuah trotoar di Jl TB Simatupang tepatnya di depan Gedung Nariba.
Untuk memindahkannya, petugas damkar menggunakan satu unit derek crane. Dibutuhkan proses kurang lebih dua jam untuk dapat memindahkan batu bersejarah tersebut.
Pantauan detikcom di lokasi, Jumat (29/10) pukul 11.50 WIB, terpantau lokasi bekas pemindahan batu bersejarah tersebut berada di atas trotoar. Masih tampak ada bekas lubang galian dari pemindahan batu tersebut di lokasi.
Tempat batu itu berada di tengah-tengah antara tiang listrik dan pepohonan. Kini terlihat lubang bekas galian ditutupi dengan tumbuhan kering dan tumpukan pasir.
Salah satu warga sekitar, Ocit (51), mengaku tidak tahu kalau batu itu salah satu peninggalan sejarah. Bahkan, Ocit mengatakan batu itu sering digunakan sebagai tempat duduk sewaktu menunggu angkutan kota (angkot).
"Sering dipakai duduk kalau lagi nunggu angkot," ujar Ocit saat ditemui di lokasi.
Ocit mengungkapkan batu tersebut bentuknya mirip seperti meja, Tinggi batu itu kurang lebih 50 cm.
"Kaya meja gitu aja. Ya kurang lebih setinggi setengah meter ini," ujar Ocit.
![]() |
Ocit juga mengaku tidak mengetahui asal-usul batu tersebut. Dirinya mengatakan batu tersebut sudah ada di pinggir jalan sejak dia masih kecil.
"Sebelum ada pohonnya juga udah ada batu, enggak tahu juga sih enggak jelas. Tiba-tiba ada disitu. Dari sebelum saya lahir juga udah ada di situ," ucap Ocit.
Lihat juga video 'Penampakan Ruang Mirip Bungker di Lokasi Penemuan Terowongan Kuno':
Ada Batu Serupa di Cakung
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyebut sejumlah batu sejenis juga ditemukan di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Disebut ada sebanyak 6 hingga 7 batu serupa di kawasan Cakung.
"Sepertinya karena baru terdeteksi ya bahwa di situ ada batu yang punya nilai sejarah. Sekitar tahun 2018 baru ada laporan di situ ada batu diduga punya nilai sejarah," ujar pengurus Bidang Pusat Konservasi dan Restorasi Cagar Budaya Disbud DKI Jakarta Teguh Mardiuntoro saat dihubungi, Jumat (29/10).
![]() |
Teguh menjelaskan batu tersebut berusia lebih dari 300 tahun. Batu tersebut diperkirakan dibuat pada abad ke-17. Dulu batu itu merupakan alat untuk menggiling tebu.
"300-an tahun, diperkirakan dibuat pada 1700-an. Tahun pembuatannya. Itu kan batu dulu fungsinya untuk penggilingan tebu," jelas Teguh.
Dia mengatakan ada jenis batu serupa yang ditemukan di wilayah Cakung. Seingatnya, 6 atau 7 batu.
"Tapi memang faktanya batu ada di kawasan di pinggir Jalan TB Simatupang. Batu-batu yang lain sejenis dengan itu ada di kawasan Cakung, Penggilingan itu ada 6 atau 7 titik juga. Batu bersejarah juga," papar Teguh.
Fungsi Batu Sebagai Alat Giling Tebu Abad 17
Batu yang ditemukan di Jaktim itu menjadi Objek diduga cagar budaya (ODCB). Diduga, batu tersebut berfungsi sebagai alat giling tebu tradisional pada abad ke 17 dan abad ke-18. Pernah ditemukan ada batu serupa dan kini disimpan di Museum Sejarah Jakarta.
Dalam tulisan Haan (1935: 323-324), terdapat istilah suikermolen, yang berarti pabrik pembuatan gula. Pada abad ke-18, istilah pabrik pembuatan gula ini merujuk pada pabrik gula dengan peralatan tradisional sederhana yang menggunakan batu untuk menggiling tebu.
Pada masa itu, gula menjadi salah satu komoditas penting untuk perdagangan di dunia. Batavia--sebelum disebut Jakarta--adalah salah satu daerah penghasil gula, di mana hasilnya diekspor ke China dan Jepang. Produksi gula di Batavia dilakukan oleh orang-orang Cina yang bermukim di wilayah Pecinan.
Batu penggilingan biasa disebut warga setempat sebagai batu kiser. Setelah menurunnya produksi tebu di Batavia dan keluarnya orang-orang China dari Batavia pada 1740, mereka mulai mendirikan bentengan-bentengan dengan pagar tinggi yang selanjutnya disebut China Benteng. Salah satunya, mulai membuat pabrik penggilingan tebu untuk dijadikan gula pasir di wilayah Cakung.
Asal-usul nama Kampung Penggilingan juga berasal dari batu penggilingan tersebut. Dahulunya, nama kampung ini adalah Kampung Cakung yang terkenal dengan sebutan Kampung Gula.
"Kami sangat berterima kasih atas bantuan dan kerja sama Sudin Bina Marga Jakarta Timur, Sudin Penanggulangan Kebakaran Jakarta Timur, Kelurahan Gedong, dan pihak-pihak terkait, sehingga proses evakuasi dapat berjalan lancar," jelas Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana, Sabtu (30/10/2021).