Segel Sekretariat Ahmadiyah, Satpol PP Dinilai Perburuk Diskriminasi

Segel Sekretariat Ahmadiyah, Satpol PP Dinilai Perburuk Diskriminasi

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 23 Okt 2021 20:53 WIB
Satpol PP Kota Depok menyegel kembali Sekretariat Ahmadiyah di Jalan Raya Muchtar, Kelurahan Sawangan Baru, Sawangan, Jawa Barat. Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kota Depok M Taufiq meminta kepada jemaat Ahmadiyah untuk menghentikan segala aktivitas.
Satpol PP Depok kembali menyegel Sekretariat Ahmadiyah. (ANTARA/HO-Satpol PP Depok)
Jakarta -

SETARA Institute mengkritik tindakan Satpol PP Kota Depok yang menyegel Masjid Al-Hidayah, masjid jemaah Ahmadiyah, di Kelurahan Sawangan Baru, Kecamatan Sawangan. Satpol PP dinilai memperburuk diskriminasi terhadap Ahmadiyah.

"Tindakan penyegelan ulang tersebut secara serius memperburuk diskriminasi atas JAI di Depok. Penyegelan sebelumnya terhadap Masjid Al-Hidayah pada 2018 nyata-nyata mendiskriminasi JAI sehingga mereka tidak dapat menikmati hak konstitusional untuk kebebasan beragama/berkeyakinan, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 28E ayat (1) dan (2), Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945," tulis SETARA Institute dalam keterangan resminya, Sabtu (23/10/2021).

SETARA Institute pun meminta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Wali Kota Depok Mohammad Idris untuk mencabut kebijakan yang dinilai diskriminasi. Aturan yang dimaksud adalah Pergub Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Kota Depok Nomor 9 Tahun 2011.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kedua beleid tersebut inkonstitusional, karena melanggar Pasal 28E ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Bahkan dua aturan tersebut bersifat ekstensif dan bertentangan dengan SKB 3 Menteri Tahun 2008 yang dijadikan sebagai dasar dua kebijakan lokal tersebut," katanya.

SETARA Institute menjelaskan ada empat hal yang tertuang dalam dua peraturan daerah tersebut. Pertama, melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, ataupun melalui media elektronik. Kedua, pemasangan papan nama organisasi Jamaah Ahmadiyah Indonesia.

ADVERTISEMENT

Ketiga, pemasangan papan nama pada rumah peribadatan, lembaga pendidikan, dan lain sebagainya dengan identitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia di tempat umum. Keempat penggunaan atribut Jemaah Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apa pun.

"Padahal SKB 3 Menteri 'hanya' memperingatkan agar JAI tidak melanggar UU PNPS 1965 dan menghentikan kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam," katanya.

Mereka pun meminta agar Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi, meninjau ulang, bahkan mencabut SKB 3 Menteri tahun 2008. SKB itu dianggap sebagai biang dari diskriminasi terhadap Ahmadiyah.

"SKB tersebut nyata-nyata telah memantik terjadinya begitu banyak pelanggaran terhadap JAI. Mengacu pada data longitudinal Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) SETARA Institute, dalam lima tahun terakhir saja, JAI menjadi korban pelanggaran KBB dalam 54 peristiwa dan 83 tindakan," katanya.

Mereka pun berharap agar Polri bisa menjamin keamanan dan kemanusiaan jemaah Ahmadiyah di Indonesia, khususnya di Depok, sehingga jemaah Ahmadiyah bisa beribadah dengan tenang.

"Anggota kepolisian di daerah hendaknya diinstruksikan untuk melakukan mitigasi kerentanan dan menangani secara terukur setiap ancaman terhadap JAI. Dalam konteks kasus di Depok misalnya, penyegelan ulang yang dilakukan oleh Satpol PP Pemkot Depok, dilakukan dengan mobilisasi massa yang secara terbuka menyampaikan aneka ujaran kebencian dan ancaman pembongkaran atas Masjid Al-Hidayah serta ancaman 'di-Ketapang-kan,'" katanya.



"Sebagaimana diketahui bersama, dalam peristiwa Ketapang, Nusa Tenggara Barat, pada 2006, jemaah Ahmadiyah dipersekusi, menjadi objek kekerasan, rumah mereka dijarah dan dibakar warga, dan kemudian diusir dari tempat tinggal mereka," katanya.

Terakhir, SETARA Institute mengecam pernyataan MUI soal penyegelan Masjid Al-Hidayah. Menurutnya, MUI keliru saat mendukung tindakan Satpol PP Depok demi tidak terjadi kerusuhan di masyarakat.

"Pandangan MUI menegaskan mayoritarianisme sebagai persoalan kebinekaan dan kerukunan beragama, yang mana hak-hak minoritas seringkali dikorbankan dalam relasi-relasi sosio-keagamaan, bahkan dengan alasan untuk mencegah terjadinya eskalasi konflik yang sering kali dipicu oleh kelompok intoleran yang mengatasnamakan mayoritas," katanya.

Penyegelan Masjid Ahmadiyah

Satpol PP Kota Depok menyegel kembali Sekretariat Ahmadiyah di Jalan Raya Muchtar, Sawangan. Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kota Depok M Taufiq meminta jemaah Ahmadiyah menghentikan segala aktivitas. "Tim pengawasan sudah dibentuk, kami akan terus melakukan pengawasan terhadap mereka," kata M Taufiq seperti dilansir Antara, Jumat (22/10/2021).

Menanggapi penyegelan, pendamping jemaah Ahmadiyah, Syamsul Alam Agus, mempertanyakan substansi dari penyegelan yang dilakukan Satpol PP Depok.

"Ini menegaskan tindakan intoleransi dari Pemkot Depok. Seperti diketahui jaminan beragama dan berkeyakinan dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945 dan HAM," kata Syamsul.

Syamsul Alam mengatakan pihaknya akan tetap bertahan di lokasi tersebut. Menurutnya, dalam SKB 3 Menteri itu, yang dilarang adalah penyebaran paham oleh jemaah Ahmadiyah.

Menurutnya, selama 10 tahun jemaah Ahmadiyah tunduk pada SKB 3 Menteri dengan tidak melakukan itu.

Halaman 2 dari 2
(aik/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads