Dewas Tak Proses Laporan Novel soal Dugaan Langgar Etik Lili Pintauli

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Jumat, 22 Okt 2021 15:16 WIB
Novel Baswedan (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar kembali dilaporkan ke Dewas KPK oleh mantan penyidik KPK Novel Baswedan, karena diduga melanggar etik. Dewas menyebut laporan itu tidak dapat diproses lebih lanjut karena dinilai belum jelas.

"Semua laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik yang masih sumir, tentu tidak akan ditindaklanjuti oleh Dewas," kata anggota Dewas, Syamsuddin Haris, kepada wartawan, Jumat (22/10/2021).

Syamsuddin mengatakan laporan tersebut memang sudah diterima Dewas. Dia mengatakan laporan itu seharusnya disampaikan dengan jelas soal dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili.

"Laporan pengaduan baru diterima Dewas, tapi materi laporan sumir. Perbuatan LPS yang diduga melanggar etik tidak dijelaskan apa saja. Setiap laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik oleh insan KPK harus jelas apa fakta perbuatannya, kapan dilakukan, siapa saksinya, apa bukti-bukti awalnya," kata Syamsuddin.

Lili diduga Novel melanggar etik karena menjalin komunikasi dengan kontestan pilkada serentak di Labura. Syam menyebut seharusnya Novel melaporkan dengan jelas soal isi komunikasi yang diduga dilakukan Lili tersebut.

"Jika diadukan bahwa LPS berkomunikasi dengan kontestan Pilkada 2020 di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), ya, harus jelas apa isi komunikasi yang diduga melanggar etik tersebut," katanya.

Sebelumnya, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata, melaporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Lili dilaporkan karena diduga melakukan pelanggaran etik berkomunikasi dan bekerja sama dengan salah satu kontestan pilkada serentak Labuhanbatu Utara (Labura) bernama Darno.

"Bahwa Saudari LPS sebagai terlapor selain terlibat dalam pengurusan perkara Tanjungbalai, juga terlibat dalam beberapa perkara lainnya, yaitu terkait dengan perkara Labuhanbatu Utara yang saat itu juga kami tangani selaku penyidiknya. Kemudian fakta ini juga kami sampaikan dalam persidangan etik dengan terlapor LPS di mana dugaan perbuatan Saudari LPS saat itu adalah berkomunikasi dengan salah satu kontestan pilkada serentak Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura)," kata Rizka kepada wartawan, (21/10).

Rizka menduga Lili bekerja sama dengan Darno untuk mempercepat penahanan tersangka Bupati Labuhanbatu Utara, Kharuddin Syah. Rizka mengatakan Kharuddin pernah bercerita apa yang dilakukan Darno itu untuk menjatuhkan suara anaknya yang juga ikut dalam kontestasi pilkada serentak.

"Kami melaporkan dugaan perbuatan LPS berkomunikasi dan bekerja sama dengan mendukung salah satu pasangan calon pilkada di Labuhanbatu Utara, dengan cara mempercepat penahanan bupati Labura aktif yang saat itu menjadi tersangka dengan tujuan menjatuhkan suara anak bupati yang juga jadi calon pilkada, hal itu disampaikan Bupati Kharuddin Syah dalam pemeriksaan kepada saya," kata Rizka.

Rizka mengatakan Darno diduga meminta kepada Lili agar eksekusi Kharuddin dilakukan sebelum Desember 2020. Rizka mengatakan dugaan itu terbukti saat dia diminta pimpinan melalui Direktur Penyidikan untuk menahan Kharuddin pada November 2020.

"Penahanan Bupati Labura diminta dilakukan sebelum Pilkada serentak Desember 2020 dan pada praktiknya benar saya diperintah menahan bupati pada November 2020 oleh pimpinan dimaksud melalui Direktur Penyidikan," ujarnya.

Rizka mengatakan penahanan terhadap Kharuddin dilakukan pada November 2020. Padahal, menurut Rizka, dia telah menyampaikan informasi dugaan komunikasi Lili Pintauli dengan peserta pilkada itu ke Direktur Penyidikan. Namun, katanya, informasi itu tidak digubris.




(azh/yld)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork