Yusril Ihza Mahendra mengatakan tidak ada yang aneh dalam pengujian uji formil dan materiil Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat era Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Yusril menyebut yang aneh justru sikap Partai Demokrat.
Kuasa hukum empat orang eks kader Partai Demokrat dalam pengajuan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) itu mengatakan yang diujikan dalam permohonan ini bukan AD/ART PD ketika berdiri, melainkan AD perubahan tahun 2020. AD perubahan itu bukan produk DPP partai mana pun, termasuk Partai Demokrat.
"Sesuai UU Parpol, yang berwenang merubah AD ART itu adalah lembaga tertinggi dalam struktur partai tersebut. Di PD, lembaga tertinggi itu adalah Kongres. AD Perubahan PD Tahun 2020 bukan produk DPP PD, tetapi produk Kongres PD tahun 2020," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Minggu (10/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusril menyampaikan DPP partai memang berhak dan berwenang mewakili partai ke luar dan ke dalam, sebagaimana halnya Direksi Perseroan Terbatas berhak melakukan hal yang sama. Namun kewenangan itu tidak menyangkut perubahan anggaran dasar.
"Di partai kewenangan itu ada pada Kongres atau Muktamar. Sementara dalam perseroan terbatas, kewenangan itu ada pada Rapat Umum Pemegang Saham. Akan terjadi tindakan seenaknya jika DPP partai atau Direksi PT dapat mengubah Anggaran Dasar," ungkap dia.
Menurut Yusril, yang aneh justru kalau pengacara PD DPP PD minta supaya DPP PD dijadikan pihak yang 'paling signifikan memberi keterangan' atas permohonan judicial review. Apalagi menyebut DPP PD sebagai pihak yang membuat AD Perubahan.
"DPP PD hanyalah pihak yang diberi amanat atau mandat oleh kongres untuk mendaftarkan Perubahan AD/ART ke Kemenkumham. Di partai mana pun keadaannya sama," ujarnya.
"Kalau belum sidang MA sudah mengaku DPP PD sebagai pembuat AD/ART, maka pengakuan tersebut akan menjadi boomerang bagi PD sendiri. AD itu otomatis tidak sah karena dibuat oleh DPP PD sesuai pengakuan tersebut," imbuh Yusril.
Yusril melanjutkan, dalam persidangan MA nanti, surat kuasa yang diberikan DPP PD kepada Hamdan Zulva juga bisa dieksepsi sebagai surat kuasa yang tidak sah. Sebab, kuasa itu diberikan bukan oleh 'pihak yang membuat' AD ART.
"Keterangan yang diberikan bukan oleh pihak yang berwenang memberikan keterangan tidak lebih dari sekedar 'testimonium de auditu' yang tidak punya nilai pembuktian sama sekali. Tetapi kalau pengacara DPP PD mau mencobanya, silakan saja," ungkap dia.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Lihat Video: Demokrat AHY: Dalangnya Moeldoko, Wayangnya Yusril, Sama-sama Ambisius
Kalau sekarang, DPP PD mohon kepada MA agar dijadikan Pihak Terkait, menurut Yusril, hal tersebut justru aneh. Yusril menjelaskan, di MK keberadaan pihak terkait, yakni pihak yang berkepentingan dengan suatu pengujian UU, memang ada dan dikenal. Tetapi di MA tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur keberadaan Pihak Terkait.
"Jadi kalau gunakan logika hukum PD, permohonan menjadi Pihak Terkait itupun tidak kurang anehnya. Lebih aneh lagi, Hamdan menyebut PD sebagai pihak 'pembuat AD'. Kalau merasa sebagai pihak pembuat AD yang relevan untuk memberikan keterangan di MA, mengapa justru memposisikan diri sebagai Pihak Terkait?" lanjut Yusril.
Selain alasan di atas, Yusril berpandangan bahwa AD/ART partai manapun yang dibuat oleh kongres atau muktamar sebuah partai barulah sah berlaku apabila ia disahkan oleh Menkumham dan dimuat di dalam Berita Negara. Demikian juga hasil kongres partai yang menyusun DPP baru dinyatakan sah jika telah disahkan oleh Menkumham dan diumumkan dalam Berita Negara.
"DPP partai kubu manapun yang mengaku dirinya sah, pada akhirnya Pemerintah ataupun KPU tetap akan mengacu kepada Kepmenkumham sebagai pegangan demi kepastian hukum. Lihat saja bagaimana praktek selama Pemilu dan Pilkada. Demikian pula Anggaran Dasar Partai. Karena itu, adalah relevan jika Menkumham yang dijadikan Termohon dalam JR, bukan DPP Partai Demokrat yang juga samasekali bukan pihak yang membuat AD tersebut," kata dia.
Yusril mengatakan, andaikata Keterangan yang diberikan Menkumham nantinya tidak memuaskan Mahkamah Agung, bisa saja permohonan JR dikabulkan. Amar putusan MA misalnya menyatakan pasal-pasal tertentu dalam AD ART Partai Demokrat bertentangan dengan UU dan karenanya tidak mempunyai kekuatan mengingat.
"Amar putusan selanjutnya adalah memerintahkan Menkumham untuk mencabut pengesahan AD PD. Karena dicabut, maka praktis PD tidak mempunyai AD yang sah. Dalam keadaan demikian, maka Menkumham tentu akan mengembalikan maka masalahnya ke PD agar memperbaiki AD/ART-nya sesuai dengan pertimbangan hukum dan amar Putusan MA tersebut," papar Yusril.
"Bagaimana PD memperbaiki ADnya, andaikata Putusan MA seperti itu, tentu bukan urusan saya lagi. Saya kan pengacara 4 orang anggota PD yang mereka pecat. Saya sama sekali bukan Pengacara PD. Pengacara PD kan Pak Hamdan Zoelva," imbuh dia.
(mae/imk)