Catatan Pakar Psikologi Forensik soal Tagar #PercumaLaporPolisi

Adhyasta Dirgantara - detikNews
Sabtu, 09 Okt 2021 15:33 WIB
Jakarta -

Sempat trending di media sosial (medsos) Twitter tagar atau hashtag PercumaLaporPolisi buntut viral dihentikannya penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel membuat sebuah catatan mengenai tagar PercumaLaporPolisi.

Reza memulai catatannya dengan membeberkan data kejahatan di Amerika Serikat. Reza mengklaim hanya 50 persen kejahatan yang dilaporkan ke polisi di Amerika.

"Merespons #PercumaLaporPolisi. Ini data di Negeri Paman Sam: dari keseluruhan kejadian kejahatan secara umum, yang dilaporkan hanya sekitar 50 persen. Dari 50 persen itu, yang dilanjutkan dengan penahanan hanya 11 persen. Dari 11 persen itu, yang berlanjut ke persidangan cuma 2 persen," ujar Reza melalui keterangan tertulis, Sabtu (9/10/2021).

Untuk kasus kejahatan seksual, Reza menjelaskan hanya 25-40 persen yang dilaporkan, dengan laporan keliru sebesar 2-10 persen. Angka-angka tersebut, kata Reza, menunjukkan bahwa kejahatan seksual memang mengandung kompleksitas tinggi.

"Termasuk kemungkinan gagal diinvestigasi hingga tuntas, apalagi berlanjut sampai ke pengadilan. Di Amerika saja, jumlah kasus kejahatan seksual yang bisa ditangani hingga tuntas ternyata turun dari 60-an persen (tahun 1964) ke 30-an persen (2017)," tuturnya.

Selain itu, Reza membeberkan rentang waktu kejadian pemerkosaan dengan pelaporan kepolisian biasanya terjadi cukup jauh. Akibatnya, bukti bisa lenyap sehingga mengganggu proses penyelidikan.

"Penyebab dasarnya adalah jarak waktu yang jauh antara peristiwa dan pelaporan ke polisi. Rentang waktu yang panjang itu membuat, antara lain, pelaku kabur, bukti lenyap, saksi lupa, korban trauma berkepanjangan. Akibatnya, kerja penyelidikan dan penyidikan terkendala serius," terang Reza.

"Walau demikian, SP3 bukan berarti penghentian penanganan selama-lamanya. Pada alinea terakhir, SP3 biasanya ada kalimat bahwa penanganan bisa diaktifkan kembali sewaktu-waktu diketemukan bukti dan saksi yang memadai. Jadi, saya tetap menyemangati korban dan keluarga--jika peristiwa dimaksud benar-benar terjadi--untuk terus berikhtiar dan berdoa," sambungnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.




(aud/aud)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork