Oknum anggota TNI di Surabaya dipecat dan dipenjara selama 6 bulan karena melakukan seks sesama jenis dengan anggota lainnya. Pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan penyimpangan seksual di tubuh TNI saat ini harus menjadi agenda prioritas.
"Persoalan pelanggaran hukum kesusilaan, termasuk LGBT di tubuh TNI memang sedemikian serius. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bahkan telah mengeluarkan telegram ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang penerapan sanksi tegas kepada para prajurit yang terbukti melakukan pelanggaran hukum ini," kata Khairul kepada wartawan, Rabu (6/10/2021).
Khairul mengatakan fenomena seks menyimpang ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dia mengatakan pembinaan prajurit TNI perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
"Persoalan ini memang tak boleh dibiarkan dan harus menjadi salah satu agenda prioritas dalam pembinaan personel TNI. Sanksi tegas seperti dalam kasus di Surabaya itu diperlukan agar tidak makin meluas, mempengaruhi kesiapsiagaan dan mengganggu soliditas," kata dia.
Lebih lanjut, Khairul menilai fenomena LGBT di lingkungan TNI bukan disebabkan oleh lemahnya sistem perekrutan. Dia menyebut fenomena LGBT bisa terjadi karena sistem asrama.
"Fenomena LGBT di lingkungan TNI/Polri menurut saya bukan disebabkan oleh lemahnya sistem perekrutan. Harus diakui praktik disorientasi seksual memang mudah terjadi dalam proses pendidikan dan merupakan salah satu risiko dan kerentanan dari sistem pendidikan berasrama," kata dia.
Oleh sebab itu, Khairul menilai perlu adanya pembinaan mental personel TNI. Hal itu dilakukan untuk antisipasi dini.
"Perlu ada evaluasi terkait pembinaan mental personel di lingkungan TNI untuk mengantisipasi sejak dini munculnya potensi perubahan perilaku seksual tersebut. Selain kurikulum baku di lembaga pendidikan, diperlukan metode bimbingan dan pengasuhan yang antisipatif terhadap hal-hal seperti itu di lingkungan asrama maupun di lingkungan kedinasan," tutur dia.
Lebih lanjut, Khairul mengatakan tantangan bagi Panglima TNI yang baru nantinya adalah mengatasi fenomena LBGT ini. Hal itu bisa diatasi melalui pembangunan pola pembinaan agar tak terjadi seks menyimpang.
"Kelak, Panglima TNI yang baru harus mampu menjawab tantangan bagaimana membangun pola pembinaan personel yang tak membuka peluang terjadinya praktik disorientasi seksual dalam kehidupan prajurit. Karena bagaimanapun, konsep pendidikan berasrama tak mungkin dihindari di lingkungan TNI," jelasnya.
Simak berita selengkapnya pada halaman selanjutnya.
(lir/idn)