Pemprov DKI Jakarta mengimbau warganya berhemat dalam penggunaan air bersih dari tanah. Imbauan yang dimaksudkan untuk mencegah penurunan muka tanah yang terjadi dinilai tidak efektif sehingga perlu dikaji ulang.
Profesor riset bidang meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Eddy Hermawan, menyebut imbauan sangat subjektif sekali. Pasalnya, tidak ada parameter pasti untuk mengukur efek kontribusi masyarakat dalam menghemat air ini.
"Sebenarnya saya lebih ke efektif dan tidak efektif, itu parameternya ada-nggak ya. Setelah diimbau jadi sekian persen (penurunan air tanah). Alat pengukurnya nggak ada, ya sangat subjektif sekali ya," kata Eddy Hermawan kepada detikcom, Rabu (6/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengingatkan, dalam hal ini Pemprov DKI bertanggung jawab atas kebutuhan air bersih masyarakat. Selain itu, menurutnya, kontribusi masyarakat terbilang kecil dalam berhemat air jika dibandingkan dengan hotel dan perkantoran.
"Pemerintah bertanggung jawab menyediakan air bersih bagi masyarakat penghuninya. Jadi air yang melimpah ruah di bawah tanah itu ya dikelola. Sebenarnya kontribusi masyarakat itu kecil ya. Yang besar ya hotel-hotel berbintang itulah, perkantoran yang gede-gede itulah, yang mana ini memberikan kontribusi besar dalam penurunan muka air tanah," ungkapnya.
"Kalau penduduk untuk kebutuhan secukupnya saja, to. Kalau hotel berbintang buat bikin kolam renang, bikin saluran, bikin apa, mau nggak mau," sambungnya.
Dia meminta Pemprov DKI kembali mengkaji kebijakan ini agar bukan sekadar mengimbau. Baginya, yang terpenting ialah sosialisasi terlebih dahulu.
"Jadi dalam hal ini pemda DKI, satu, mengkaji kembali kebijakan itu. Bukan sekadar mengimbau. Tetapi juga menekankan kepada sosialisasi dulu. Karena kalau mereka nggak ngerti, efektivitasnya kurang menurut saya," tuturnya.
Warga DKI Diminta Berhemat Air
Sebelumnya, Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan warganya tetap harus menjaga dan menghemat air meski Jakarta bukan padang pasir. Riza menyebut penghematan terhadap air tanah merupakan salah satu cara untuk menjaga lingkungan sekitar.
"Kita minta ke semua warga Jakarta untuk menghemat penggunaan air. Harus dijaga air sekalipun kita bukan di Timur Tengah, padang pasir yang sulit air, tapi tetap kita harus menjaga lingkungan kita. Salah satunya adalah memastikan kebutuhan air bersih agar dihemat dijaga," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Selasa (5/10/2021).
Riza menambahkan, penggunaan air tanah di Jakarta perlu ada pengendalian. Dia menegaskan saat ini tidak ada larangan penggunaan air tanah.
"Perlu ada pengendalian (air tanah). Tidak ada larangan. Semuanya diatur kebutuhan air tanah, agar semuanya bisa memenuhi. Juga hotel, apartemen, perkantoran juga harus diatur kebutuhan air tanahnya juga masyarakat umumnya. Kita minta bisa menghemat kebutuhan air bersih," ujarnya.
Riza mengatakan, jika air perpipaan tanah sudah merata disalurkan di Jakarta, penggunaan air tanah akan berkurang. "Ya dong, kalau nanti sudah tersalurkan (air perpipaan) penggunaan air tanah akan berkurang, sesuai dengan penyaluran yang ada. Jadi semakin banyak PAM, bisa menyalurkan air bersih, maka penyedotan air melalui pompa akan berkurang ya," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti mengatakan pemerintah pusat telah mengimbau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan air minum baku untuk masyarakat. Warga DKI Jakarta bakal dilarang menggunakan air tanah.
Saat ini sudah ada pembahasan terkait hal tersebut. Nantinya ada beberapa sumber air yang bisa digunakan, misalnya dari Jatiluhur, Serpong, sampai Juanda.
"Hal ini karena Jakarta tidak punya sumber air baku, makanya masyarakatnya masih pakai air tanah," kata dia dalam konferensi pers di kantor Kementerian PUPR, Senin (4/10).
Sementara Kepala Dinas (Kadis) Sumber Daya Air (SDA) DKI Yusmada Faizal mengatakan regulasi sedang disiapkan untuk membatasi penggunaan air tanah, belum untuk melarang.
"Jadi kita akan menuju, membatasi penggunaan air tanah, belum melakukan istilahnya pelarangan," kata Yusmada saat rapat dengan Komisi D DPRD DKI Jakarta, Selasa (5/10).
Yusmada menjelaskan, sumber air baku perpipaan di Jakarta masih sedikit. Dia menilai pelarangan penggunaan air tanah di Jakarta saat ini belum pantas karena pengadaan air perpipaan di Jakarta baru mencapai 64 persen.