Sengketa warga di kompleks Perumahan Permata Buana, Kembangan, Jakarta Barat, seolah-olah tiada henti. Setelah ramai dugaan pungli oknum petugas satpam, kini muncul laporan warga lainnya terkait permasalahan di Permata Buana.
Korban bernama Hartono Prassetya alias Toni (64) diduga dipersekusi oleh oknum RT dan sejumlah warga. Toni mendapat pengancaman dengan kekerasan gegara melapor soal masalah jalan bising di depan rumahnya.
Berikut ini rangkuman detikcom dari dua peristiwa di Permata Buana:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persekusi Warga: 'Didemo hingga Diusir'
Kuasa hukum Toni, Oktavianus Rasubala, mengatakan kliennya 'didemo' oleh oknum RT dan sejumlah warga Permata Buana pada 26 Februari 2021. Toni mendapat pengusiran secara tidak langsung dari para pelaku.
Pagar rumahnya digantungi poster dari kardus bertulisan 'Usir Toni dari Permata Buana' dan 'Tinggal di Hutan Kalau Mau Sepi dan Tidak Mau Bersosialisasi dengan Tetangga dan Warga'.
menurut Oktavianus, perlakuan pelaku terhadap kliennya mirip seperti demo.
"(Toni) di dalam pagar, di pekarangan di rumah, pintu gerbangnya itu digoyang-goyang, kayak demo," ucapnya.
Toni kemudian keluar dan menemui warga bersama RT tersebut. Dalam video yang diterima, seorang petugas sekuriti saat itu menjelaskan bahwa RT hendak menemui Toni, namun Toni tidak membukakan pintu dan malah masuk ke dalam rumah. Padahal saat itu Toni hendak mengambil kunci pagar rumahnya.
"Klien saya sudah renta, sudah usia, dia pikir kok ramai-ramai mau apa? Mau keluar dia nggak jadi, lagi ngobrol di depan pintu tiba-tiba bergantung poster dua biji 'Usir Toni' pakai kardus gede, 'Usir Toni keluar dari sini, tinggal di hutan'," kata Oktavianus membacakan kembali tulisan di poster.
Persekusi Warga: Toni Merasa Diintimidasi
Akibat kejadian itu, Toni merasa diintimidasi oleh oknum RT dan para warga. Toni kemudian melapor ke Polres Jakarta Barat.
Laporan Toni diterima dengan nomor laporan TBL/188/III/2021/PMJ/Restro Jakbar tertanggal 3 Maret 2021. Toni melaporkan sejumlah orang terkait Pasal 335 KUHP tentang pengancaman dengan kekerasan, Pasal 310 dan 311 KUHP tentang fitnah dan pencemaran nama baik.
"Saya merasa kalau ini didiamkan, dianggap masalah sepele dan tidak terselesaikan akhirnya bisa mengancam jiwa seseorang, kita nggak tahu kan risiko. Apinya jangan dibiarkan membesar. Api kecil harus segera dipadamkan," jelasnya.
Simak di halaman selanjutnya.
Persekusi Warga: Berawal dari Surat ke Walkot
Sementara itu, Oktavianus menjelaskan awal mula intimidasi dan persekusi itu terjadi setelah kliennya mengadu ke wali kota beberapa waktu sebelumnya. Toni mulanya mengeluhkan jalan di depan rumahnya ramai kendaraan sehingga meminta solusi ke pihak pemerintah setempat.
"Jadi beberapa bulan yang lalu klien saya bersurat ke wali kota perihal, dia merasa kompleks depan rumah dia itu ramai dengan lalu lintas jalan. Dia meminta wali kota tolonglah ditertibkan, apakah mau diportal atau bagian yang lain portalnya dibuka, supaya akses itu ada alternatif dan tidak ke depan rumahnya dia semua," paparnya.
Menurut Oktavianus, keluhan itu tidak hanya dialami oleh kliennya. Beberapa warga di blok yang sama mengeluhkan hal serupa.
"Dan tidak cuma dia, ada 10 warga yang terganggu di blok itu, Blok C," ucapnya.
Dihubungi terpisah, Kapolres Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo mengatakan pihaknya masih menyelidiki laporan Toni tersebut.
"Belum naik sidik (penyidikan)," kata Kombes Ady Wibowo saat dihubungi wartawan, Senin (4/10/2021).
Simak halaman selanjutnya, drama dugaan pungli di Permata Buana
Intimidasi Warga Permata Buana
Kasus serupa dialami warga Permata Buana lainnya, yakni Candy. Tidak hanya diintimidasi, Candy juga diduga dimintai pungutan liar (pungli) oleh pelaku.
Kuasa hukum Candy, Syair Abdul Muthalib, mengungkap bahwa kliennya mendapatkan intimidasi dari petugas satpam sejak Februari 2021. Kendaraan yang mengangkut material ke rumah Candy dihadang oleh para satpam.
"Kejadian atau laporan tersebut sebenarnya bukan hanya pada saat itu terjadi, tapi memang kejadian itu sudah terjadi sejak bulan Februari 2021 bahwa klien kami terus dilakukan intimidasi dan penghadangan barang-barang material masuk," kata Syair Abdul Muthalib saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (29/9/2021).
Kemudian, Syair mengatakan penghadangan akses kendaraan proyek ke rumah Candy itu dilakukan para satpam yang mengaku merujuk pada surat perintah dari pengurus RW.
![]() |
Intimidasi Warga: Diminta Bayar Uang Jaminan
Candy disurati oleh pengurus pada 18 Februari 2021. Surat itu berisikan perihal pemberhentian sementara renovasi rumah.
"Terus yang selanjutnya berkaitan dengan surat yang selama ini menjadi rujukan buat satpam untuk melakukan pemberhentian barang-barang klien kami yang masuk, yaitu di mana di dalam surat itu surat tertanggal 18 Februari 2021 tentang pemberhentian sementara renovasi rumah," jelas Syair.
Syair melanjutkan, dalam surat berkop Rukun Warga RW 11 itu, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Candy jika ingin melanjutkan kembali renovasi rumah tersebut.
"Salah satu di antaranya ada permintaan izin pembangunan yang mana izin pembangunan itu nilainya Rp 5 juta. Kemudian ada juga yang namanya uang jaminan pengawasan sebesar Rp 10 juta," ujar Syair.
Kemudian, Syair juga menyebut ada permintaan lain terkait sejumlah uang lain, di antaranya stiker untuk para petugas proyek yang merenovasi rumahnya sebesar Rp 60 ribu per stiker. Kemudian, uang jaminan lainnya terkait masuknya material yang hendak masuk ke rumahnya untuk renovasi.
"Klien kami tidak memberikan uang itu. Terus selanjutnya ada juga permintaan klien kami untuk membangun rumah itu sesuai dengan permintaan jam kerja oleh mereka, yang mana permintaan jam kerja itu dari jam 13.00 WIB sampai 17.00 WIB yang diminta oleh mereka supaya klien kami mengikuti aturan-aturan itu," jelas Syair.
"Bahwa permintaan tersebut kami duga ini bagian dari bentuk pemerasan atau pungli terhadap klien kami," sambungnya.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni kepala sekuriti Permata Buana. Ia menjadi tersangka pengancaman.