Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo merasa ironis gara-gara patung Proklamator RI, Sukarno, ada di mana-mana sementara patung Presiden RI ke-2 Soeharto dkk hilang dari Markas Kostrad. Elite PDIP, Hendrawan Supratikno, menanggapi pernyataan Gatot dengan mengungkit masa lalu.
Hendrawan awalnya menjelaskan patung tidak bisa dipahami seperti fesyen. Patung tokoh nasional, kata Hendrawan, merupakan wujud dari literasi sejarah masyarakat.
"Keberadaan patung tidak boleh dipahami seperti kita memahami mode atau fesyen, tetapi makna simbolik yang dipancarkan. Dalam alam demokrasi, ketika akses terhadap informasi tidak terdistorsi, ketika memori kolektif masyarakat mengalami proses penjernihan, patung mengekspresikan literasi historis masyarakat," kata Hendrawan kepada wartawan, Kamis (30/9/2021) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota DPR RI ini kemudian mengungkit masa lalu di mana ada upaya mendegradasi peran Sukarno dalam sejarah bangsa Indonesia. Dia menyebut upaya itu dilakukan demi melanggengkan kekuasaan.
"Kita pernah mengalami era di mana peran dan jasa Bung Karno berusaha didegradasi. Politik sejarah diintervensi kepentingan pelanggengan kekuasaan. Di era terbuka seperti sekarang, masyarakat rindu terhadap orientasi kebangsaan yang otentik, kepada narasi negara bangsa yang orisinal," kata dia.
Hendrawan mengatakan jumlah patung tak bisa dijadikan parameter apapun. "Jadi bukan parameter jumlah, tapi parameter psikososial dan histeriografi negara bangsa," kata dia.
Dia meminta ada upaya menyimpulkan telah terjadi 'de-Soehartoisasi' di dalam pernyataan Gatot soal patung Sukarno dan Soeharto. Dia menyebut pernyataan Gatot itu membuat seolah-olah kondisi saat ini sama seperti era di mana peran Sukarno didegradasi dalam sejarah bangsa.
"Jadi jangan disimpulkan bahwa sekarang terjadi de-Soehartoisasi seperti yang disiratkan dari pernyataan GN (Gatot Nurmantyo). Seolah-olah ini sama dengan de-Sukarnoisasi yang nyata terjadi di masa lalu," kata dia.
Gatot Soroti Patung Sukarno-Soeharto
Gatot sebelumnya menyoroti keberadaan patung Soeharto yang seakan-akan hilang di peredaran. Hal itu disampaikan Gatot dalam acara Karni Ilyas yang disiarkan Karni di akun YouTube-nya. Gatot menyoroti itu ketika ditanya tentang harapan Gatot usai peristiwa hilangnya hilangnya patung Soeharto dkk di Markas Kostrad.
"Ya saya tetap berpikir positif bahwa karena Kostrad itu adalah tulang punggung, pada saat 65 (1965) dan seterusnya, untuk menjaga. Karena justru museum itu ada di Kostrad itu adalah bentuk pewarisan sejarah, agar semua prajurit Kostrad itu tahu dan sadar, bahwa panglimanya seperti itu, kemudian Kostrad seperti itu, sehingga suatu saat operasi pasti dia paling depan Kostrad," kata Gatot dalam YouTube Karni Ilyas seperti dilihat, Kamis (30/9).
Gatot kemudian bicara mengenai keberadaan patung Soeharto. Menurut Gatot, perlu ada patung Soeharto yang juga berjasa untuk Indonesia.
"Nah ini, tiga-tiganya mengusik kebangsaan saya, sosok Sarwo Edhie, saya juga prajurit komando, Pak Harto (Soeharto), saya juga mantan Pangkostrad, Pak AY (Azmyn Yusri) Nasution juga mantan KSAD, beliau-beliau inilah contoh, panutan, tentang bagaimana perjuangan, bagaimana cara berpikir, bagaimana cara merencanakan mengambil keputusan yang efisien. Sehingga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya bisa memutarbalikkan. Ini kan suatu hal sangat strategis bagi bukan hanya TNI, keluarganya, maupun masyarakat," tutur Gatot.
"Bung Karni, di mana-mana patung Bung Karno ada, bahkan nama Sukarno-Hatta jalan ada, Pak Harto mantan presiden ada jasanya juga, mana sih ada patung? Hanya patung kecil seperti itu pun musnah. Ini kan suatu hal yang sangat ironis," lanjutnya.
Dudung Ungkap Alasan Hilangnya Patung Soeharto
Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman menceritakan awal mula patung Soeharto dkk itu hilang dari Markas Kostrad. Hal ini berawal saat mantan Pangkostrad Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution saat meminta patung Soeharto dkk dibongkar.
"Pada tanggal 30 Agustus, 2021, ada Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution, mantan pangkostrad ke-34, beliau datang ke tempat saya, 'jadi Pak Dudung Pangkostrad, saya mantan Pangkostrad selama saya dinas disini sekitar satu tahun, saya ada unek-unek yang sampai saat ini mengganjal dalam hidup saya, salah satunya waktu itu saya membuat patung'," ujar Dudung menirukan pembicaraan AY Nasution padanya, Kamis (30/9).
"'Menurut ajaran agama Islam membuat patung itu diharamkan tidak boleh, oleh karena saya memohon kepada Pak Dudung', beliau tuh sampai hampir meneteskan air mata, 'saya sudah tua Pak Dudung, saya tidak mau nanti meninggal saya masuk neraka, nah yang mengganjal ini Pak Dudung ada patung yang saya buat yang besar-besar itu patung Pak Harto, patung Pak AH Nasution dan Sarwo Edhie, mohon patung itu akan saya tarik dan akan saya musnahkan di museum'," ujar Dudung.