Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman RI berharap segera bertemu presiden untuk membahas nasib 56 pegawai KPK yang segera diberhentikan. Menurut mereka, itulah satu-satunya harapan agar 56 pegawai KPK tidak dipecat pada 30 September mendatang.
"Kita tentu akan mengupayakan untuk bisa bertemu beliau ya (Presiden), tidak sekadar di level pembantunya, karena itu kan sudah juga bolak-balik, kita berdiskusi, sangat penting buat presiden untuk bisa mendengar langsung dan kemudian sangat penting untuk Ombudsman untuk kemudian bisa mendengar apa pandangan presiden," kata anggota Ombudsman RI Robert Endi Jaweng dalam siaran langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (19/9/2021).
Robert menyebut Ombudsman sudah berulang kali bertemu dengan presiden. Dia berharap, untuk kasus ini pun, presiden bisa menerima pihaknya.
"Bagaimanapun dua lembaga (Komnas HAM dan Ombudsman) yang memproses masalah ini adalah lembaga negara yang juga saya kira ditempatkan dalam konteks sopan santun dalam artian presiden selama ini kan bukan baru pertama kali Ombudsman ya, selama ini juga cukup sering berdiskusi bertemu dengan kita begitu," paparnya.
Robert berharap pemerintah tidak pilih kasih memilah suatu kasus yang dianggap baik atau tidak baik untuk pemerintah. Dia menilai sopan santun ketatanegaraan kasus perlu juga diperhatikan dalam kasus tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK itu.
"Dan saya kira fatsun ketatanegaraan itu juga perlu diperlihatkan dalam kasus ini, untuk kemudian tidak menunjukkan ada pilih kasih, ada pemilahan atau bahkan diskriminasi terhadap sesuatu yang mungkin baik untuk pemerintah akhirnya kemudian kita diskusi. Ketika kemudian sesuatu yang dianggap tidak baik dalam apa pun arti kata tidak baik ini untuk pemerintah, itu kemudian seolah pintu itu begitu tertutup," ungkap Robert.
Baca juga: Upaya KPK Berantas Korupsi Perlu Dikawal |
Robert mengaku akan berbicara soal maladministrasi dalam proses TWK KPK, seperti dalam rekomendasi Ombudsman, jika Presiden Jokowi menerima mereka. Tak hanya isi rekomendasi, tapi juga beberapa hal lain yang tidak tertuang dalam rekomendasi.
"Kita ingin menyampaikan ini pada Bapak Presiden, secara gamblang tentu pada tingkatan strategis sangat gamblang. Jadi kalau beliau hanya bersandar pada laporan resmi apalagi bersumber pada informasi-informasi publik, itu tidak saja sangat terbatas karena memang disampaikan terbatas, tetapi juga potensial untuk manipulatif atau disinformatif yang dilakukan oleh pihak-pihak lain," tuturnya.
"Sekaligus juga menyampaikan hal-hal yang penting buat Bapak Presiden untuk dalam konteks untuk problem maladiminstasi keadilan tadi sekaligus juga memastikan tegaknya tata kelola, yang saya kira sangat penting untuk Indonesia ke depan," imbuhnya.