Kematian massal burung pipit di sekitar makam kawasan Gianyar Bali masih berselubung misteri. Penyebab matinya hewan yang gemar makan padi itu masih diselidiki. Autopsi menjadi satu wacana opsi.
Lokasi kematian burung-burung itu ada di Desa Pering, Kecamatan Blabatuh, Gianyar. Burung-burung itu sering hinggap di pohon asem kuburan Banjar Sema.
Tokoh adat setempat mengaku kaget saat video burung-burung mati berserakan itu viral.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kaget sekali, kemarin pas tahun 2018 kan ada kejadian yang sama. Waktu itu nggak viral. Karena kecanggihan teknologi sekarang, semua masyarakat yang bawa HP langsung diviralkan," kata Bendesa Adat Sema, I Made Wardana, di lokasi, Sabtu (11/9/2021).
![]() |
Kamis (9/9) lalu, di lokasi tersebut, burung-burung pipit berjatuhan mati. Peristiwanya direkam pada pukul 08.00 Wita dan menjadi viral, menimbulkan tanda tanya.
Tonton video 'Warga Sebut Burung Pipit di Bali Mati Massal Mirip Tahun 2018':
Selanjutnya, opsi autopsi:
Opsi autopsi
Ada sejumlah kemungkinan penyebab kematian burung-burung itu. Pertama, akibat keracunan makanan. Kedua, akibat kena penyakit menular. Ketiga, akibat perubahan iklim. Ini diungkapkan oleh Kepala Seksi Wilayah 2, BKSDA Bali Sulistyo Widodo.
"Kenapa mati mendadak, harus dibuktikan secara ilmiah melalui proses autopsi bangkai dan kotoran burung. Tapi ada kemungkinan, salah satunya memakan pakan mengandung herbisida atau pestisida yang sifatnya toksik bagi burung," kata Sulistyo Widodo dalam siaran pers di Denpasar, Bali, sebagaimana dilansir Antara, dikutip detikcom pada Sabtu (11/9/2021).
Mungkin burung-burung pipit itu keracunan herbisida (pemberantas gulma). Setelah makan tumbuhan yang terkontaminasi racun, tentu burung tidak langsung mati karena proses toksifikasi juga memakan waktu untuk sampai tingkatan mortalitas (kematian).
"Kemungkinan besar saat burung-burung tersebut beristirahat malam. Dan paginya bangkai burung berserakan. Jadi bukan akibat lokasinya di makam," ujarnya.
![]() |
Baca juga: Ini Lokasi Burung Pipit Berjatuhan di Bali |
Bila burung itu mati tertular penyakit, ada pula hipotesis logisnya. Burung pipit hidup berkoloni dalam jumlah besar, maka penularannya akan cepat, sehingga angka kematiannya juga dalam jumlah besar.
Selanjutnya, mengingatkan kejadian 2018:
Mengingatkan kejadian 2018
Peristiwa seperti itu pernah pula terjadi pada tiga tahun lalu. Peristitwa 2018 dan 2021 sama-sama diawali turunnya hujan.
"Kejadian kedua ini, hujan lebat dan angin keras. Burung terlalu banyak berkumpul di pohon asem, terjadi hujan, makanya tidak bisa menghindar dia, kedinginan, dan tidak bisa terbang," kata Bendesa Adat Sema, I Made Wardana.
Pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Gianyar serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Dia menganggap kejadian itu murni dipicu hujan deras sehingga burung-burung itu kedinginan.
Dihubungi terpisah, dosen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Johan Iskandar mengatakan, penyebab kematian burung secara massal harus dipastikan melalui pemeriksaan sampel dari burung tersebut.
"Idealnya ya harus dibawa sampelnya burung yang mati itu, kemudian diperiksa, baik badannya maupun fesesnya (kotorannya) itu yang ideal. Kemudian baru nanti akan ketahuan penyebabnya apa, apakah keracunan atau mungkin juga kena penyakit virus," kata Johan kepada detikEdu.