Suara Mahasiswa

Tolak Amandemen UUD, Sema Unimed Khawatir Jabatan Presiden Diperpanjang

Ahmad Arfah Fansuri Lubis - detikNews
Kamis, 02 Sep 2021 11:53 WIB
Ilustrasi rapat paripurna di gedung MPR/DPR (Eva Safitri/detikcom)
Medan -

Wacana amandemen UUD 1945 makin kencang setelah PAN bergabung dengan koalisi pemerintah. Senat Mahasiswa Universitas Negeri Medan (Sema Unimed) menolak wacana amandemen UUD 1945 karena khawatir masa jabatan presiden diperpanjang.

"Amandemen ini kita pandang sangat riskan. Karena akan ada kemungkinan hal ini tidak akan berhenti sampai di situ saja. Bisa saja akan ada kepentingan lain yang dibawa, salah satu contohnya perpanjangan masa jabatan presiden," kata Ketua Sema Unimed, Rayanda Al Fathira, kepada wartawan, Kamis (2/9/2021).

Rayanda khawatir amandemen UUD 1945 bakal berujung tambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan presiden mengancam demokrasi.

"Seperti yang kita tahu, salah satu alasan dibuatkannya pembatasan masa jabatan presiden adalah untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kekuasaan," ucap Rayanda.

"Jika hari ini kita perpanjangan menjadi tiga periode, misalnya, tidak tertutup kemungkinan nantinya akan menjadi empat periode dan seterusnya. Jelas ini kemunduran demokrasi," tambahnya.

Menurut Rayanda, penyalahgunaan kekuasaan terjadi di era Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Hal itu, kata Rayanda, karena tidak adanya pembatasan masa jabatan presiden.

"Siapa yang ingin kembali pada masa-masa penyalahgunaan kekuasaan selama puluhan tahun ketika Orde Baru dulu. Dampaknya jelas, KKN marak. Kekuasaan cenderung disalahgunakan, apalagi jika dia tidak berbatas," ucapnya.

Rayanda meminta amandemen UUD 1945 tidak dilakukan. Dia berharap persoalan yang terjadi di era Soeharto tidak terulang.

"Kita semua pasti berkeinginan untuk bergerak ke arah yang lebih baik lagi dengan belajar dari kebaikan dan kesalahan masa lalu, bukan malah mengulang kesalahannya," jelas Rayanda.

Isu Amandemen Makin Mencuat

Rencana amandemen ini disampaikan oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan (Zulhas). Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN di Jakarta, Zulhas mengungkapkan apa saja yang dibahas saat pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan partai pendukung pemerintah. Yaitu, soal pandemi COVID-19, masalah ekonomi, serta hubungan pusat dengan daerah.

Zulhas lalu bercerita ada pula pembahasan terkait problematika yang saat ini terjadi di lingkup kelembagaan Indonesia.

"Ada beberapa bicara, 'Wah, kita kalau gini terus, ribut, susah, lamban, bupati nggak ikut gubernur, gubernur nggak ikut macam-macamlah ya'. Merasa KY lembaga paling tinggi, paling kuat, MA nggak. MA merasa paling kuasa, MK nggak. MK katanya yang paling kuasa. DPR paling kuasa. Semua merasa paling kuasa," kata Zulhas, dalam acara tersebut, Selasa (31/8).




(haf/fjp)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork