Mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino atau RJ Lino, didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan dan pemeliharaan 3 unit quayside container crane (QCC) di PT Pelindo II. RJ Lino didakwa memperkaya diri sebesar USD 1.997.740,23.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) China seluruhnya sebesar USD 1.997.740,23 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pelindo II (persero) sebesar USD 1.997.740,23," ucap jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/8/2021).
Jaksa mengatakan hasil kerugian negara terkait pengadaan 3 unit QCC pada PT Pelindo II Tahun 2010 didapat dari perhitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dan laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas Pengadaan QCC Tahun 2010 pada PT Pelindo II dan Instansi terkait lainnya di Jakarta, Lampung, Palembang, dan Pontianak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa mengatakan kasus berawal ketika April 2009 PT Pelindo II melakukan pengadaan container crane dan merubah spesifikasi dari crane bekas menjadi new single lift QCC atau QCC single lift baru kapasitas 40 ton melalui mekanisme pelelangan untuk pelabuhan Palembang, Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Pontianak. Jaksa mengatakan saat proses pelelangan awalnya tidak ada peserta yang memenuhi syarat, namun ketika dilakukan pelelangan ulang PT Pelindo II langsung menunjuk PT Barata Indonesia untuk menjalani proyek itu.
Kemudian pada Desember 2009, RJ Lino, kata jaksa, bertemu dengan Tao selaku Engineer HDHM dan Julia Zhu selaku penerjemah di PT Pelindo II. Pertemuan dengan Tao saat itu dilakukan ketika PT Pelindo II sedang negosiasi harga dengan PT Barata Indonesia terkait proyek QCC.
Setelah Tao datang, RJ Lino memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II, Ferialdy Noerlan, untuk mendampingi Tao survei ke Pelabuhan Panjang, Palembang, Pontianak, dan Jambi. Jaksa menilai perbuatan RJ Lino ini bertentangan dengan hukum.
"Pegawai HDHM saat itu melakukan survei saat belum memulai proses pengadaan QCC di pelabuhan tersebut, akan tetapi Terdakwa justru memberikan kesempatan kepada HDHM yang merupakan perusahaan pembuat crane untuk melakukan survei, perbuatan Terdakwa tersebut bertentangan dengan prinsip adil dan wajar sebagaimana Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 dan SK Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 Tanggal 9 September 2009," kata jaksa.
Setelah pegawai HDHM melakukan survei, PT Pelindo II pun membatalkan kesepakatan dengan PT Barata Indonesia terkait proyek pengadaan QCC karena negosiasi harga tidak mencapai kesepakatan. Karena itu, RJ Lino menunjuk langsung HDHM, ZPMC serta Doosan Korea sebagaimana Memo RJ Lino yang ditujukan kepada Diroptek dan Kabiro Pengadaan PT
Pelindo II.
Singkat cerita, dari 3 perusahaan yang sampai ke tahap penawaran hanya HDHM dan ZPMC. Adapun nilai penawarannya adalah HDHM senilai USD 15.024.000 untuk 3 unit QCC kapasitas 40 ton, sedangkan ZPMC senilai USD 22.263.000, termasuk biaya-biaya pajak untuk pengadaan 3 new single lift QCC kapasitas 40 ton berikut pemeliharaan selama 6 tahun.
RJ Lino pun memutuskan menggunakan twin lift 50 ton dari HDHM. Padahal, kata jaksa, pengadaan untuk QCC di PT Pelindo II adalah tipe QCC single lift yang sesuai dengan infrastruktur.
"Di mana atas laporan tersebut, tanpa adanya kajian serta evaluasi teknis, Terdakwa memutuskan untuk menggunakan twin lift 50 ton dari HDHM dengan mengatakan 'kita pakai twin lift QCC saja, karena harganya lebih murah dari single lift QCC dari ZPMC', walaupun Pengadaan untuk QCC di PT Pelindo II adalah tipe QCC single lift yang sesuai dengan infrastruktur yang ada di pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak," ungkap jaksa KPK.
Atas penawaran tersebut, tim teknis Pelindo II mengevaluasi penawaran harga yang diajukan HDHM dan ZPMC. Ternyata ditemukan keberatan mulai waktu pengapalan yang tidak pasti, kemudian HDHM ternyata tidak punya pengalaman ekspor QCC, dan perubahan harga kontrak pengadaan 3 unit QCC, karena itu PT Pelindo II menyatakan HDHM dan ZPMC tidak memenuhi syarat.
Meskipun laporan tim analis menyatakan kedua perusahaan tidak memenuhi syarat, jaksa menyebut RJ Lino tetap menunjuk HDHM. RJ Lino juga memerintahkan anak buahnya langsung membuat kontrak kerja dengan HDHM.
"Bahwa atas laporan dari Wahyu Hardiyanto, dan supaya tetap dapat mengakomodir keinginan Terdakwa agar PT Pelindo II menggunakan QCC model twin lift dari HDHM, maka pada tanggal 5 Maret 2009 Ferialdy Noerlan memberikan Memo kepada Wahyu agar tetap mengevaluasi tentang Standar China dan Vendor List HDHM dan disesuaikan dengan kebutuhan walaupun HDHM tidak memenuhi persyaratan teknis," ungkap jaksa.
"Selain itu, Terdakwa juga mendapatkan laporan dari Ferialdy Noerlan terkait pekerjaan pengadaan crane yang berisi opsi jika barang yang diputuskan untuk diadakan adalah Single Lift QCC, bisa langsung dibuatkan kontrak setelah dilakukan klarifikasi dan negosiasi harga, sedangkan jika barang yang diputuskan diadakan adalah Twin Lift QCC perlu dibuat kajian kebutuhan operasional serta Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dan owner estimate (OE) yang baru," lanjut jaksa.
Jaksa juga mengatakan RJ Lino memaksa pengadaan twin lift QCC di Pelabuhan Palembang dan Pontianak. Padahal penggunaan twin lift QCC di pelabuhan itu tidak cocok.
Jaksa juga menyebut HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana diatur dalam RKS. Alasannya, HDHM menyampaikan laporan keuangan tahun 2006-2008 yang tidak lengkap dan belum diaudit, surat penawaran HDHM adalah untuk QCC single lift 40 ton dan twin lift 50 ton standar China, bukan QCC single lift 40 ton Standar Eropa, dan HDHM tidak menyampaikan akta pendirian perusahaan.
Lebih lanjut, RJ Lino juga disebut memerintahkan anak buahnya merubah SK Direksi PT Pelindo II tentang kewajiban penggunaan komponen barang atau jasa dan sumber daya dalam negeri. SK dirubah menjadi sebaliknya sehingga aturan menunjuk HDHM yang merupakan perusahaan luar negeri dengan komponen twin lift QCC seluruhnya dari luar negeri dapat mengikuti pengadaan di PT Pelindo II.
Singkat cerita, PT Pelindo II akhirnya menandatangani spesifikasi teknis dan harga pengadaan 3 unit QCC. Jaksa mengatakan RJ Lino memerintahkan bawahannya segera menyelesaikan perjanjian kontrak dengan HDHM.
"Terdakwa memerintahkan Ferialdy Noerlan untuk menandatangani kontrak pengadaan 3 Unit QCC dengan HDHM, atas perintah Terdakwa tersebut, Ferialdy meminta Wahyu Hardiyanto untuk mempersiapkan format penandatanganan kontrak dengan HDHM, dan atas sepengetahuan dari Terdakwa, Ferialdy Noerlan bersama Weng Yaogen menandatangani lembar penandatanganan kontrak. Padahal proses penunjukkan HDHM oleh PT Pelindo II belum sepenuhnya selesai karena evaluasi teknis dan harga baru dilaksanakan pada 5 April 2010, dan negosiasi harga dengan pihak HDHM baru dilaksanakan pada 7 April 2010, serta Penetapan Penunjukan Langsung Pekerjaan Pengadaan Tiga Unit QCC baru dilaksanakan pada 27 April 2010," tutur jaksa.
Kemudian pada 1 April 2010 Chairman HDHM, Weng Yaogen menandatangani Letter of Technical Specification Data, surat tersebut berisi tentang penawaran 3 Unit QCC kapasitas 61 ton dan maintenance selama 5 tahun yaitu untuk pengadaan sebesar USD 18.086.740 dan untuk pemeliharaan selama 5 tahun sebesar USD1.613.715.
Baca juga: Praperadilan RJ Lino Ditolak! |
Setelah kontrak pengadaan ditandatangani, ditentukan pula kesepakatan biaya pemeliharaan 3 unit QCC. Harga pekerjaan pemeliharaan yang disepakati senilai USD 1.611.386 dengan rincian sebagai berikut:
- Pelabuhan Panjang dengan harga USD 534.980
- Pelabuhan Palembang dengan harga USD 541.426
- Pelabuhan Pontianak dengan harga USD 534.980.
"Bahwa dengan adanya kontrak pengadaan Twin lift QCC PT Pelindo II dengan HDHM, sesuai dengan kontrak yang disepakati, akan tetapi ketiga unit twin lift QCC tersebut tidak pernah dilakukan pre-delivery commissioning test di lokasi pabrik HDHM sebelum pengiriman serta commissioning test pada saat pemasangan di lokasi masing-masing pelabuhan, yaitu static load test and deflection test sehingga tidak di ketahui kualitas dan kemampuan dari twin lift QCC buatan HDHM tersebut padahal berdasarkan Standar FEM dan RKS Teknis yang di antaranya mengatur tentang penggunaan Standar FEM salah satunya terkait overload test yang meliputi dynamic test sebesar 120% dari safe working load (SWL) dan static test sebesar 140% dari SWL," jelasnya.
Terkait pekerjaan proyek itu, HDHM menerima pembayaran dari PT Pelindo II sebesar USD 15.165.150. Rinciannya sebagai berikut:
1. Pembayaran termin pertama sebesar USD 3.110.800
2. Pembayaran termin kedua sebesar USD 1.555.400
3. Pembayaran Termin Ketiga sebesar USD 4.666.200
4. Pembayaran Termin Keempat sebesar USD 3.110.800
5. Pembayaran Termin kelima sebesar USD 2.333.100
6. Pembayaran Termin Keenam, sebesar USD 388.850
Jaksa mengatakan harga pengadaan 3 unit QCC ini tidak wajar. Jaksa mengungkap ada kemahalan harga dalam proyek ini.
"Bahwa akibat perbuatan terdakwa melakukan intervensi pengadaan 3 unit QCC telah mengakibatkan tidak diperolehnya produk twin lift QCC dengan harga wajar bagi PT Pelindo II dimana harga wajar 3 unit Twin lift QCC adalah sebesar USD 13.579.088,71," ungkap jaksa.
"Sehingga menyebabkan terjadinya kemahalan harga pembelian 3 unit twin lift QCC dari HDHM sebesar USD 1.974.911,29," lanjut jaksa.
Akibat perbuatan RJ Lino itu, jaksa juga menyebut negara merugi USD 1.997.740,23. Kerugian dihitung dari pemeliharaan dan pengadaan 3 unit QCC.
"Bahwa akibat perbuatan terdakwa melakukan intervensi pengadaan 3 unit twin lift quay container crane (QCC) berikut pekerjaan jasa pemeliharaannya telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara cq PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II sebesar USD 1.997.740,23," pungkas jaksa.
Atas dasar itu, RJ Lino didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tonton Video: Eks Dirut PT Pelindo II RJ Lino Segera Disidang di PN Tipikor Jakarta